Sentimen
Positif (98%)
15 Agu 2024 : 14.54
Informasi Tambahan

Kab/Kota: Jatinegara, Kramat, Biak, Johar Baru

Curhat Pedagang Burung Dara di Johar Baru, Pendapatan Cuma Cukup Buat Beli Pakan Hewan Megapolitan 15 Agustus 2024

15 Agu 2024 : 14.54 Views 3

Kompas.com Kompas.com Jenis Media: Metropolitan

Curhat Pedagang Burung Dara di Johar Baru, Pendapatan Cuma Cukup Buat Beli Pakan Hewan Tim Redaksi JAKARTA, KOMPAS.com - Puluhan tahun berjualan burung dara alias burung merpati, para pedagang yang buka lapak di Jalan Kramat Jaya Baru Blok H, Johar Baru, Jakarta Pusat. mengaku punya pendapatan yang pas-pasan. Bahkan, pendapatan yang mereka peroleh hanya bisa diputar kembali untuk modal supaya usaha mereka tetap berjalan. Sementara, untuk uang makan dan uang bulanan di rumah masih perlu bantuan dari keluarga. Nuriadi (46), pria yang sudah 16 tahun berjualan burung dara di Johar Baru, hanya bisa menghasilkan Rp 500.000 per bulan. "Tapi, itu diputar lagi buat beli jagung (untuk pakan burung) dan buat beli obat-obatan (vitamin untuk burung)," ujar Nuriadi saat ditemui di Jalan Kramat Jaya Baru Blok H, Johar Baru, Jakarta Pusat, Rabu (14/8/2024). Untuk pakan burung, Nuriadi biasanya menggunakan campuran 1 kg jagung, 1 kg beras merah, dan 1 kg pur alias pakan campuran. Racikan ini diberikan kepada burung-burung yang dijualnya dan biasanya cukup untuk 2-3 hari makan. "Beras merah 1 kg saja sudah Rp 16.000. Pur 1 kg Rp 13.000. (Kalau dihitung) bisa habis Rp 40.000, itu buat dua hari sekali paling. Satu hari (kira-kira) Rp 20.000 lah," imbuh dia. Jika dihitung, sebulannya Nuriadi perlu mengeluarkan biaya Rp 600.000. Itu pun baru untuk pakan saja, belum biaya-biaya lainnya. Dia mengaku, untuk uang bulanan keluarganya masih mengandalkan pendapatan dari sang istri. "Ya ada istri kerja juga (sebagai pembantu rumah tangga). Kalau dia enggak kerja, enggak menutupi (biaya bulanan) juga," imbuh Adi. Pria kelahiran tahun 1978 ini bingung jika harus beralih profesi. Pasalnya, dia hanya memegang ijazah SD. Meski secara bulanan tidak terlihat ada uang yang didapat, malah boncos, Nuriadi masih bisa bertahan karena hasil penjualan itu cukup untuk membeli burung lagi. Ia membeli burung dari penjual lain. Biasanya, Nuriadi membeli burung seharga Rp 50.000-60.000. Nanti, burung ini akan dia rawat dan latih agar layak untuk dijual. Harga yang dia patok biasanya di antara Rp 100.000-150.000. Kendati demikian, pria yang akrab disapa Adi ini mengaku tidak bisa memprediksi kapan burung yang baru dia beli bisa layak dia jual kembali. Banyak faktor yang memengaruhi burung itu bisa dijual cepat atau bahkan tidak bisa dijual kembali. "Kalau burung mah agak bagaimana (susah-susah gampang), enggak tentu. Kalau masa giring, ya bisa dijual. (Ada juga) hari itu beli bisa saja langsung jual," lanjut dia. Berdasarkan pantauan Kompas.com di lokasi, toko Adi terhitung salah satu yang paling banyak didatangi pelanggan. Namun, kebanyakan dari mereka bukan untuk membeli burung. Ada yang hanya melihat-lihat, mengecek kondisi burung-burung ini. Namun, setelah puas bermain dan melihat burung ini terbang ke sana kemari, pembeli ini tak melanjutkan transaksi dan pergi. Seperti yang terjadi pada hari itu, saat dua anak menghampiri toko Adi. Mereka datang untuk mencari burung dara yang bisa "giring" alias bisa kembali ke tangan pemiliknya meski dilepas dalam jarak beberapa meter. Sebanyak tiga atau empat pasang burung dara dikeluarkan dan dites "giring". Berulang kali Adi bolak-balik ke ujung gang untuk memperagakan kemampuan "giring" burung-burung yang dirawatnya. Namun, anak-anak ini akhirnya batal membeli dan pergi begitu saja. Adi mengaku sering dikerjai para bocah yang meminta burung dagangannya dikeluarkan untuk dites "giring". Tapi, anak-anak itu justru tak jadi membeli. Meski demikian, Adi terlihat santai dan penuh senyum saat memperagakan kemampuan "giring" burung daranya. Terlebih, saat dia mengetahui kalau salah satu bocah yang datang ke tokonya baru pertama kali "main burung dara". Warga Johar Baru ini menjelaskan, salah satu alasan lapak dia dan teman-temannya semakin sepi dikunjungi calon pembeli adalah orang-orang yang hobi memelihara burung sudah tak beli burung baru. Menurutnya, orang-orang yang merawat burung sejak dulu, saat ini sudah bisa berternak burung dara secara otodidak. "Kalau burung gini mah cepat, sebulan saja sudah berkembang (biak). Entar dia bertelur sudah menetas, bisa (langsung) bertelur lagi," jelas Adi. Selain itu, lapak Adi dan 3-4 temannya juga tidak berbentuk kios. Mereka membuka lapak hanya dengan menaruh kandang yang dirantai ke dinding di belakangnya. Tidak ada kanopi penutup kepala untuk melindungi penjaga kios maupun burung-burung ini dari hujan atau terik matahari. Sekitar tahun 1998, di lokasi tersebut sempat dibangun kios. Jalan raya di depannya pun sempat ramai oleh pedagang kaki lima. Namun, lokasi tersebut akhirnya ditertibkan dan lapak-lapak sepetak itu dibongkar hingga menyisakan kondisi seperti sekarang ini. Adi mengatakan, pihak kelurahan maupun pemerintah kota belum ada yang menawarkan bantuan untuk dirinya dan para pedagang di Jalan Kramat Jaya Baru Blok H. Namun, dia menyadari bahwa lokasi Johar Baru sulit yang padat penduduk sulit untuk mengakomodasi pedagang sepertinya. "Kalau buat burung (dara) enggak boleh, paling buat ikan. Kalau ikan diizinkan (ada lokasi khusus). Apa kalau enggak burung ocehan paling. Kalau buat dara enggak boleh," lanjut dia. Adi mengaku berharap bisa mendapatkan lokasi jualan seperti pasar burung di Pasar Pramuka, Jakarta Timur atau seperti yang ada di Jatinegara. "(Mau dipindah) yang penting tenang, aman," kata Nuriadi lagi. Copyright 2008 - 2024 PT. Kompas Cyber Media (Kompas Gramedia Digital Group). All Rights Reserved.

Sentimen: positif (98.5%)