Sentimen
Informasi Tambahan
Kab/Kota: Purwokerto, Semarang, Guntur, Banjar
Kasus: korupsi, Tipikor
Tokoh Terkait
KPK Sita 9 Rumah dan Deposito Senilai Rp 10,2 Miliar Terkait Kasus Dugaan Korupsi DJKA
Beritasatu.com
Jenis Media: Nasional
Jakarta, Beritasatu.com - Sebanyak sembilan unit rumah dan enam deposito dengan nilai Rp 10,2 miliar disita Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) terkait kasus dugaan korupsi di Direktorat Jenderal Perkeretaapian (DJKA) Kementerian Perhubungan (Kemenhub).
"Penyidik KPK sejak 22 Juli sampai 2 Agustus 2024 melakukan serangkaian upaya paksa berupa penggeledahan, penyitaan, dan pemasangan plang tanda penyitaan di Jakarta, Semarang, dan Purwokerto," kata Juru Bicara KPK Tessa Mahardhika dalam keterangannya di Jakarta, Sabtu (10/8/2024).
Dia menerangkan, aset yang disita terdiri dari sembilan unit rumah dan tanah dengan nilai sekitar Rp 8,685 miliar. Kemudian, enam deposito yang berada pada dua bank dengan nilai Rp 10,26 miliar.
Tim penyidik juga menyita empat obligasi pada dua bank dengan nilai masing-masing Rp 4 miliar dengan bunga Rp 600 juta dan obligasi senilai Rp 2,28 miliar dengan bunga Rp 300 juta.
Dalam rangkaian penyitaan tersebut, turut disita uang tunai sebesar Rp 1,38 miliar. "Total yang disita adalah sekurang-kurangnya Rp 27 miliar," ujar Tessa.
Juru bicara KPK berlatar belakang penyidik itu mengungkapkan, aset-aset tersebut disita dari para tersangka dan pihak swasta terkait perkara dugaan korupsi penerimaan hadiah atau janji, terkait paket pekerjaan pengadaan barang dan jasa di lingkungan Balai Teknik Perkeretaapian (BTP) Kelas 1 Jawa Bagian Tengah.
Penyidik KPK saat ini masih terus melakukan pengembangan penyidikan perkara dugaan korupsi di lingkungan BTP Kelas 1 Jawa Bagian Tengah, yang saat ini telah berganti nama menjadi BTP Kelas 1 Semarang.
Sejumlah tersangka dalam perkara tersebut telah ditahan dan disidangkan KPK. Terbaru pada Kamis (13/6/2024), KPK kembali menahan satu tersangka baru dalam pengembangan kasus dugaan korupsi di lingkungan DJKA Kemenhub.
Direktur Penyidikan KPK Asep Guntur menerangkan, tersangka baru tersebut Yofi Oktarisza selaku pejabat pembuat komitmen (PPK) pada BTP Kelas 1 Jawa Bagian Tengah.
Asep menerangkan penetapan tersangka dan penahanan terhadap Yofi merupakan hasil pengembangan dari perkara yang sama yang menjerat pengusaha Dion Renato Sugiarto (DRS) yang memberi suap kepada PPK BTP Semarang Bernard Hasibuan (BH) dan Putu Sumarjaya (PS).
Perkara dugaan korupsi terhadap ketiganya kini sedang disidangkan di Pengadilan Tindak Pidana Korupsi (Tipikor) pada Pengadilan Negeri (PN) Semarang.
Dion Renato diketahui sebagai salah satu rekanan pengadaan barang dan jasa di lingkungan Kemenhub, yang memiliki beberapa perusahaan, seperti PT Istana Putra Agung (IPA), PT PP Prawiramas Puriprima (PP), dan PT Rinego Ria Raya (RRR).
Perusahaan-perusahaan tersebut digunakan untuk mengikuti lelang dan mengerjakan paket-paket pekerjaan pengadaan barang dan jasa di Direktorat Prasarana DJKA Kemenhub, termasuk di BTP Kelas 1 Jawa Bagian Tengah.
"Saudara DRS mendapatkan bantuan dari PPK, termasuk tersangka YO untuk bisa mendapatkan paket pekerjaan pengadaan barang dan jasa," kata Asep.
Penyidik KPK kemudian menemukan data paket pekerjaan pengadaan barang dan jasa yang dikerjakan Dion saat Yofi menjabat sebagai PPK antara lain:
1. Pembangunan Jembatan BH 1458 antara Notog-Kebasen (multiyears 2016-2018) Paket PK 16.07 (MYC) (2016-2018) dengan nilai paket Rp 128,5 miliar (Rp 128.594.206.000) menggunakan PT IPA.
2. Pembangunan pelintasan tidak sebidang (Underpass) di Jalan Jenderal Sudirman Purwokerto (kilometer 350+650) antara Purwokerto-Notog pada 2018 dengan nilai paket Rp 49,9 miliar (Rp 49.916.296.000) menggunakan PT PP.
3. Penyambungan jalur KA/Switchover BH 1549 antara Kesugihan-Maos Koridor Banjar-Kroya Lintas Bogor–Yogyakarta pada 2018 dengan nilai paket Rp 12,4 miliar (Rp 12.461.215.900) menggunakan PT PP.
4. Peningkatan jalur kereta api kilometer 356+800 sampai kilometer 367+200 sepanjang 10.400 m'sp antara Banjar-Kroya (2019-2021) dengan nilai paket Rp 37 miliar (Rp 37.195.416.000) menggunakan PT PP.
Asep menerangkan, para tersangka dalam perkara ini juga melakukan pengaturan sehingga hanya rekanan tertentu yang bisa menjadi pemenang lelang atau pelaksana paket pekerjaan.
Bentuk pengaturan tersebut, antara lain PPK akan memberikan harga perkiraan sendiri (HPS) kepada masing-masing rekanan dan memberikan arahan-arahan khusus, seperti metode pekerjaan, alat, dan dukungan terkait pekerjaan yang akan membuat rekanan tersebut menang.
PPK juga memberikan arahan kepada rekanan agar saling memberikan dukungan satu sama lain, misalnya dengan ikut sebagai perusahaan pendamping dan tidak saling bersaing karena sudah diberikan jatah masing-masing.
"Tersangka YO juga menambahkan syarat khusus pada saat lelang yang hanya dapat dipenuhi oleh calon yang akan dimenangkan," kata Asep.
Atas bantuan tersebut, PPK termasuk Yofi akan menerima biaya dari rekanan yang dimenangkan dengan besaran 10% sampai 20% dari nilai paket pekerjaan yang diperuntukkan.
Selain memberikan biaya untuk mendapatkan paket pekerjaan, rekanan juga memberikan biaya agar pelaksanaan pekerjaan berjalan dengan lancar termasuk pencairan termin. Selain itu, pemberian biaya juga tetap dilakukan kepada PPK pengganti yang menggantikan PPK awal mulai saat lelang paket pekerjaan tersebut.
Atas perbuatannya, menurut Asep, tersangka Yofi Oktarisza disangkakan Pasal 12 huruf a atau huruf b dan/atau Pasal 11 dan Pasal 12B Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana diubah dengan UU Nomor 20 Tahun 2001.
Sentimen: negatif (99.2%)