Sentimen
Positif (93%)
19 Jul 2024 : 05.05
Informasi Tambahan

Institusi: UIN

Kab/Kota: Bangka, Palembang, Dumai

Menyusuri Jejak Rempah "The King of Spice" di Lampung Regional 19 Juli 2024

19 Jul 2024 : 05.05 Views 3

Kompas.com Kompas.com Jenis Media: Regional

Menyusuri Jejak Rempah "The King of Spices" di Lampung Tim Redaksi KOMPAS.com - Lada atau sering disebut merica atau sahang (Piper nigrum) merupakan tanaman jenis rambat yang dibawa oleh pelaut dan pedagang India ke nusantara lewat Samudera Pasai dan Pidie sekitar abad ke-13. Tanaman yang memiliki tekstur bulat kecil bersifat sedikit pahit, pedas, hangat dan antipiretik ini dijuluki dengan the king of spices atau raja rempah-rempah. Hal ini tidak lepas dengan tersebarnya daerah penghasil lada di Indonesia antara lain Aceh, Banten, Bangka Belitung, Sumatera Selatan, Lampung , dan Kalimantan Selatan. Lampung disebut memiliki kontribusi yang besar perdagangan jalur rempah berupa lada selama kurang lebih dua abad sekitar abad 15 dan 16. Oleh karena itu, Muhibah Budaya Jalur Rempah (MBJR) 2024 juga singgah ke Lampung untuk menyusuri jejak sejarah lada di Sumatera bagian selatan ini. MBJR 2024 sudah mengarungi pelayaran dengan rute Jakarta - Belitung Timur - Dumai - Sabang - Malaka - Tanjung Uban - Lampung - Jakarta mulai dari tanggal 7 Juni dan berakhir pada 17 Juli 2024. Sejarahwan maritim sekaligus Dosen Sejarah UIN Lampung, Abd Rahman Hamid mengatakan, Lampung dulunya merupakan wilayah penghasil lada terbaik di dunia setelah Kerala, India Selatan. Dalam buku Suma Oriental Time Pires ditulis di Malaka antara tahun 1512-1515, disebutkan ada dua daerah penghasil lada di Lampung, yaitu Cacampom (Sekampung) dan Tulimbavam (Tulangbawang). "Iklim Lampung yang panas dan lembab sangat cocok untuk budidaya lada. tumbuh di daerah Abung, dekat dengan Sungkai dan Besai," ujarnya. Jejak kejayaan lada ini juga tercermin dari budaya, kesenian dan hasil kerajinan yang ada di masyarakat Lampung. Rahman kembali menceritakan betapa pentingnya lada yang tidak hanya menciptakan persaingan dagang rempah nusantara, namun juga politik dominan lokal. Sejak abad ke 16, perebutan wilayah penghasil lada terjadi di Lampung. Terutama Kesultanan Banten yang telah tumbuh menjadi pusat perniagaan internasional ingin menguasai lada Lampung. Pada abad ke 17, perdagangan lada ke luar negeri menjadi sumber utama sekitar 80-90 persen. Sultan Banten pun memastikan lada tetap tersedia di pelabuhannya. Untuk itu, Sultan Banten dengan berbagai cara mewajibkan pria Lampung yang sudah menikah menanam 1.000 pohon lada dan yang belum menikah menanam 500 pohon lada. "Tidak hanya itu, Kesultanan Banten juga menugaskan empat pejabat untuk memastikan penduduk Lampung menanam, merawat dan menjual lada kepada Banten dengan harga yang lebih murah," ujarnya. Upaya perebutan juga dilakukan Kesultanan Palembang, yang membantu masyarakat Tulangbawang menggali kanal agar pedagang dapat menghindari pos dagang Banten. Sultan Palembang juga kerap memberi gelar berupa Raja Alam, Aria dan Pangeran kepada pemimpin di Lampung. Bahkan mencoba membeli lada dengan mahal daripada Banten. Meski demikian, Kesultanan Banten masih berpengaruh besar dalam budidaya dan perdagangan lada Lampung. "VOC Belanda juga ingin mendapatkan manfaat lada setelah runtuhnya Kesultanan Banten dalam konflik internal. Sultan Haji menjadikan Lampung sebagai imbalan apabila menang dalam perebutan tahta," ujarnya. Sejak saat itu, Lampung jatuh ke VOC Belanda dan perdagangan mulai dipindahkan ke Batavia. Berdasarkan sejarah panjang itulah, Kementerian Pendidikan, Kebudayaan, Riset dan Teknologi (Kemdikbud Ristek) berupaya mengusulkan Jalur Rempah menjadi bagian dari sejarah dan warisan dunia kepada UNESCO. Muhibah Budaya Jalur Rempah yang dilakukan 75 laskar rempah, sejarawan, penulis, media dan influencer bersama Kapal Republik Indonesia (KRI) Dewaruci ini diharapkan dapat menyebarluaskan tentang besarnya pengaruh rempah terhadap budaya, seni dan tradisi masyarakat. Copyright 2008 - 2024 PT. Kompas Cyber Media (Kompas Gramedia Digital Group). All Rights Reserved.

Sentimen: positif (93.9%)