Sentimen
Positif (44%)
9 Jul 2024 : 20.17
Informasi Tambahan

Kab/Kota: Senayan

Komisi X DPR Soal Skandal Guru Besar: Bahaya Sekali

9 Jul 2024 : 20.17 Views 19

Beritasatu.com Beritasatu.com Jenis Media: Nasional

Jakarta, Beritasatu.com - Wakil Ketua Komisi X DPR Dede Yusuf buka suara terkait gonjang-ganjing skandal guru besar yang memakai jurnal predator untuk mendapatkan titelnya. Dede menyebut, fenomena tersebut berbahaya.

"Kalau soal jual beli saya juga enggak punya data pasti, tetapi dalam pertemuan infomal tadi (dengan Kemendikbud) ini bahaya," ujar Dede kepada wartawan di kompleks parlemen, Senayan, Selasa (9/7/2024).

Dede mengatakan, apabila isu tersebut benar terjadi maka bakal banyak bermuncul universitas abal-abal. Alasannya, kata dia, syarat untuk mendirikan universitas adalah mempunyai guru besar.

"Nanti banyak kampus-kampus berdiri dengan guru besar yang abal-abal," katanya.

Dede pun meminta Kementerian Pendidikan, Kebudayaan, Riset, dan Teknologi (Kemendikbudristek) mengawasi kampus swasta di Indonesia. Hal itu agar pemerintah tak kecolongan.

"Yang melakukan verifikasi atau usulan adanya di Kemendikbudristek, perguruan tinggi negeri. Jadi kami minta memperhatikan ini supaya fungsi pengawasannya diperhatikan," ungkapnya.

Selain itu, Dede meminta Kemendikbudristek agar menjadikan scopus atau database jurnal Indonesia jadi standar untuk syarat guru besar.

"Makanya kami dorong scopus itu nasional, scopus nasional sinta. Supaya sinta ini memiliki akreditasi scopus internasional, supaya kita bisa melakukan fungsi pengawasan lebih jauh. Kalau scopus luar negeri investigasinya harus ke sana, tentu ini membutuhkan waktu yang tidak mudah," ungkapnya.

Dede mengaku siap membantu Kemendikbudristek untuk meningkatkan kualitas scopus nasional agar mampu bersaing di level internasional.

"Dari kerja sama riset nanti akan diperhitungkan sebagai jurnal internasional. Itu upaya yang bisa kita lakukan. Kalau di luar negeri banyak yang abal-abal, kita juga enggak tahu karena enggak punya alat untuk mengecek itu benar atau tidak," ujarnya.

Sentimen: positif (44.4%)