Sentimen
Negatif (76%)
11 Okt 2024 : 21.40
Informasi Tambahan

Institusi: UNAIR

Kab/Kota: Cikini

Kasus: Tipikor, korupsi

Ikahi Sebut Gaji Hakim Harusnya Diperbaiki Sejak 2018 Pasca Putusan MA Diketok

11 Okt 2024 : 21.40 Views 4

Kompas.com Kompas.com Jenis Media: Nasional

Ikahi Sebut Gaji Hakim Harusnya Diperbaiki Sejak 2018 Pasca Putusan MA Diketok

JAKARTA, KOMPAS.com - Sekretaris Bidang Advokasi Ikatan Hakim Indonesia (Ikahi) Djuyamto menyebut, Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 94 Tahun 2012 yang mengatur gaji dan tunjangan hakim semestinya direvisi sejak 2018.

Saat itu, Mahkamah Agung (MA) menerbitkan Putusan MA Nomor 23/HUM/2018 yang menyatakan gaji dan Hak Pensiunan Hakim tidak bisa disamakan dengan pegawai negeri sipil (PNS).

Pernyataan ini Djuyamto sampaikan dalam diskusi "Masihkah Keadilan Berdasarkan Ketuhanan Yang Maha Esa?" yang digelar Ikatan Wartawan Hukum (Iwakum) di kawasan Cikini, Jakarta Pusat, Jumat (11/10/2024).

"Semestinya sebagai negara hukum, ketika MA sudah mengambil putusan tahun 2018, segera dilakukan revisi terhadap PP 94 Tahun 2012 yang dinyatakan bertentangan dengan undang-undang," kata Djuyamto.

Baca juga: Hakim Mogok Kerja Tuntut Kesejahteraan, Pakar Unair Sebut Harus Tingkatkan Integritas

Namun, kata dia, sampai saat ini atau lima tahun pasca Putusan MA itu diketok, pemerintah belum juga merevisi PP Nomor 94 Tahun 2012 tersebut.

Sebagaimana diketahui, kondisi gaji dan tunjangan hakim yang tidak diubah sejak 12 tahun lalu memicu Gerakan Cuti Massal Hakim yang berlangsung sejak 7 hingga 11 Oktober 2024.

"Sampai lima tahun, sampai sekarang ini tidak dilakukan revisi," ujar Djuyamto.

Hakim Pengadilan Tindak Pidana Korupsi (Tipikor) Jakarta Pusat tersebut mengatakan, negara seharusnya tidak boleh mengabaikan kesejahteraan hakim dengan mengabaikan Putusan MA Nomor 23 Tahun 2018 tersebut.

Sebab, putusan pengadilan memerintahkan PP Nomor 94 Tahun 2012 yang menjadi biang kesejahteraan hakim memprihatinkan direvisi.

Baca juga: Pegiat Hukum Kalteng Khawatirkan Dampak Aksi Hakim terhadap Integritas Peradilan

Djuyamto pun mengapresiasi langkah Solidaritas Hakim Indonesia (SHI) yang menyuarakan hak-hak mereka, agar hakim sebagai salah satu tulang punggung dalam negara hukum bisa mewujudkan peradilan yang independen.

"Saya malah mengatakan, jangan-jangan kalau nggak ada aksi (cuti hakim) malah 20 sampai 30 tahun enggak ditinjau-tinjau? Kalau tidak bergerak bisa jadi 30 tahun tidak ditinjau, itu sebagai bukti bahwa abainya negara terhadap profesi hakim," ungkap Djuyamto.

Dalam forum itu, Djuyamto juga menyoroti persoalan Rancangan Undang-Undang (RUU) Jabatan Hakim yang tak kunjung disahkan.

RUU itu mengatur mengenai proses pengangkatan, pembinaan, dan pengawasan serta hak keuangam hakim.

"RUU Jabatan hakim itu pernah masuk prolegnas, kita dorong, tapi kemudian, lenyap tak berbekas tanpa alasan apapun," tutur Djuyamto.

Sebelumnya, Juru Bicara Solidaritas Hakim Indonesia, Fauzan Arrasyid, menyebut bahwa gaji dan tunjangan jabatan hakim saat ini mengacu pada Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 94 Tahun 2012 yang belum pernah mengalami perubahan.

Sentimen: negatif (76.2%)