Greenpeace Indonesia Beri 3 Catatan Permen KLHK soal Pejuang Lingkungan Dilindungi
Kompas.com
Jenis Media: Nasional
/data/photo/2022/06/11/62a42a004ba0b.jpg)
JAKARTA, KOMPAS.com - Greenpeace Indonesia menyambut baik terbitnya Peraturan Menteri Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK) Nomor 10 Tahun 2024 tentang Perlindungan Hukum Terhadap Orang yang Memperjuangkan Hak Atas Lingkungan Hidup yang Baik dan Sehat.
"Greenpeace menyambut baik Permen LHK tentang Anti Strategic Lawsuit Against Public Participation (SLAPP) ini, meski cukup terlambat, mengingat desakan dari organisasi lingkungan untuk adanya turunan regulasi dari Pasal 66 UU Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup telah sejak lama diusulkan, bahkan sejak awal-awal pemerintahan Presiden Jokowi," kata Ketua Kelompok Kerja Politik Greenpeace Indonesia Khalisah Khalid saat dihubungi Kompas.com, Selasa (10/9/2024).
"Draft Permen ini cukup lama mengendap, dan mengakibatkan semakin banyak pejuang lingkungan yang dikriminalisasi," sambungnya.
Baca juga: Ada Permen LHK, Komnas HAM Ingatkan Polisi Gunakan Restorative Justice Tangani Kasus Pejuang Lingkungan
Khalisah memberikan tiga catatan kritis terhadap Peraturan Menteri KLHK Nomor 10 Tahun 2024 tersebut.
Pertama, aturan tersebut menyebutkan bahwa individu yang memperjuangkan hak atas lingkungan hidup yang baik dan sehat sebagai korban/pelapor yang menempuh jalur hukum.
Khalisah mengatakan, jika mengacu pada Permen KLHK 10/2024 ini, pejuang lingkungan hidup yang dilindungi hanya mereka yang menempuh hukum, sementara pembela pejuang di lapangan tidak mudah mengakses hukum yang adil.
"Dalam advokasi lingkungan hidup, dikenal strategi litigasi dan non litigasi. Lalu bagaimana perlindungan terhadap pejuang lingkungan hidup yang menempuh strategi non litigasi? Terlebih kita tahu, tidak mudah bagi warga negara untuk mendapatkan akses hukum yang adil, dan kita tahu fakta buramnya penegakan hukum di Indonesia," ujarnya.
Kedua, aturan tersebut menyebutkan bahwa untuk memperoleh penanganan perlindungan hukum, pejuang lingkungan hidup harus mengajukan permohonan perlindungan hukum.
Baca juga: Peraturan Baru Menteri LHK: Pejuang Lingkungan Tak Bisa Dituntut dan Dibalas
Ia mengatakan, pejuang lingkungan hidup harus aktif melakukan permohonan. Padahal, kasus-kasus lingkungan hidup sangat kompleks di mana peran KLHK mestinya lebih aktif tanpa menunggu laporan.
"Terlebih secara waktu yang disebutkan paling lama penilaian susbtansi selama 60 hari. Belajar dari kasus-kasus lingkungan hidup yang diadukan/dilaporkan ke KLHK, banyak kasus pengaduan yang tidak di-follow up secara serius, sehingga kasus-kasus tersebut semakin mengakumulasi konflik," tuturnya.
Ketiga, Khalisah mengatakan, Permen KLHK tersebut tidak menyebutkan tim/lembaga yang bertanggung jawab untuk menjalankan aturan perlindungan bagi pejuang lingkungan hidup.
"Apakah KLHK akan membentuk tim khusus? Karena hanya disebutkan ada tim penilai permohonan," kata dia.
Terakhir, Khalisah mengatakan, pemerintah harus memikirkan bagaimana perjuangan pembela lingkungan hidup dari ancaman kekerasan.
"Mengingat Greenpeace Indonesia merefer ke data Walhi yang menyebutkan 1.054 orang (1.019 laki-laki) dan (28 perempuan) dan 11 anak-anak mengalami kriminalisasi selama 2 periode pemerintahan Jokowi," ucap dia.
Sebelumnya, Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK) menerbitkan Peraturan Menteri Nomor 10 Tahun 2024 yang memberikan perlindungan hukum bagi para pejuang lingkungan hidup secara lebih merinci.
Sentimen: positif (66.5%)