Sentimen
Informasi Tambahan
Event: Pilkada Serentak, Pilkada 2020
41 Daerah Masih Punya Calon Tunggal, Partai Politik Gagal Kaderisasi?
Kompas.com
Jenis Media: Nasional
/data/photo/2024/04/30/66304a992a155.jpg)
JAKARTA, KOMPAS.com - Fenomena calon tunggal kembali mewarnai Pilkada Serentak 2024. Meski Mahkamah Konstitusi (MK) telah memberi kelonggaran melalui Putusan Nomor 60/PUU-XXII/2024, sebanyak 41 daerah masih hanya memiliki satu pasangan calon kepala daerah.
Hal ini memicu pertanyaan mendasar. Apakah partai politik gagal dalam melakukan kaderisasi?
Menurut Manajer Program Perkumpulan untuk Pemilu dan Demokrasi (Perludem), Fadli Ramadhanil, putusan MK itu sebenarnya dimaksudkan untuk memperkuat rekrutmen dan kaderisasi di tubuh partai politik.
"Putusan ini merupakan dorongan kuat dari MK untuk memastikan bahwa partai politik lebih siap dengan kadernya, baik dari internal maupun eksternal," ujar Fadli dalam webinar "Pilkada Calon Tunggal dan Kemunduran Demokrasi Lokal di Indonesia", pada Minggu (8/9/2024), seperti dikutip dari Antara.
Baca juga: UU Pilkada Digugat, Pemohon Minta Ada Opsi Kotak Kosong di Setiap Daerah
Kendati demikian, kenyataan di lapangan menunjukkan hasil yang berbeda. Sebanyak 41 daerah masih dihadapkan pada kenyataan calon tunggal, yang artinya hanya ada satu pasangan calon yang maju tanpa pesaing.
Fadli menilai kondisi ini mencerminkan kegagalan partai-partai politik dalam mempersiapkan figur-figur potensial sebagai calon kepala daerah.
Menurut data awal Perludem, sebelum putusan MK dikeluarkan, 154 daerah diperkirakan berpotensi memiliki calon tunggal. Jumlah ini memang turun drastis setelah putusan MK, tetapi masih menyisakan 41 daerah yang tetap dengan satu calon.
“Seharusnya, dalam rentang waktu 5 tahun dari Pilkada 2020 sampai 2024, partai politik sudah bisa mempersiapkan calon-calon kepala daerah yang kuat melalui kaderisasi dan rekrutmen yang lebih baik,” tegas Fadli.
Baca juga: Kotak Kosong vs Calon Tunggal Pilkada 2024: Bagaimana Mekanisme Pemilu Bekerja?
Putusan MK sebenarnya membuka ruang lebih besar bagi partai politik untuk mengusung pasangan calon tanpa harus bergantung pada koalisi besar.
Tujuannya adalah untuk mendorong partai-partai agar lebih aktif mencari dan menyiapkan calon dari dalam dan luar partai. Namun, di banyak daerah, partai politik justru memilih jalan pintas dengan mengusung calon yang sama, mengakibatkan minimnya kompetisi dalam Pilkada.
Fadli menyayangkan upaya ini belum sepenuhnya dimanfaatkan oleh partai politik.
"Meski sudah ada kelonggaran dari MK, partai politik tampaknya belum siap dalam melakukan rekrutmen dan kaderisasi yang kuat, sehingga calon tunggal masih mendominasi di beberapa daerah," tambahnya.
Baca juga: Mengapa 41 Daerah Hanya Punya Calon Tunggal di Pilkada 2024?
Dengan kondisi ini, pertanyaan yang muncul adalah: apakah partai politik benar-benar menjalankan fungsinya untuk melahirkan pemimpin-pemimpin daerah yang berkualitas? Ataukah fenomena calon tunggal ini menjadi cermin dari kegagalan kaderisasi di tingkat lokal?
Bagi masyarakat, situasi ini tentu saja mengurangi pilihan dan mempengaruhi kualitas demokrasi lokal. Padahal, pilkada seharusnya menjadi momen penting bagi publik untuk memilih pemimpin daerah yang paling tepat, dengan kompetisi yang sehat dan adil.
Fenomena calon tunggal di 41 daerah ini menjadi alarm bagi partai politik untuk lebih serius dalam mempersiapkan kader-kadernya. Masyarakat berharap, ke depan, partai politik bisa lebih aktif dalam menjalankan fungsi kaderisasi dan memberikan pilihan yang lebih beragam bagi para pemilih.
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.
Sentimen: positif (98.4%)