Sentimen
Negatif (94%)
30 Jul 2024 : 15.02

Ribuan WNI Jadi Korban TPPO di Luar Negeri, Dipaksa Lakukan Penipuan "Online"

30 Jul 2024 : 15.02 Views 3

Kompas.com Kompas.com Jenis Media: Nasional

Ribuan WNI Jadi Korban TPPO di Luar Negeri, Dipaksa Lakukan Penipuan "Online"

JAKARTA, KOMPAS.com - Kementerian Koordinator Bidang Pembangunan Manusia dan Kebudayaan (Kemenko PMK) mengungkapkan, korban tindak pidana perdagangan orang (TPPO) yang terkait dengan praktik penipuan daring atau online scamming paling banyak terjadi di Kamboja dan Filipina.

Deputi Bidang Koordinasi Peningkatan Kualitas Anak, Perempuan, dan Pemuda Kemenko PMK Woro Sri Hastuti Sulistyaningrum menyampaikan, terdapat 3.703 korban TPPO yang dipaksa bekerja oleh jaringan pelaku penipuan online internasional.

“Statistik kasus online scam dari periode 2020 sampai Maret 2024 totalnya 3.703 orang. Paling banyak itu dari Kamboja 1.914, kemudian yang kedua Filipina 680,” ujar Woro dalam acara Hari Anti Perdagangan Orang di Jakarta Pusat, Selasa (30/7/2024).

Baca juga: Pemerintah Sebut Judi Online Picu Peningkatan Kasus TPPO

Selain itu, kata Woro, kasus TPPO yang terkait penipuan online banyak ditemukan di Thailand, yakni 360 orang dan Myanmar sebanyak 332 orang.

Berdasarkan penelusuran yang dilakukan Tim Gugus Tugas Pencegahan TPPO, sekitar 40 persen korban berasal dari wilayah Sumatera Utara.

“Kalau kita bicara online scam. kalau kita lakukan pendalaman dengan melakukan sampling saja darin 484 korban tadi itu paling banyak asalnya dari Sumatera Utara,” kata Woro.

“Jadi sebagian besar hampir saya katakan 30 sampai 40 persennya itu dari Sumatera Utara,” ucap dia.

Woro mengatakan, para korban TPPO yang dipekerjakan sebagai pelaku penipuan online itu berasal dari kalangan berpendidikan.

Baca juga: Kemenlu Tengah Selamatkan 5 WNI yang Terjerat Bisnis Online Scam di Myanmar

Mereka terjebak iming-iming bekerja di bidang informasi dan teknologi (IT) di perusahaan luar negeri.

“Korbannya melek teknologi, usia produktif 18 sampai 35 tahun dan bahkan mereka berpendidikan tinggi, ada yang sudah S2,” ucap Woro.

Namun, para korban justru disekap dan dipaksa bekerja tak sesuai perjanjian awal ketika sampai di negara tujuan.

Korban bahkan diancam pemotongan gaji apabila tidak memenuhi target yang ditentukan pengendali bisnis ilegal tersebut.

“Jadi kalau mereka tidak memenuhi targetnya mereka dipotong gajinya. Nah mereka itu tidak boleh kemana-mana, di situ saja mereka bekerjanya. Semacam ada penyekapan, ada eksploitasi saya katakan, makanya itu terjadi TPPO,” kata Woro.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Sentimen: negatif (94%)