Sentimen
Informasi Tambahan
Institusi: Universitas Brawijaya
Mengenal Pendekatan Hukum Deferred Prosecution Agreement dalam Sistem Peradilan Pidana
iNews.id
Jenis Media: Nasional

JAKARTA, iNews.id - Masyarakat Indonesia masih asing dengan istilah Deferred Prosecution Agreement (DPA) dalam pendekatan hukum tindak pidana. Jaksa Agung Muda Tindak Pidana Umum sekaligus penulis Buku Deferred Prosecution Agreement, Asep N Mulyana menyebut, DPA merupakan pendekatan hukum yang mengedepankan paradigma korektif, restoratif dan rehabilitatif.
Asep menjelaskan, dalam pendekatan ini, pelaku tindak pidana bisa diproses dengan mekanisme DPA jika memulihkan dampak perbuatannya.
Baca Juga
Saka Tatal Berterima Kasih kepada Semua Pihak Terhadap Proses Hukum Sidang PK
"Jadi ketika si pelaku mengakui kekeliruannya, kesalahannya, berjanji tidak mengulangi dan mau memulihkan akibat dari perbuatannya, termasuk membayar denda, sejumlah denda pada negara, maka itu bisa diproses dengan mekanisme tadi (DPA)," kata Asep dalam seminar yang digelar Fakultas Hukum Universitas Brawijaya (FHUB) di Jakarta Pusat, Minggu (28/7/2024).
Menurutnya, DPA bukan penegakan hukum dengan pendekatan follow the money, juga bukan semata-mata menindak orangnya saja.
Baca Juga
Ronald Tannur Divonis Bebas, Kuasa Hukum Keluarga Korban Adukan Hakim ke MA, KY hingga KPK
Asep menjelaskan, DPA sudah diterapkan di beberapa negara, seperti Amerika Serikat dan Inggris. Di Indonesia, dia mendorong aset pelaku juga dijadikan subjek hukum.
"Sehingga dalam praktik nanti, (aset) sebagai subjek hukum, maka kita tidak perlu menunggu dulu status daripada orang atau korporasi, tapi bisa ambil tindakan baik dalam bentuk freezing/dibekukan, disita terlebih dahulu," ucapnya.
"Sehingga lebih mudah, lebih cepat untuk kemudian menangani tindak pidana yang kadang kala (asetnya) lebih cepat gerakannya ketimbang gerakan penegakan hukum itu sendiri," kata Asep.
Editor : Reza Fajri
Sentimen: positif (93.4%)