Sentimen
Negatif (100%)
8 Jul 2024 : 02.50
Informasi Tambahan

Agama: Islam

Grup Musik: APRIL

Kab/Kota: bandung

Tokoh Terkait

Sejarah Dekrit Presiden 5 Juli 1959, Latar Belakang dan Isinya

8 Jul 2024 : 02.50 Views 22

iNews.id iNews.id Jenis Media: Nasional

Sejarah Dekrit Presiden 5 Juli 1959, Latar Belakang dan Isinya

JAKARTA, iNews.id - Presiden Soekarno mengeluarkan Dekrit Presiden pada 5 Juli 1959. Sejarah Dekrit Presiden menarik untuk diketahui.

Dekrit Presiden ini menandai dimulainya Demokrasi Terpimpin. Soekarno memiliki peran dominan dalam pengambilan keputusan dan arah kebijakan negara.

Baca Juga

Waduh, Putin Teken Dekrit Kerahkan Pasukan Cadangan ke Ukraina

Dekrit Presiden ini merupakan peristiwa bersejarah dalam ketatanegaraan Indonesia. Dekrit ini memberlakukan kembali UUD 1945 sebagai konstitusi dan membentuk dasar bagi penerapan Demokrasi Terpimpin.

Keputusan ini upaya untuk menggalang persatuan dalam menghadapi tantangan pembangunan bangsa.

Baca Juga

Forum Rakyat Menggugat Gelar Aksi Cetuskan Dekrit Bandung, Minta Pemilu 2024 Diulang

Soekarno mengeluarkan Dekrit Presiden untuk merespons kegagalan Dewan Konstituante dalam merumuskan Undang-Undang Dasar (UUD) yang baru. Menurut sejarah, Dekrit Presiden tersebut berisi keputusan presiden untuk membubarkan Konstituante, pemberlakuan kembali UUD 1945, tidak berlakunya UUD 1950, dan pembentukan Majelis Permusyawaratan Rakyat Sementara (MPRS) dan Dewan Pertimbangan Agung Sementara (DPAS).

Pada tahun 1956, Konstituante ditetapkan dan 544 anggota mengadakan berbagai sidang untuk menyusun UUD baru bagi Indonesia guna menggantikan UUDS 1950. Konstituante merupakan suatu badan perwakilan yang dibentuk dari Pemilihan Umum (Pemilu) tahun 1955. 
Sidang pertama Konstituante diselenggarakan pada 10 November 1956. Sidang-sidang Konstituante selanjutnya tidak membuahkan hasil.

Baca Juga

Gawat, Putin Teken Dekrit Mobilisasi Militer Kerahkan Pasukan Cadangan ke Ukraina

Perdebatan panjang terjadi dalam Konstituante terkait falsafah negara. Kalangan nasionalis mengajukan Pancasila, sedangkan kalangan Islam mengusulkan Islam. Mengingat masing-masing kelompok tidak memiliki suara mayoritas, berbagai perdebatan terjadi dan tidak ada kesepakatan yang bisa diraih.

Bung Karno menekan Konstituante agar mereka sepakat dikembalikannya UUD 1945. Bila itu terjadi, maka Demokrasi Terpimpin dapat dijalankan. Mohammad Natsir, yang mewakili Partai Masyumi, mendukung demokrasi dan menolak otoritarianisme. Ia juga mendukung Islam sebagai dasar negara, menolak sekulerisme, dan menekankan bahwa Islam dan demokrasi dapat saling melengkapi satu sama lainnya.

Pada Sidang Konstituante tanggal 22 April 1959 Sukarno menyampaikan amanatnya di hadapan peserta sidang. Ia menyerukan agar Indonesia kembali menggunakan UUD 1945.

Anjuran Sukarno didukung oleh Partai Nasional Indonesia (PNI) dan Partai Komunis Indonesia (PKI) namun ditolak oleh Partai Masyumi. Sebagai balasan atas usulan pemerintah, kalangan Islam mengusulkan adanya amandemen, dengan memasukkan tujuh kata, yang berkenaan dengan penerapan syariat Islam bagi kaum Muslim, dari Piagam Jakarta ke dalam pembukaan dan ke dalam Pasal 29 (1) UUD 1945.

Tapi usulan kalangan Islam ditolak, mereka juga menolak usulan agar Indonesia kembali ke UUD 1945. Kebuntuan ini membuat Konstituante memasuki masa reses.

Editor : Faieq Hidayat

Sentimen: negatif (100%)