Sentimen
Negatif (100%)
2 Jul 2024 : 01.26
Informasi Tambahan

Institusi: ISESS

Kasus: HAM, korupsi, kekerasan seksual

Tokoh Terkait
Irjen Pol. Midi Siswoko

Irjen Pol. Midi Siswoko

Ajudan Bupati Halmahera Barat Pukul Warga, Kapolda Malut Turun Tangan

2 Jul 2024 : 01.26 Views 27

Pikiran-Rakyat.com Pikiran-Rakyat.com Jenis Media: Nasional

Ajudan Bupati Halmahera Barat Pukul Warga, Kapolda Malut Turun Tangan

PIKIRAN RAKYAT - Ajudan Bupati Halmahera Barat (Halbar) James Uang melakukan pemukulan terhadap salah seorang warga bernama Hardi pada pada 24 Juni 2024. Aksi pemukulan itu terjadi pada saat masyarakat melakukan dengar pendapat bersama James Uang di aula Kantor Bupati Halbar mengenai kelangkaan Bahan Bakar Minyak (BBM) di kabupaten itu.

Warga yang bernama Hardi kemudian menyampaikan aspirasinya di hadapan Bupati Halbar dan sejumlah OPD di lingkup Pemkab Halbar mengenai kelangkaan BBM. Namun terjadi protes antara warga dengan James Uang, yang berujung pukulan yang dilakukan oleh seorang ajudan bupati.

Aksi tersebut berhasil dilerai oleh perwakilan warga dan anggota TNI yang hadir pada saat dengar pendapat.

Ditarik Kapolda

Kapolda Maluku Utara (Malut) Irjen Pol. Midi Siswoko mengatakan bahwa pihaknya sudah menarik ajudan Bupati Halmahera Barat, Brigpol Charles Aniky yang diduga melakukan pemukulan terhadap salah seorang warga di kabupaten terkait untuk dilakukan pemeriksaan.

"Yang bersangkutan sudah ditarik ke Mapolda untuk diperiksa," ucapnya kepada wartawan di Ternate, Senin 1 Juli 2024.

Menurut Midi Siswoko, jika anggotanya tersebut terbukti bersalah, dia akan diproses hukum sesuai ketentuan yang berlaku.

"Posisi kasusnya seperti apa, sehingga masih dilakukan pemeriksaan oleh Propam, termasuk para saksi," ujarnya.

Sanksi Bagi Polisi yang Lakukan Kekerasan Kepada Masyarakat

Pada dasarnya dalam melaksanakan tugas dan wewenangnya, pejabat Polri senantiasa bertindak berdasarkan norma hukum dan mengindahkan norma agama, kesopanan, kesusilaan, serta menjunjung tinggi hak asasi manusia. Hal ini sebagaimana diatur dalam Pasal 19 UU No. 2 Tahun 2002 tentang Kepolisian Negara Republik Indonesia.

Hal tersebut kemudian dituangkan lebih lanjut dalam Pasal 10 Peraturan Kepala Kepolisian Negara Republik Indonesia No. 8 Tahun 2009 tentang Implementasi Prinsip Dan Standar Hak Asasi Manusia Dalam Penyelenggaraan Tugas Kepolisian Negara Republik Indonesia (Perkapolri 8/2009). Dalam tersebut diatur bahwa dalam melaksanakan tugas penegakan hukum, setiap petugas/anggota Polri wajib mematuhi ketentuan berperilaku (Code of Conduct) sebagai berikut:

Senantiasa menjalankan tugas yang diamanatkan oleh undang-undang kepada mereka; Menghormati dan melindungi martabat manusia dalam melaksanakan tugasnya; Tidak boleh menggunakan kekerasan, kecuali dibutuhkan untuk mencegah kejahatan membantu melakukan penangkapan terhadap pelanggar hukum atau tersangka sesuai dengan peraturan penggunaan kekerasan;

Selain itu, dalam Pasal 11 Perkapolri 8/2009, setiap petugas/anggota Polri dilarang melakukan:

Penangkapan dan penahanan secara sewenang-wenang dan tidak berdasarkan hukum; Penyiksaan tahanan atau terhadap orang yang disangka terlibat dalam kejahatan; Pelecehan atau kekerasan seksual terhadap tahanan atau orang-orang yang disangka terlibat dalam kejahatan; Penghukuman dan atau perlakuan tidak manusiawi yang merendahkan martabat manusia; Korupsi dan menerima suap; Menghalangi proses peradilan dan atau menutup-nutupi kejahatan; Penghukuman dan tindakan fisik yang tidak berdasarkan hukum (corporal punishment); Menggunakan kekerasan dan/atau senjata api yang berlebihan.

 Jika polisi harus melakukan tindakan kekerasan, tindakan tersebut harus mempertimbangkan hal-hal sebagaimana disebut dalam Pasal 45 Perkapolri 8/2009, yaitu:

Tindakan dan cara-cara tanpa kekerasan harus diusahakan terlebih dahulu; Tindakan keras hanya diterapkan bila sangat diperlukan; Tindakan keras hanya diterapkan untuk tujuan penegakan hukum yang sah; Tidak ada pengecualian atau alasan apapun yang dibolehkan untuk menggunakan kekerasan yang tidak berdasarkan hukum; Penggunaan kekuatan dan penerapan tindakan keras harus dilaksanakan secara proporsional dengan tujuannya dan sesuai dengan hukum; Penggunaan kekuatan, senjata atau alat dalam penerapan tindakan keras harus berimbang dengan ancaman yang dihadapi; Harus ada pembatasan dalam penggunaan senjata/alat atau dalam penerapan tindakan keras; dan Kerusakan dan luka-luka akibat penggunaan kekuatan/tindakan keras harus seminimal mungkin.

Hal ini juga sejalan dengan Kode Etik Kepolisian yang terdapat dalam Peraturan Kepala Kepolisian Negara Republik Indonesia Nomor 14 Tahun 2011 tentang Kode Etik Profesi Kepolisian Negara Republik Indonesia (“Perkapolri 14/2011”). Dalam Pasal 10 Perkapolri 14/2011, dikatakan bahwa setiap anggota polisi wajib:

Menghormati harkat dan martabat manusia berdasarkan prinsip dasar hak asasi manusia; Menjunjung tinggi prinsip kesetaraan bagi setiap warga negara di hadapan hukum; Sanksi Tegas Cegah Berulangnya Kasus Kekerasan oleh Polisi

Pengamat Kepolisian dari Institute for Security and Strategic Studies (ISESS), Bambang Rukminto menyebut sanksi tegas harus diberikan kepada personel polisi pelaku kekerasan sebagai efek jera agar tidak berulang kejadian serupa. Dia enyoroti faktor-faktor penyebab berulangnya kasus kekerasan oleh oknum polisi, seperti kejadian warga meninggal dunia usai ditangkap polisi di Kabupaten Aceh Utara.

“Kekerasan anggota kepolisian dalam proses lidik dan sidik seorang tersangka di tahanan terus berulang,” ucapnya, Mei 2024 lalu.

Bambang Rukminto menyebut, ada beberapa faktor yang menjadi penyebab berulangnya kasus tersebut. Di antaranya ketidakmampuan penyidik untuk mendapatkan tambahan alat bukti, sehingga memaksa tersangka membuat pengakuan dengan cara-cara kekerasan.

Faktor berikutnya, ketidakpahaman personel kepolisian pada hak asasi manusia (HAM). Juga, sistem peradilan di Indonesia yang masih mengutamakan pengakuan tersangka dibanding dengan alat bukti materiil.

“Di sisi organisasi Polri, tidak ada sanksi yang membuat jera kepada personel yang melakukan kekerasan yang tidak diperbolehkan,” ujar Bambang Rukminto.

Mantan jurnalis itu mengatakan bahwa Polisi satu-satunya institusi yang diberikan kewenangan oleh negara untuk melakukan kekerasan dalam rangka menjaga ketertiban masyarakat dengan cara yang terukur dan diatur selalu standar operasi prosedur (SOP) yang ketat. Maka dari itu, kekerasan tidak boleh dilakukan dengan cara sewenang-wenang yang mengakibatkan hilangnya hak hidup seorang warga negara.

“Kekerasan dengan kesewenang-wenangan dalam bentuk apapun kepada siapa tidak bisa dibenarkan,” kata Bambang Rukminto.

Menurutnya, cara mencegah agar tidak berulang terus menerus kejadian serupa, perlu adanya sanksi tegas sebagai efek jera.

“Tidak adanya sanksi yang memberi efek jera pada personel pelaku kekerasan, mengakibatkan kekerasan dengan motif yang sama terulang di waktu dan lokasi berbeda,” tutur Bambang Rukminto.***

Sentimen: negatif (100%)