Sentimen
Informasi Tambahan
Grup Musik: APRIL
Institusi: UGM
Kab/Kota: Klaten
Pembangunan IKN di Kalimantan Timur Rentan Konflik Lahan, Ini 3 Solusi Pakar Atasi Disintegrasi
Ayobandung.com
Jenis Media: Nasional

LENGKONG, AYOBANDUNG.COM -- Problematika mengenai konflik lahan yang terjadi dalam pembangunan Ibu Kota Negara (IKN) Nusantara ditanggapi oleh beberapa pakar.
Konflik lahan yang terjadi di Kalimantan Timur akibat adanya rumah atau komunitas adat diduga dipaksa untuk meninggalkan tempat merupakan masalah serius yang perlu ditangani oleh pemerintah.
Hal itu dilakukan sebagai upaya untuk mencegah terjadi disintegrasi atau perpecahan sehingga terjadi konflik yang disfungsional.
Meskipun hingga saat ini sejumlah proses persiapan pembangunan ibu kota negara Nusantara telah berlangsung, masalah konflik lahan terhadap komunitas adat ke depan harus disikapi dengan serius.
Apalagi kawasan di IKN berstatus kawasan menjadi kawasan budi daya kehutanan, yang berpotensi menyebabkan konflik lahan di wilayah tersebut.
Diketahui, IKN di Nusantara luasnya 250.6142 hektar di Kabupaten Penajam Paser Utara dan Kabupaten Kutai Kartanegara, Kalimantan Timur.
Baca Juga: Rencana IKN Hadirkan Kereta Cepat yang Lewati 3 Negara Disebut Tanpa Sepengetahuan Malaysia, Kok Bisa?
Kawasan inti akan berada di Kecamatan Sepaku seluas 6671 hektar.
Menurut Emil Klaten, Ketua Dewan Pembina Yayasan Pusaka Bentar Rakyat, ada prinsip penting sebagai panduan utama pemerintah dalam menjalankan pembangunan agar tidak terjadi konflik lahan.
Untuk menghindari konflik lahan, kata dia, beberapa hal perlu dilakukan oleh pemerintah.
"Pertama, penerapan prinsip Free, Prior, and Informed Consent dalam pembangunan. Prinsip ini penting dalam menjalankan pembangunan," katanya dikutip AyoBandung melalui YouTube KONTAN TV pada Sabtu, 06 April 2024.
Kedua, lanjut dia, pemetaan lahan dan lokasi iklim terhadap hutan adat.
Rikardo dari Pakar Hukum Agraria Universitas Gadjah Mada, mengungkapkan langkah awal pemetaan adalah mengumpulkan data seputar kepemilikan lahan atau tanah yang digunakan untuk kawasan ini.
Baca Juga: Sempat Ditentang Jadi Sumber Anggaran Makan Siang Gratis, Ternyata Dana BOS Bisa Dipakai Gaji Guru Honorer dengan Ketentuan Ini
"Ketiga, tata kelola yang mengedepankan ekonomi hijau. Menurut Riche Rahmadewi dari program komunitas konservasi Indonesia, arah pembangunan ekonomi harus difokuskan pada praktik-praktik jasa lingkungan yang sesuai dengan kapasitas masyarakat setempat," jelasnya.
Misal, pemanfaatan air untuk pembangkit tenaga listrik, penerimaan pendapatan dari aksi pelestarian hutan lindung, atau pemanfaatan hasil bumi dari hutan untuk penyelenggaraan agroforestri.
Sebelumnya, Kepala adat suku Dayak Paser Yusni, mengunhkapkan ada bentuk ketidakadilan yang dialami oleh komunitasya.
Ia juga mengatakan kurangnya dialog yang terjadi dengan pemerintah.
Menurutnya, Surat himbauan dari Badan Bank Tanah menjadi tekanan serius bagi masyarakat adat.
Apalagi, kata dia, masyarakat adat berjuang keras mempertahankan tanah warisan mereka, termasuk makam leluhur dan jejak sejarah nenek moyang.
Baca Juga: Kenapa Buka Puasa Identik dengan yang Manis-manis? Ternyata Ini Jawabannya
"Namun, pemerintah cenderung mengambil alih tanah tanpa memperhatikan hak dan kesejahteraan masyarakat adat," katanya dikutip YouTube Tempodotco.
Yusni menegaskan bahwa konflik ini mencerminkan ketimpangan dalam pembangunan di mana meskipun ada ambisi besar untuk proyek infrastruktur, hak-hak masyarakat adat sering kali terabaikan.
Sentimen: negatif (97.7%)