Mahasiswa Korban Perdagangan Manusia Berkedok Magang di Jerman Dibebani Banyak Ongkos, Gaji Dipotong
Pikiran-Rakyat.com
Jenis Media: Nasional

PIKIRAN RAKYAT - Kasubdit V Dittipidum Bareskrim Polri, Kombes Pol Enggar Pareanom, mengungkapkan para mahasiswa yang menjadi korban Tindak Pidana Perdagangan Orang (TPPO) berkedok kerja magang atau ferienjob di Jerman, dibebani berbagai biaya.
Berbagai biaya yang harus dikeluarkan oleh mahasiswa itu mulai dari proses pendaftaran program ferienjob sampai keperluan setelah mereka berada di Jerman.
Enggar menyebutkan, para korban awalnya mendapatkan sosialisasi dari PT CV-Gen dan PT SHB. "Lalu, pada saat pendaftaran, korban dibebankan biaya pendaftaran sebesar Rp150.000 ke rekening atas nama PT CV-Gen dan juga membayar sebesar 150 Euro (sekira Rp2,5 juta) untuk pembuatan Letter of Acceptance kepada PT SHB," katanya pada saat konferensi pers bersama Perkumpulan JalaStoria Indonesia di Jakarta pada Jumat, 5 April 2024.
Ia menambahkan, pembayaran Letter of Acceptance kepada PT SHB itu sebagai tanda bahwa korban sudah diterima untuk bekerja part-time di Jerman.
Tidak berhenti sampai di situ, para korban juga harus membayar sebesar 200 Euro (Rp3,4 juta) setelah Letter of Acceptance terbit. Uang sebesar 200 Euro itu dibayarkan ke PT SHB untuk pembuatan surat izin kerja kepada otoritas Jerman.
Menurutnya, biaya mahasiswa itu awalnya dibebankan lewat dana talangan yang jumlahnya di kisaran Rp30 juta sampai Rp50 juta. Namun, nantinya pendapatan gaji mahasiswa setiap bulannya akan dipotong untuk mengganti dana talangan itu.
"Bukan hanya itu saja. Setelah para mahasiswa tiba di Jerman, mereka langsung disodorkan surat kontrak kerja oleh PT SHB dan working permit untuk didaftarkan ke Kementerian Tenaga Kerja Jerman," katanya.
Surat-surat tersebut berbahasa Jerman sehingga mahasiswa Indonesia tidak bisa memahaminya. "Mengingat para mahasiswa sudah berada di Jerman, jadi mau tidak mau mereka menandatangani surat kontrak dan working permit tersebut," tuturnya.
Enggar menyebutkan, dalam surat kontrak tersebut tertuang berbagai rincian biaya yang harus dikeluarkan oleh mahasiswa, seperti biaya penginapan dan biaya transportasi, selama berada di Jerman. Biaya yang dikeluarkan oleh mahasiswa ini akan dipotong dari gaji mereka per bulannya.
"Korban melaksanakan ferienjob ini dalam kurun waktu tiga bulan, yaitu dari Oktober 2023 sampai Desember 2023," tuturnya.
Enggar mengatakan, kasus TPPO berkedok ferienjob di Jerman ini memakan korban 1.047 mahasiswa dari 33 universitas di Indonesia. Sejauh ini, kepolisian telah menetapkan lima WNI sebagai tersangka, yakni AJ, SS, MZ, ER alias EW, dan A alias AE.
Direktur Eksekutif Perkumpulan JalaStoria, Ninik Rahayu, mengharapkan kasus TPPO yang menimpa ribuan mahasiswa itu bisa diungkap secara lebih terang benderang. Ia mengaku prihatin bahwa kasus TPPO itu bisa terjadi juga di lingkungan sekolah atau kampus.
Menurutnya, kasus ferienjob di Jerman ini menunjukkan bahwa kejahatan seperti TPPO bisa terjadi kepada siapa saja. "Korbannya tidak harus berasal dari masyarakat kalangan ekonomi menengah ke bawah atau tingkat pendidikan tertentu saja. Mahasiswa juga terbukti bisa terjerat TPPO," katanya.
Ninik juga mendesak agar penegak hukum bisa mengambil langkah tegas dalam menangani kasus TPPO. Selain itu, penegak hukum juga bisa memberikan keadilan bagi para korban.***
Sentimen: negatif (96.9%)