Sentimen
Positif (100%)
18 Mar 2024 : 13.26
Informasi Tambahan

Agama: Islam

Grup Musik: IZ*ONE

Kab/Kota: bandung

Tokoh Terkait

LIPSUS: Berbelit, Mahal, dan Lamban, Proses Perizinan Usaha di Kawasan Cagar Budaya Kota Bandung Dikritik

18 Mar 2024 : 13.26 Views 8

Ayobandung.com Ayobandung.com Jenis Media: Nasional

LIPSUS: Berbelit, Mahal, dan Lamban, Proses Perizinan Usaha di Kawasan Cagar Budaya Kota Bandung Dikritik

Oleh: Rahmat Kurniawan, Arif Budianto, Muslim Yanuar Putra

AYOBANDUNG.COM -- Pelaku usaha terutama kuliner di Kota Bandung mengeluhkan proses perizinan di kawasan cagar budaya. Regulasi izin usaha dinilai berbelit, berbiaya mahal, sekaligus lamban.

Seorang pengusaha, HS (48), mengaku, sudah mengurus perizinan usaha kuliner selama satu tahun di salah satu kawasan cagar budaya Kota Bandung, namun hingga kini belum rampung.

"Sistem perizinan sudah digital, tapi malah dipersulit. Pengurusannya lama, sudah memakan waktu lebih dari satu tahun tapi belum beres-beres," kata HS kepada Ayobandung.com, Senin, 19 Februari 2024.

Baca Juga: Pengusaha Keluhkan Rumitnya Birokrasi Perizinan di Kota Bandung

HS mengatakan, ia sudah berusaha menempuh regulasi yang disodorkan Pemerintah Kota (Pemkot) Bandung. Apalagi usaha kuliner yang dirintis berada di kawasan cagar budaya yang perizinannya lebih ketat.

Secara rinci, aturan izin usaha di Kota Bandung tertuang dalam Peraturan Daerah (Perda) Kota Bandung Nomor 10 Tahun 2021 tentang Penyelenggaraan Perizinan Berusaha. Dalam salah satu pasalnya disebutkan aturan Sistem Perizinan Usaha Terintegrasi atau One Single Submission (OSS).

Program tersebut bertujuan untuk mempermudah pengurusan perizinan bagi masyarakat dengan konsep one stop system. Artinya, berbagai izin terpisah bisa diurus dalam satu kali pengurusan.

Dengan aturan itu, HS menemukan banyak kejanggalan dari tahapan-tahapan yang disodorkan oleh pihak Pemkot Bandung terkait hal-hal teknis yang harus dipenuhi oleh pemilik usaha.

"Saya bikin izin usaha restoran, ada perbaikan interior harus bikin Persetujuan Bangunan Gedung (PBG) lagi. Nah, PBG itu karena bangunannya masuk di kawasan cagar budaya, jadi harus ada kajian dari tim ahli cagar budaya. Sementara untuk tim ahli cagar budaya, kita tidak tahu siapa yang ditunjuk oleh dinas mana dan itu berbiaya cukup mahal, puluhan juta," jelasnya.

Dia mengaku tidak mengetahui dan memahami regulasi perizinan yang berbelit serta berbiaya mahal.

"Sementara kita tidak paham, biaya puluhan juta itu masuk buat sebagai PAD (pendapatan asli daerah) Pemda atau masuk ke kantong pribadi. Kedua, belum lagi ada biaya gambar beton, gambar konstruksi, mechanical electrical, dan itu berbiaya juga jutaan rupiah," katanya.

HS menduga, sulitnya perizinan usaha tersebut dijadikan celah untuk praktik-praktik nakal oknum pemerintah demi meraup cuan. Apalagi, skema perizinan melibatkan sejumlah pihak yang telah ditunjuk langsung pemerintah.

Sebagai contoh, pihaknya dibebankan untuk menggunakan jasa tim ahli cagar budaya untuk sejumlah renovasi interior. Biaya yang dipatok pun tak tanggung-tanggung, mencapai Rp50 juta.

"Setelah itu proses yang lain lain juga lama, berbiaya juga. Harus ada gambar konstruksi, gambar sudah ada tapi tetap harus bikin gambar konstruksi, dan itu bayar lagi ke konsultan, ke arsitek yang ditunjuk oleh pemda. Harus ada gambar beton, bayar lagi dengan konsultan yang ditunjuk oleh pemda. Belum mechanical electrical-nya, bayar lagi. Belum nanti izinnya sendiri. Dan setiap tahapan proses nya berbulan-bulan. Izin belum keluar sudah setahun lebih, sementara uang sudah keluar puluhan juta," tegasnya.

"Jadi mereka menyediakan (arsitek). Kita bilang bahwa ini bangunan sudah ada, mengapa mesti ada gambar arsitek lagi? Katanya aturan seperti itu harus ada gambar arsitek dari arsitek yang mereka tunjuk, padahal gambar yang mereka tunjukkan tidak mengubah gambar yang sudah ada, yang kita bikin sendiri," ujarnya.

Hal-hal tersebut dinilai membuat para pelaku usaha merasa keberatan. Dia khawatir, sulitnya regulasi izin usaha yang diterapkan pemerintah akan berdampak pada menurunnya minat investor untuk berinvestasi di Kota Bandung.

"Pelaku usaha itu dipermudah untuk berinvestasi di Kota Bandung, supaya PAD Kota Bandung meningkat. Kalau investasi banyak otomatis mendatangkan pemasukan ke Pemkot Bandung, jangan dipersulit, kalau ini sudahlah dipersulit biaya mahal terus tidak jelas kapan selesai izinnya," katanya.

Baca Juga: Pelaku Usaha Kuliner di Kawasan Cagar Budaya Kota Bandung Ini Keluhkan Biaya dan Lambannya Proses Izin

Ditemui terpisah, Gabungan Industri Pariwisata Indonesia (GIPI) menilai, seharusnya Pemkot Bandung mempermudah perizinan usaha di kawasan cagar budaya.

“Mestinya semua izin dipermudah oleh pemerintah daerah, baik itu untuk restoran atau pariwisata,” kata Ketua GIPI Herman Muchtar kepada Ayobandung.com, Selasa, 20 Februari 2024.

Dari informasi yang dia peroleh, izin usaha OSS bisa dilakukan secara daring. Begitupun dengan izin lainnya yang ditangani satu pintu lewat pelayanan izin terpadu satu pintu. Dengan demikian, semua layanan tersebut bisa memberikan kemudahan bagi pengusaha.

Menurutnya, kemudahan izin bagi para pengusaha sangat penting, mengingat usaha mereka memberikan dampak ekonomi bagi masyarakat. Setiap restoran atau destinasi wisata dibuka, maka akan menyerap tenaga kerja.

“Kafe dan restoran juga berkontribusi terhadap PAD. Banyak uang yang dihasilkan dan masuk PAD,” tegas dia.

Diketahui, PAD Kota Bandung mencapai Rp2,4 triliun, yang sekitar Rp255 miliar-nya didapat dari pajak restoran. Pajak restoran berada di urutan kedua setelah pajak hotel sebesar Rp300 miliar. Total ada sembilan mata pajak yang memberikan pemasukan bagi Kota Bandung.

Asosiasi Kafe dan Restoran (AKAR) Jawa Barat meminta agar pemerintah mengintensifkan sosialisasi. Hal tersebut untuk mempermudah pelaku usaha agar lebih mudah menjalankan usahanya.

Menurut Ketua Harian AKAR Jawa Barat Gan Bondillie yang akrab disapa Bonbon, pada dasarnya pengurusan izin untuk pendirian kafe dan restoran tidak terlalu sulit. Namun terkadang aturan tersebut kurang tersosialisasikan sehingga terkesan ribet.

“Kalau untuk restoran kecil mungkin mudah, tapi kalau untuk menengah dan besar agak ribet pengurusan izinnya. Karena banyak sekali yang harus dipenuhi. Terkadang sudah selesai ini, masih ada lagi aturan itu,” jelas Bonbon kepada Ayobandung.com.

Menurut dia, cafe dan restoran besar terkadang harus memenuhi aturan yang rijit, seperti sampah, instalasi pengolahan air limbah (IPAL), dapur, sertifikasi, dan lainnya. Aturan tersebut sayangnya tidak dijelaskan sejak awal, sehingga terkesan berbelit.

Selain sosialisasi, lanjut dia, aturan terkait perizinan mestinya ditekankan dan diperjelas. Dengan demikian, para pengusaha sejak awal bisa mempersiapkan sebelum membangun usaha.

Baca Juga: Soal Penggunaan Bangunan Cagar Budaya sebagai Tempat Usaha, Bandung Heritage: Harusnya Tidak Rumit

Alih Fungsi Kawasan Cagar Budaya

Penggunaan kawasan maupun bangunan cagar budaya sebagai tempat usaha dinilai memiliki dampak positif. Selain lebih terawat, penggunaan kawasan atau bangunan cagar budaya juga berpotensi menambah pendapatan pemerintah daerah.

"Kita sebut sebagai adaptive reuse (salah satu cara dalam upaya konservasi bangunan) dan itu tidak apa-apa, justru itu jadi preseden yang baik kalau bangunan cagar budaya itu dipakai lagi," kata Bidang jaringan dan kerja sama Bandung Heritage Society, Tubagus Adhi kepada Ayobandung.com, Selasa 20 Februari 2024.

Tubagus mengungkapkan, bangunan cagar budaya di Kota Bandung dibagi menjadi tiga golongan, mulai dari Golongan A, B, dan C. Dari data Peraturan Daerah Kota Bandung nomor 7 tahun 2018, ada 1.062 bangunan cagar budaya yang tersebar di seluruh penjuru Kota Bandung.

Menurutnya, telah banyak kawasan maupun bangunan cagar budaya yang digunakan sebagai objek wisata maupun bisnis.

"Kalau di Jalan Riau (L.L.RE Martadinata) itu kebanyakan golongan A dan B. Status (golongan) ini kota lain tidak mengikuti status ini, di Bandung ikut itu karena ada perda keringanan pajak. Kelas A dapat diskon pajak 70 persen, kelas B 60, kelas C 50 persen, dan itu memang harus diurus ke dinas tidak langsung serta merta, tapi tidak sulit," ungkapnya.

Tubagus tak menampik jika regulasi penggunaan kawasan maupun bangunan cagar budaya tidak mudah. Izin penggunaan akan melibatkan sejumlah pihak, seperti tim kajian cagar budaya.

Meski begitu, dia menilai regulasi tersebut tidak terlalu sulit untuk ditempuh.

"(Harusnya) tidak ribet, cuma memang harus ada audit untuk PBG, kalau mau berubah IMB nya, dilihat kawasannya apakah kawasan pemukiman, lalu kan struktur ruangnya sudah ada tuh tidak boleh diubah karena ada RT RW, sejauh mana intervensi terhadap bangunan, dan sebagainya," ungkapnya.

Dia menuturkan, kawasan maupun bangunan cagar budaya memiliki daya tarik tersendiri untuk para investor bisnis. Pasalnya, kawasan maupun bangunan cagar budaya memiliki nilai positif khususnya untuk pelaku bisnis.

"Iya, rata-rata sesuai dengan aturan, rata-rata mereka berinvestasi di Kota Bandung itu mencari bangunan cagar budaya, bangunan lama, old school, ketika mereka pakai bangunan lama justru efek positif ekonominya lebih tinggi ketimbang mereka bikin sesuatu yang baru," ujarnya.

"Dan ini memang investasi yang tidak murah, bangunan lama, renovasi lagi, dan fungsi baru. Justru ini yang menjadi nilai baru," pungkasnya.

Baca Juga: Ada Ribuan Bangunan Cagar Budaya di Kota Bandung, TACB Dukung Adanya Alih Fungsi

TACB: Arsitek Bangunan Cagar Budaya Harus Ada Kualifikasi Khusus

Kepada Ayobandung.com, Tim Ahli Cagar Budaya (TACB) mengatakan, tercatat ada 1.740 bangunan cagar budaya di Kota Bandung. Rinciannya, bangunan cagar budaya golongan A sebanyak 225, golongan B sebanyak 454, dan bangunan golongan C sebanyak 1.061.

Anggota TACB Kota Bandung David Bambang Soediono menegaskan, pihaknya mendukung adanya alih fungsi atau pemanfaatan kawasan maupun bangunan cagar budaya di Kota Bandung sebagai objek wisata maupun bisnis.

"Kami positif kalau ada pemanfaatan, memberikan fungsi baru terhadap bangunan itu, tidak masalah selama fungsi baru itu bisa menyesuaikan dengan batasan bangunan yang sudah lebih dahulu ada," kata David, Kamis, 22 Februari 2024.

"Jadi positif, karena, kalau bangunan cagar budaya dibongkar kena sanksi pidana, dibiarkan juga akan rusak sendiri," imbuhnya.

David tak menampik jika terdapat tren penggunaan bangunan cagar budaya sebagai lokasi bisnis. Sejumlah kawasan maupun bangunan cagar budaya di Kota Bandung secara berkala menjadi kawasan wisata maupun bisnis.

"(Bangunan cagar budaya) Ganti pemilik juga kan bisa, ganti fungsi bisa, dulu zaman Belanda tempat permukiman sekarang jadi komersial seperti jalan Riau (L.L RE Martadinata) jalan Progo, selama ikut peraturan kota (Perda) itu bisa, bagian dari adaptive reuse," jelasnya.

Meski begitu, David menekankan adanya perlakuan khusus terhadap kawasan maupun bangunan cagar budaya untuk kawasan bisnis. Hal-hal tersebut diatur dalam Undang-undang nomor 11 tahun 2010 tentang Cagar Budaya.

"Setelah ditetapkan sebagai cagar budaya, maka berlakulah semua peraturan yang mengatur cagar budaya. Kalau berubah fungsi, bentuk harus taat kepada aturan yang mengatakan setiap perubahan bentuk, penambahan pengurangan, perubahan itu harus mempunyai izin yang namanya PBG," ujarnya.

Secara umum, TACB biasanya difungsikan untuk melakukan kajian terhadap kawasan maupun bangunan yang diduga masuk dalam kategori cagar budaya.

"TACB pekerjaannya berada pada koridor yang sangat sempit, kalau ada yang lapor benda, bangunan, struktur, kawasan, dan situs yang diduga cagar budaya," kata David.

"Kalau ada objek yang diduga cagar budaya kami diminta melakukan kajian, untuk menentukan apakah cagar budaya atau bukan, hanya penetapan status dan kami merekomendasikan pemerintah setempat antuk menetapkan status," jelasnya.

David menuturkan, TACB merupakan mitra Pemkot Bandung. Dalam hal lebih teknis, TACB biasanya dilibatkan dalam rangkaian permohonan izin usaha di kawasan maupun bangunan cagar budaya.

David tak menampik, jika permohonan izin usaha di kawasan maupun bangunan cagar budaya berbeda dengan permohonan di luar kawasan dan bangunan cagar budaya. Ada aturan yang mengikat baik melalui Undang-undang nomor 11 tahun 2010 maupun Perda Kota Bandung.

"Kajian itu tidak harus dilakukan oleh TACB tapi harus profesional, dia harus menyewa seorang ahli atau arsitektur yang ahli cagar budaya, mengerti cagar budaya, punya spesifikasi khusus dan itu sudah dinyatakan dalam perda," jelasnya.

Namun, David membantah adanya intervensi dari dinas terhadap pemohon izin usaha terkait kawasan maupun bangunan cagar budaya. Dalam hal teknis, pemohon dapat membawa tim secara mandiri asal memiliki kualifikasi yang sesuai dengan aturan.

"Tidak (pengkajian harus dilakukan oleh tim yang ditunjuk oleh dinas), itu keliru. TACB kan dapat honor dari pemerintah, ngapain kita cawe-cawe nyari penghasilan tambahan. Ini yang sering salah masyarakat, seolah TACB ngambil uang malah jadi mahal. Kami mendampingi pemerintah mengarah pemohon, pemohon membentuk tim sendiri ya silakan, sama arsitek negosiasi, ini persepsi yang sering dipelintir," ujarnya.

Baca Juga: Soal Izin Usaha di Kawasan Cagar Budaya, Ini Kata TACB Kota Bandung

Pemkot Bandung Klaim Tidak Mempersulit Izin Usaha

Pemkot Bandung mengklaim tidak pernah mempersulit izin usaha di kawasan maupun bangunan cagar budaya.

Regulasi izin usaha di kawasan maupun bangunan cagar budaya diketahui telah tertuang dalam Peraturan Daerah (Perda) yang mengacu pada Undang-undang nomor 11 tahun 2010 tentang Cagar Budaya.

"Tidak ada semangat mempersulit," kata Sekretaris Daerah (Sekda) Kota Bandung, Ema Sumarna kepada Ayobandung.com, Jumat 23 Februari 2024.

Ema membenarkan ada aturan khusus terkait kawasan maupun bangunan cagar budaya di Kota Bandung. Menurutnya, terdapat regulasi yang mengikat khususnya bagi pemohon izin usaha di kawasan tersebut.

"Bukan masalah kita mempersulit, ikuti aturan mainnya. Tidak ada pelarangan orang untuk memperbaiki dan lain sebagainya, cuma harus sesuai aturan main dalam regulasinya," ungkapnya.

Ema juga tak menampik, jika pihaknya menggandeng tim ahli dalam urusan cagar budaya Kota Bandung. Menurutnya, dinas terkait memiliki kewenangan untuk menyiapkan tim ahli cagar budaya.

"Selama itu regulasi mengakomodir seperti, kemudian mekanisme seperti, ya ikuti," katanya.

*Follow Official WhatsApp Channel AYOMEDIA untuk mendapatkan berita-berita terkini dengan mengklik tautan ini

Sentimen: positif (100%)