Sentimen
Informasi Tambahan
Institusi: UIN, Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah
Tokoh Terkait

Ahmad Tholabi Kharlie
Pertumbuhan Penduduk Melambat: Cerai Naik, Nikah Turun
Fajar.co.id
Jenis Media: Nasional

FAJAR.CO.ID, JAKARTA-- Pertumbuhan penduduk melambat. Angka pernikahan turun, sebaliknya perceraian meningkat.
Angka kesuburan atau total fertility rate (TFR) Indonesia adalah 2,1. Menurut catatan Badan Pusat Statistik (BPS) angka pernikahan di Indonesia makin turun.
Pada 2021 tercatat ada 1.742.049 pernikahan, 2022 1.705.348 pernikahan, dan 2023 1.577.255 pernikahan.
Masih pada data yang sama, perceraian pada tiga tahun tersebut juga merebak. Pada 2021 ada 447.743 perceraian, 2022 terdapat 516.344 perceraian, lalu 2023 menyentuh 463.654 perceraian.
Kepala BKKBN Harto Wardoyo meminta hal ini menjadi perhatian. Alasannya, bonus demografi yang digadang akan terjadi pada 2035 akan cepat selesai. Sehingga jumlah anak atau generasi muda lebih rendah daripada generasi tua.
“Hati-hati ketika populasi orang tua menjadi banyak kemudian anak muda sedikit,” tuturnya dilansir Jawa Pos, Kamis, 7 Maret 2024.
Ini berdampak pada sulitnya untuk keluar dari middle income. Dengan adanya bonus demografi dan peningkatan kualitas SDM diharapkan akan menambah pendapatan per kapita. Dengan cara ini maka Indonesia bisa menjadi negara maju.
Jika salah langkah, bisa jadi Indonesia menjadi negara miskin. “Presiden berulang kali mengingatkan, jangan seperti negaradi Afrika yang sudah memiliki bonus demografi tapi tetap menjadi negara miskin,” ucapnya.
Menurut catatan BKKBN, TFR Indonesia terus turun. Pada 2017 sekitar 2,4. Artinya setiap perempuan melahirkan setidaknya dua sampai tiga anak. Lalu pada 2022 turun menjadi 2,1.
Penurunan jumlah anak yang mampu dilahirkan dalam satu keluarga ini lebih cepat dari prediksi pemerintah.
“Penduduk kita harus seimbang. Kalau boleh TFR jangan kurang 2,1, supaya tidak terjadi minus growth,” ujarnya.
Guru Besar UIN Syarif Hidayatullah Jakarta Ahmad Tholabi Kharlie turut merespons menurunnya tren angka pernikahan di Indonesia. Angka pernikahan yang terdata 1,5 jutaan sepanjang 2023 itu harus dicermati oleh semua pihak terkait.
Untuk mengetahui penyebab penurunan angka pernikahan dalam satu dekade terakhir, perlu dilihat dari berbagai pendekatan. ’’Seperti pendekatan sosiologis, budaya, dan ekonomi,’’ katanya.
Pilihan untuk usia menikah bahkan pilihan perlu menikah atau tidak, dipengaruhi banyak faktor.
Termasuk juga faktor demografi warga bersangkutan. ’’Misalnya mereka itu dari kawasan perkotaan atau perdesaan. Mereka bisa memiliki pandangan yang berbeda,’’ tuturnya.
Kemudian faktor ekonomi seperti besar kecilnya pendapatan seseorang juga menjadi pertimbangan untuk urusan menikah.
Ada fenomena yang paradoksal di lapangan. Di satu sisi tren pencatatan nikah turun dalam sepuluh tahun terakhir. Tetapi di sisi lain pengajuan dispensasi pernikahan mengalami peningkatan.
Dispensasi pernikahan itu adalah permintaan pernikahan bagi orang-orang yang secara usia belum memenuh aturan minimal. Pada 2019 sebanyak 24.856 orang mengajukan dispensasi pernikahan.
Kemudian pada 2020 meningkat menjadi 64.222 orang. Angka tersebut kembali naik pada 2021 sebanyak 62.119 orang dan 2022 sebanyak 52.095 orang.
’’Pengajuan permohonan dispensasi perkwainan itu berasal dari sejumlah daerah,’’ katanya.
Dari NTB, Gorontalo, Kalbar, Sulteng, dan Maluku Utara. Kemudian dari Sulut, Sulbar, Sumbar, dan Kalsel.
Meningkatnya permohonan dispensasi usia perkawinan itu juga harus dicermati secara menyeluruh, utuh, dan tidak parsial. (lyn/wan/jpg/zuk)
Sentimen: positif (99.6%)