Sentimen
Positif (94%)
19 Feb 2024 : 09.49
Informasi Tambahan

Event: Rezim Orde Baru

Kab/Kota: Serang

Kasus: HAM

Tokoh Terkait

'Masa Lalu Biarlah Masa Lalu', Kata Pemilih yang Tak Peduli Isu Pelanggaran HAM Prabowo

19 Feb 2024 : 09.49 Views 15

Pikiran-Rakyat.com Pikiran-Rakyat.com Jenis Media: Nasional

'Masa Lalu Biarlah Masa Lalu', Kata Pemilih yang Tak Peduli Isu Pelanggaran HAM Prabowo

PIKIRAN RAKYAT - Isu pelanggaran Hak Asasi Manusia (HAM) masih terus menyelimuti Prabowo Subianto. Sebab, tuduhan yang dialamatkan kepadanya sampai saat ini tidak pernah disidangkan.

Sehingga publik tidak tahu secara pasti status Capres Nomor Urut 2 itu. Apakah dia bersalah atau tidak dalam kasus penculikan dan penghilangan belasan aktivis pada 1998 pun masih menjadi misteri.

Akan tetapi, ditengah seruan masyarakat, terutama keluarga dan korban tragedi 1998, yang menyerukan penegakkan keadilan terhadap Prabowo Subianto, para pemilihnya tampak tak peduli.

Seperti warga Kecamatan Tanara, Kabupaten Serang, Banten, Taufik Hidayat (28). Dia memilih Prabowo Subianto meski mengetahui isu HAM yang selama ini dituduhkan kepada mantan Danjen Kopassus itu.

"Yang terjadi pada masa lalu biarlah menjadi bagian dari masa lalu," katanya.

"Selama pelanggaran itu tidak ada buktinya, kenapa harus dipersoalkan? Toh itu urusan masa lalu dan saya melihatnya ke depan," tutur Taufik Hidayat menambahkan.

Prabowo Subianto tidak pernah diadili di Pengadilan HAM soal tuduhan penculikan aktivis tahun 1997-1998 yang diarahkan kepadanya. Namun, putusan Dewan Kehormatan Perwira yang dibentuk Panglima ABRI pada 1998 membuat kesimpulan bahwa Prabowo Subianto terlibat dalam penculikan tersebut.

“Saya melihat sosok Prabowo itu gagah sehingga Indonesia nanti bisa disegani oleh negara-negara lain. Itu saja. Lebih keren," ujar Taufik Hidayat.

Tak Goyah oleh Film Dirty Vote

Begitu juga dengan warga kota Serang, Banten, Fajar Sodiq. Dia memilih Prabowo Subianto meski telah menonton film Dirty Vote. Dia juga mengikuti pemberitaan yang membahas dugaan politik kepentingan di balik perubahan syarat calon wakil presiden.

Walau begitu, dia tetap menjatuhkan pilihan kepada Prabowo Subianto. Dia merasa film Dirty Vote berupaya menggiring opini publik untuk mendiskreditkan Prabowo Subianto.

“Film itu kan dibuat oleh beberapa pakar, tapi seperti menghakimi,“ ucap Fajar Sodiq.

Dia mengatakan, memilih Prabowo Subianto karena janji kampanye yang menurutnya realistis: makan siang dan susu gratis.

“Yang saya anggap penting programnya. Kalau itu bisa berjalan, Indonesia bisa maju,” ujarnya.

Mayoritas Orang Kaya dan Berpendidikan juga Pilih Prabowo

Kelompok menengah ke bawah bukanlah satu-satunya kantong suara terbesar Prabowo Subianto. Dia memenangkan suara di hampir di seluruh kategori masyarakat.

Mayoritas orang berpendidikan tinggi (41,7 persen) dan mayoritas orang dari kelompok sosial ekonomi atas (45,6 persen) memberikan suara mereka untuk Prabowo Subianto. Itu adalah data Litbang Kompas dengan rentang kesalahan 1,1 persen, berbasis wawancara kepada 7.863 pemilik suara di semua provinsi pada 14 Februari 2024 lalu.

Profesor ilmu politik dari Badan Riset dan Inovasi Nasional, Firman Noor menyebut publik semestinya tidak perlu heran dengan temuan Litbang Kompas.

“Pendukung Hilter dan rezim otoritarian Soeharto pun banyak yang berasal dari kalangan terdidik,” katanya.

Menurut Firman Noor, transisi yang dijalani Indonesia usai kejatuhan rezim otoritarian Orde Baru pada tahun 1998 tidak serta merta melahirkan masyarakat yang memahami dan menganggap penting makna demokrasi.

Transisi demokrasi pada era Reformasi diselewengkan pimpinan negara yang berkolaborasi dengan elite pengusaha. Konsekuensinya, Indonesia tidak pernah benar-benar mencapai titik demokrasi yang ideal. Masyarakat Indonesia pun lantas memiliki jarak yang besar dengan nilai-nilai demokrasi.

“Jangan bayangkan transisi demokrasi akan selalu berjalan sukses. Ada peran besar dari pimpinan nasional apakah mereka ingin memelihara proses demokratisasi atau tidak,” tutur Firman Noor.

“Harus diingat, ada banyak kelompok yang tidak nyaman dengan demokrasi," ucapnya menambahkan, dikutip Pikiran-Rakyat.com dari BBC.***

Sentimen: positif (94.1%)