Sentimen
Negatif (100%)
7 Feb 2024 : 07.55

Ketua KPU Langgar Kode Etik soal Pencalonan Gibran, Ganjar Pranowo: Mestinya Ada Rasa Malu

7 Feb 2024 : 07.55 Views 27

Pikiran-Rakyat.com Pikiran-Rakyat.com Jenis Media: Nasional

Ketua KPU Langgar Kode Etik soal Pencalonan Gibran, Ganjar Pranowo: Mestinya Ada Rasa Malu

PIKIRAN RAKYAT - Capres Nomor Urut 3, Ganjar Pranowo turut mengomentari pelanggaran kode etik ketua Komisi Pemilihan Umum (KPU) Hasyim Asyari terkait pencalonan Gibran Rakabuming Raka sebagai Cawapres.

Dia menekankan pada pelanggar etika pemilu, agar semestinya memiliki rasa malu dan bertanggung jawab dengan perbuatannya. Mantan Gubernur Jawa Tengah itu mengatakan, pelanggaran etika yang sudah terjadi akan menjadi beban pada pelaksanaan pemilu.

Ganjar Pranowo pun mempertanyakan nasib orang yang melanggar etika tersebut, jika masalahnya sudah diputuskan. Terlebih, dengan adanya peringatan untuk pelaku.

"Mestinya ada rasa malu, mestinya ada permintaan maaf," katanya di Kota Balikpapan, Kalimantan Timur, Selasa 6 Februari 2024.

"Saya tidak yakin mereka berani mengundurkan diri, wong yang di MK mundur saja, dipecat saja, masih menggugat. Saya tidak tahu apakah negeri ini sudah betul-betul kehilangan etika dan moralnya. Maka ini, peringatan yang sangat keras dalam proses demokrasi," tutur Ganjar Pranowo menambahkan.

Merujuk pada pelanggaran etika pemilu tersebut, Ganjar Pranowo pun mengajak masyarakat agar tobat dan sadar, serta kembali pada trek yang benar.

Ketua KPU Langgar Kode Etik

Ketua Komisi Pemilihan Umum (KPU) Hasyim Asyari dan anggota KPU lainnya terbukti melanggar kode etik terkait proses pendaftaran Gibran Rakabuming Raka sebagai calon wakil presiden. Mereka pun dijatuhi sanksi 'peringatan keras terakhir' dari Dewan Kehormatan Penyelenggara Pemilu (DKPP).

Keputusan itu disampaikan ketua DKPP, Heddy Lugito dalam sidang putusan DKPP di Jakarta, Senin 5 Februari 2024. Putusan tersebut diambil, setelah DKPP sebelumnya menerima aduan dari tiga orang terkait putusan KPU tersebut.

"Memutuskan, mengabulkan pengaduan para pengadu untuk sebagian. Menjatuhkan sanksi peringatan keras terakhir kepada Hasyim Asy'ari," katanya.

DKPP juga menjatuhkan "sanksi peringatan keras" kepada enam Komisioner KPU, karena alasan yang sama. Mereka adalah August Mellaz, Betty Epsilo Idroos, Mochamad Afifuddin, Yulianto Sudrajat, Parsadaan Harahap, serta Idham Holik.

Hasyim Asy'ari dinilai melanggar kode etik karena memproses pendaftaran Gibran Rakabuming Raka sebagai cawapres, tanpa mengubah syarat usia minimum capres-cawapres dalam aturan yang ada. Aturan itu adalah Peraturan KPU Nomor 19 Tahun 2023 sesuai Putusan Mahkamah Konstitusi (MK) Nomor 90/PUU-XXI/2023.

Komisioner KPU sejauh ini belum memberikan keterangan resmi atas putusan ini.

Pertimbangan DKPP dalam Putusannya

Dalam pertimbangannya, DKPP mengatakan bahwa KPU seharusnya segera melakukan konsultasi dengan DPR dan pemerintah setelah Putusan MK Nomor 90/PUU-XXI/2023 pada 16 Oktober 2023.

Hal itu diperlukan, agar Peraturan KPU Nomor 19 Tahun 2023 selaku aturan teknis pilpres dapat segera direvisi akibat dampak putusan MK.

"Para teradu baru mengajukan konsultasi kepada DPR pada 23 Oktober 2023, atau 7 hari setelah putusan MK diucapkan," kata anggota DKPP, I Dewa Kade Wiarsa Raka Sandi saat membacakan putusan.

Menurutnya, dalam persidangan, para teradu berdalih baru mengirimkan surat pada 23 Oktober 2023, karena DPR tengah dalam masa reses. Namun, alasan dari KPU terkait keterlambatan permohonan konsultasi dengan DPR dan pemerintah setelah putusan MK, "tidak tepat".

"DKPP berpendapat dalih para teradu terbantahkan karena dalam masa reses dapat dilakukan rapat dengar pendapat, sebagaimana diatur dalam Pasal 254 Ayat 4 dan Ayat 7 Peraturan DPR Nomor 1 Tahun 2020 tentang Tata Tertib," jtutur I Dewa Kade Wiarsa Raka Sandi.

Selain itu, DKPP juga menganggap tindakan para komisioner KPU yang terlebih dulu menyurati pimpinan partai politik sebagai tindakan yang "tidak tepat" dan "menyimpang dari Peraturan KPU".

"Para teradu seharusnya responsif terhadap kebutuhan pengaturan tahapan pencalonan presiden dan wakil presiden 2024 pasca-putusan Mahkamah Konstitusi a quo karena telah terjadi perubahan terhadap syarat capres-cawapres untuk tahun 2024," kata I Dewa Kade Wiarsa Raka Sandi.***

Sentimen: negatif (100%)