Sentimen
Netral (93%)
25 Jan 2024 : 10.54
Informasi Tambahan

Kab/Kota: Flores Timur

Ignas Kleden, Teknokrasi, dan Pemilu 2024

25 Jan 2024 : 10.54 Views 2

Kompas.com Kompas.com Jenis Media: Nasional

Ignas Kleden, Teknokrasi, dan Pemilu 2024

SENIN (22/01/2024) dini hari, Ignas Kleden dipanggil Tuhan. Cendekiawan asal Flores Timur, Nusa Tenggara Timur (NTT) itu menghembuskan napas terakhir di RS Suyoto, Jakarta Selatan (Kompas.com, 22/01/2024).

Kita tak akan lagi mendengar ceramahnya atau membaca tulisan terbarunya. Ignas Kleden adalah cendekiawan besar di republik ini yang pemikirannya cukup mewarnai sejarah kecendekiawanan Indonesia.

Tulisan-tulisannya sangat kritis, jernih, dengan bahasa yang mengalir dan enak dibaca. Tidak hitam-putih dan senantiasa membuka cakrawala. Penuh irisan antara budayawan, sosiolog dan filosof. Ignas Kleden sangat menginspirasi.

Pada 1987, Ignas Kleden menerbitkan beberapa tulisannya menjadi buku berjudul Sikap Ilmiah dan Kritik Kebudayaan (LP3ES, 1987). Buat saya yang waktu itu mahasiswa, buku tersebut sungguh bermakna. Mengenalkan banyak perspektif, sekaligus mengajarkan kesadaran kritis.

Kepergian Ignas Kleden beriringan dengan hajat politik lima tahunan bangsa Indonesia, Pemilihan Umum (Pemilu) 2024.

Berita kepergiannya langsung membawa ingatan saya pada salah satu sudut pandangnya yang disampaikan pada buku terbitan 37 tahun lalu, yang kertasnya sudah menguning.

Di subjudul “Model Rasionalitas Teknokrasi” (bab 4), Ignas Kleden mengangkat isu teknokrasi. Peran pengetahuan dan teknik dipandang makin besar sejalan dengan industrialisasi dunia, termasuk di Indonesia.

Pembangunan dan rekayasa sosial membutuhkan para ahli. Bahkan memunculkan pula kekhawatiran tentang oligarki para ahli.

Menurut Ignas Kleden, teknokrasi pada hakikatnya merupakan suatu “krasi”, suatu bentuk penguasaan atau pemerintahan. Pengetahuan bukan soal kebajikan saja, tapi pengetahuan adalah kekuasaan (knowledge is power).

Namun, sifat-sifat baik dari pengetahuan dan teknik masih terjamin manakala pengetahuan dan teknik masih tunduk dan patuh pada kehendak serta kesadaran manusia. Pengetahuan dan teknik masih mengabdi kepada kepentingan manusia.

Justru di sanalah awal masalahnya, di mata Ignas Kleden, tatkala pengetahuan dan teknik bercumbu dengan industrialisasi dan birokrasi kekuasaan, lalu menjelma menjadi sistem yang seakan-akan mahakuasa.

Untuk mengurainya, Ignas Kleden merujuk warisan Weber. Ia membedakan tindakan seseorang atau sekelompok orang yang berorientasi pada rasionalitas tujuan dan rasionalitas nilai.

Pertama, suatu tindakan didasarkan pada tujuan tindakan tersebut, cara mencapainya dan akibat-akibatnya. Kedua, dalam mencapai suatu tujuan, orientasi utamanya adalah pada nilai-nilai atau norma yang membenarkan atau tidak membenarkan suatu cara tertentu.

Yang khas pada rasionalitas tujuan adalah pedoman normatif tidak diutamakan. Yang terpenting, tujuan tercapai.

Pemilihan cara tidak didasarkan pada norma tertentu. Suatu tindakan disebut rasional bila dalam mencapai tujuannya dapat dilakukan secara efektif dan efisien. Biasanya berdasarkan ukuran biaya.

Sentimen: netral (93.9%)