Sentimen
Netral (48%)
19 Jan 2024 : 03.06
Informasi Tambahan

Institusi: Universitas Indonesia

Kab/Kota: Purwakarta, Amsterdam

Kasus: korupsi

Kenapa Biaya Politik Mahal? Caleg Disulap Jadi 'Sinterklas yang Bagi-Bagi Uang' Walau Belum Tentu Menang

19 Jan 2024 : 03.06 Views 8

Pikiran-Rakyat.com Pikiran-Rakyat.com Jenis Media: Nasional

Kenapa Biaya Politik Mahal? Caleg Disulap Jadi 'Sinterklas yang Bagi-Bagi Uang' Walau Belum Tentu Menang

PIKIRAN RAKYAT - Menurut riset dari lembaga Prajna Research Indonesia pada pemilu-pemilu sebelumnya, biaya minimal yang harus disiapkan seorang caleg adalah Rp1-2 miliar untuk tingkat DPR pusat. Kemudian Rp500-Rp1 miliar untuk tingkat DPRD provinsi dan Rp250-300 juta untuk tingkat DPRD kabupaten/kota.

Pengamat politik dari Universitas Indonesia, Hurriyah menuturkan bahwa mahalnya biaya politik yang ditanggung para politisi yang bertarung dalam pemilu disebabkan oleh model pencalonan dan kampanye yang kandidat sentris.

Artinya, partai politik hanya berperan sebagai penjual tiket pencalonan. Sedangkan beban kampanye, logistik, hingga tim sukses dilimpahkan seluruhnya kepada masing-masing kandidat.

Faktor kedua adalah masifnya praktik politik uang yang kemudian menjadi 'kelaziman untuk dilakukan'. Hal itu juga menciptakan pandangan di masyarakat bahwa para caleg adalah 'sinterklas yang bagi-bagi hadiah'.

“Politik uang merupakan cara instan caleg yang baru turun jelang pemilu ke dapil. Ini adalah konsekuensi dari absennya politik programatik partai dan caleg,” kata Hurriyah.

Terakhir adalah sistem pemilu proporsional terbuka, yang mana seorang caleg dipilih secara langsung berdasarkan suara mayoritas.

“Kontestasi akhirnya menjadi begitu ketat. Satu partai mencalonkan tujuh sampai bahkan sepuluh caleg di satu dapil, belum lagi mereka harus bertarung dengan calon dari partai lain untuk memperebutkan kursi yang sama," tutur Hurriyah.

"Cara-cara instan seperti politik uang menjadi jalan pintas yang diambil,” ucapnya menambahkan.

Pertarungan Jadi Anggota Dewan

Terdapat 9.917 caleg yang bertarung memperebutkan 580 kursi DPR pusat di 84 daerah pemilihan (dapil). Masing-masing calon memiliki rata-rata peluang hanya sebesar 5,8 persen.

Persaingan pun tak kalah ketat di level bawahnya. Misalnya di DKI Jakarta, terdapat 1.818 caleg yang memperebutkan 106 kursi (5,8 persen peluang) DPRD DKI Jakarta. Kemudian, 732 caleg akan memperebutkan 50 kursi (6,8 persen peluang) DPRD Purwakarta.

Secara nasional, terdapat 2.372 kursi DPRD provinsi yang diperebutkan di 301 dapil. Kemudian, 17.510 kursi DPRD kabupaten/kota di 2.325 dapil.

Lalu Apa Dampak dari Biaya Politik yang Mahal?

Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) menilai, mahalnya biaya politik mempengaruhi terjadinya praktik pencurian uang rakyat yang dilakukan oleh para pejabat publik. Berdasarkan survei KPK dan Kementerian Dalam Negeri (Kemendagri), biaya yang dibutuhkan untuk mencalonkan diri sebagai bupati atau wali kota sebesar Rp20-30 miliar.

Alan tetapi, Wakil Ketua KPK Alexander Marwata mengatakan bahwa jumlah biaya politik itu belum tentu membuat kandidat para calon kepala daerah memenangkan kontestasi politik. Sebab, para calon pemimpin itu harus merogoh kocek sekitar Rp50-Rp70 miliar.

"Memang dari survei kami, tidak semua biaya itu dari kantong calon, tapi ada sponsor yang rata-rata adalah para vendor atau pengusaha setempat biasanya pengusaha konstruksi," tuturnya, dikutip Pikiran-Rakyat.com dari BBC.

Sayangnya, biaya yang dikucurkan pengusaha setempat tidak diberikan secara cuma-cuma. Antropolog komparatif dari Universitas Amsterdam, Belanda, Ward Berenschot menilai hal itu akan mereduksi calon-calon yang berkompeten untuk menjadi pejabat publik dan sulit mewujudkan demokrasi berkualitas.

Oleh karena itu, peneliti senior Lembaga studi Asia Tenggara dan Karibia Kerajaan Belanda (KITLV) Leiden tersebut mengatakan bahwa sudah saatnya pemerintah Indonesia mengubah sistem pemilu sehingga bisa mengakomodasi seluruh sumber daya manusia (SDM) yang berkompeten, tanpa harus mengeluarkan uang yang banyak. Salah satu opsi yang Ward usulkan adalah subsidi untuk parpol.***

Sentimen: netral (48.5%)