Sentimen
Informasi Tambahan
Hewan: Babi
Kab/Kota: Sukabumi
Kasus: kebakaran
Tokoh Terkait

Siti Nurbaya
KLHK Klaim Deforestasi Turun, Terendah dalam 20 Tahun Terakhir
Pikiran-Rakyat.com
Jenis Media: Nasional

PIKIRAN RAKYAT - Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan mengeklaim angka deforestasi Indonesia turun. Bahkan jumlahnya menjadi yang terendah dalam 20 tahun terakhir.
Menteri Lingkungan Hidup dan Kehutanan (LHK) Siti Nurbaya mengatakan, pemerintah menunjukkan komitmennya dalam pengendalian perubahan iklim. Kerja sama pemerintah dan seluruh pemangku kepentingan menjadi kunci dari pelestarian lingkungan yang menyeluruh.
Siti mengatakan, keberhasilan di sektor Forestry and Other Land Use (FOLU) merupakan bagian dari kolaborasi yang dilakukan selama ini. "Kerja sama semua pihak dan leading by examples menjadi persoalan lingkungan ini dapat ditekan, seperti halnya deforestasi dan juga kebakaran hutan dan lahan," kata dia.
Penurunan angka deforestasi terlihat dari pemantauan perubahan tutupan hutan yang dilakukan dalam beberapa periode. Berdasarkan Angka Deforestasi Netto Indonesia tahun 2021-2022 mengalami penurunan sebesar 8,4 persen dibanding pada periode sebelumnya yakni 2020-2021.
Baca Juga: FK3I Walhi Jabar Sebut Hampir Setengah Hutan di Jawa Barat Rusak dan Hilang
“Sebagai gambaran umum, data deforestasi mulai periode tahun 1996-2000 hingga periode tahun pemantauan 2020-2021 menunjukkan bahwa deforestasi berhasil diturunkan pada titik terendah dalam 20 tahun terakhir yaitu pada angka 0,11 juta ha. Kemudian, data tahun 2022 menunjukkan angka deforestasi yang lebih menurun lagi hingga 104 ribu hektare dan di tahun 2023 juga lebih menurun lagi,” ujarnya.
Penurunan juga terlihat pada kasus kebakaran hutan dan lahan (karhutla). Total luas lahan yang terbakar turun sebesar 488.066 hektare atau 29,59 persen antara 2019 dan 2023. Pada 2019 lalu tingkat kebakaran lahan mencapai 1.649.258 hektare, kemudian turun signifikan menjadi 1.161.192 hektare pada 2023.
Kemudian berdasarkan pantauan satelit, total titik kebakaran pun berkurang 63,62 persen dari 29.341 titik pada 2019 menjadi 28 341 titik pada 2023.
Siti menyampaikan kebakaran hutan dan lahan meski kondisi 2023 lebih kering dengan kemarau yang panjang. Namun kondisi ini diantisipasi melalui berbagai upaya mulai dari monitoring hotspot, penetapan kebijakan, aksi-aksi di lapangan baik aksi pencegahan, pemadaman, hingga penegakan hukum.
Baca Juga: Macan Tutul Terperangkap Jerat Babi Hutan di Kalibunder Sukabumi, Tim Gabungan Terjun Evakuasi
“Hal ini dapat menjadi indikasi adanya keberhasilan upaya pencegahan kebakaran hutan dan lahan yang efektif. Keberhasilan ini dicapai melalui keterpaduan dan kolaborasi para pihak dalam pengendalian karhutla,” katanya.
Siti juga mengatakan, emosi dari Gas Rumah Kaca (GRK) menurun. Dari hasil perhitungan inventarisasi GRK nasional menunjukkan tingkat emisi GRK pada 2022 sebesar 1.220 Mton CO2e. Angka itu diperoleh dari masing-masing kategori/sektor yakni Energi sebesar 715,95 Mton CO2e, Proses Industri dan Penggunaan Produk sebesar 59.15 Mton CO2e, dan Pertanian sebesar 89,20 Mton CO2e. Kemudian, Kehutanan dan Kebakaran Gambut sebesar 221,57 Mton CO2e dan Limbah sebesar 221,57 Mton CO2e.
Apabila dibandingkan dengan tahun sebelumnya (2021), total tingkat emisi naik sebesar 6,9 persen. Namun tingkat emisi tahun 2022 apabila dibandingkan dengan Business as Usual (BAU) pada tahun yang sama menunjukkan pengurangan sebesar 42 persen.
Siti mengungkapkan berbagai keberhasilan di atas, tidak terlepas dari peran penting masyarakat yang secara partisipatif telah melakukan aksi iklim baik adaptasi maupun mitigasi perubahan iklim di tingkat tapak. Pada tahun 2023, ProKlim telah bertransformasi (rekonseptualisasi) dari semula Program Kampung Iklim menjadi Program Komunitas untuk Iklim.
Baca Juga: Kondisi Hutan di Jawa Barat Diklaim Baik Meski Luasnya Berkurang karena Dipakai Bangun Jalan Tol
“Dengan konsep yang baru diharapkan ProKlim dapat menjangkau kelompok yang lebih luas dan membuka peluang seluruh pihak untuk memberikan kontribusi lebih luas, seperti: komunitas sekolah, komunitas kampus, komunitas pesantren, komunitas penggiat lingkungan, dan komunitas lainnya,” ujarnya.
Keberhasilan negosiasi di tingkat global pun berperan penting bagi kemajuan aksi perubahan iklim Indonesia. Melalui diplomasi dan negosiasi, Indonesia memperjuangkan upaya pengendalian perubahan iklim di tingkat global. Partisipasi dan diplomasi Indonesia, melalui aksi nyata telah memberikan warna dan memengaruhi hasil berbagai negosiasi isu perubahan iklim.
"Aksi-aksi nyata yang telah dilakukan Indonesia menunjukkan bahwa Indonesia lebih awal menginisiasi beberapa aksi pengendalian perubahan iklim sebelum aksi tersebut menjadi komitmen atau keputusan di tingkat global," kata dia.***
Sentimen: positif (78%)