Sentimen
Informasi Tambahan
Grup Musik: APRIL
Kab/Kota: Sumedang
Sesar Cileunyi-Tanjungsari Dua Kali Picu Gempa Merusak di Sumedang
Ayobandung.com
Jenis Media: Nasional

LENGKONG, AYOBANDUNG.COM -- Gempa Sumedang pada Minggu, 31 Desember 2023 lalu sempat diduga berasal dari Sesar Cileunyi-Tanjungsari. Meski dugaan tersebut tidak terbukti, sesar yang memiliki segmen ini ternyata tercatat pernah menyebabkan dua gempa merusak di Sumedang.
Penyelidik Bumi Madya di Pusat Vulkanologi dan Mitigasi Bencana Geologi (PVMBG) Badan Geologi, Supartoyo, mengatakan, Sumedang pernah diguncang gempa kerak dangkal pada 19 Desember 1972 dengan magnitudo 4,5.
“Kerusakan terjadi pada sejumlah bangunan tua,” ujar Supartoyo, dalam webinar bertajuk "Kupas Tuntas Gempa Sumedang", Kamis, 11 Januari 2024.
Baca Juga: Pulau Jawa Dihantui Sesar-sesar Misterius yang Belum Terpetakan
Gempa ini dilaporkan sampai menyebabkan longsor dan nendatan tanah di wilayah Cibunar, Sumedang, Pasaribu, dan Rancakalong. Karena seismograf atau alat pendeteksi gempa masih langka pada saat itu, episenter gempa tidak bisa teridentifikasi dengan baik.
Gempa selanjutnya menggoyang Tanjungsari pada 21 dan 29 April 2010. Saat itu, menurut Supartoyo, terdengar suara dentuman dari dalam tanah yang mengakibatkan kepanikan penduduk, padahal magnitudonya cukup kecil.
"Berdasarkan analisis, kemungkinan gempa bumi yang terjadi pada 1972 dan 2010 berasosiasi dengan sebuah sesar aktif yang berada di barat Sumedang, yang diidentifikasi sebagai Sesar Cileunyi-Tanjungsari," jelasnya.
Sesar Cileunyi-Tanjungsari merupakan sesar mendatar mengiri yang sebarannya mulai dari selatan Desa Tanjungsari, menerus ke lembah Sungai Cipeles, barat Kota Sumedang.
Sesar Cileunyi-Tanjungsari terbagi menjadi dua segmen, yakni segmen barat dengan panjang 6,67 km dan segmen timur dengan panjang 11,3 km. Nilai laju gesernya berkisar antara 0,19-0,48 mm per tahun.
Baca Juga: Seismograf Langka, Sejarah Gempa Sumedang 1955 Diabadikan di Koran-koran Belanda
Peta Sesar Cileunyi-Tanjungsari. (dok. PVMBG)
Sesar aktif ini dekat dengan permukiman karena tanah yang subur dan muka air yang dangkal. Namun, tentunya keberadaan sesar di dekat rumah warga bisa sangat berisiko.
Supartoyo menjelaskan, ada tiga ‘obat mujarab’ untuk mengurangi risiko gempa bumi. Pertama, meningkatkan upaya mitigasi melalui mitigasi struktural dan nonstruktural.
“Mitigasinya belum optimal karena penduduk belum tahu apa yang harus mereka lakukan dan belum ada tempat untuk evakuasi,” ungkapnya.
Kedua, kata dia, atur penataan ruang di kawasan rawan gempa bumi. Berdasarkan data Badan Geologi, Sumedang masuk dalam kawasan rawan gempa bumi tinggi dan menengah.
Baca Juga: Saat Gempa Sumedang Bikin Bingung Geolog
“Artinya, wilayah tersebut berpotensi terkena guncangan gempa bumi dengan skala VI sampai VIII MMI atau lebih,” kata dia.
Ketiga, jelasnya Pemkab Sumedang harus membuat regulasi khusus untuk mitigasi gempa bumi, jangan dikaitkan dengan bencana lain. Regulasi tersebut bisa berbentuk Perda, SK Bupati, yang harus segera disusun.
Sentimen: negatif (99.4%)