Sentimen
Negatif (100%)
12 Des 2023 : 18.27
Informasi Tambahan

Institusi: Dewan Pers

Kab/Kota: Karet

Kasus: korupsi

Tokoh Terkait

Nilai Revisi Kedua UU ITE Ancam Kebebasan Pers, Dewan Pers Ajak Masyarakat Mengkritisi

12 Des 2023 : 18.27 Views 23

Fajar.co.id Fajar.co.id Jenis Media: Nasional

Nilai Revisi Kedua UU ITE Ancam Kebebasan Pers, Dewan Pers Ajak Masyarakat Mengkritisi

FAJAR.CO.ID,JAKARTA — DPR RI dan Pemerintah menyetujui revisi kedua Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2008 tentang Informasi dan Transaksi Elektronik (UU ITE) pada 6 Desember 2023. Aturan itu dinilai masih berpotensi mengancam kemerdekaan pers.

Ketua Dewan Pers, Ninik Rahayu mengatakan, revisi kedua atas UU tersebut juga tidak memberikan perubahan signifikan terhadap pasal-pasal yang selama ini menjadi ancaman kemerdekaan pers.

“Pasal-pasal yang dimaksud antara lain adalah Pasal 27A mengenai distribusi atau transmisi informasi atau dokumen elektronik yang memiliki muatan tuduhan/fitnah dan/atau pencemaran nama baik,” kaya Ninik dikutip dari keterangan resmi, Senin (11/12/2023).

Tidak hanya itu, ancaman lainnya datang dari Pasal 28 ayat (1) dan (2) yang mengancam pelaku penyebaran pemberitahuan bohong dan SARA untuk menimbulkan rasa kebencian atau permusuhan.

“Setiap orang yang melanggar pasal-pasal itu bisa dihukum penjara enam tahun dan atau denda Rp1 miliar,” jelasnya.

Pasal-pasal yang mengatur soal penyebaran kebencian dan penghinaan tersebut dinilai sebagai pasal karet produk kolonial. Yang sebenarnya, kata dia, sudah tidak boleh diberlakukan berdasarkan putusan Mahkamah Konstitusi.

“Pasal 27A, Pasal 27B dan Pasal 28 ayat (1) pada revisi kedua atas UU ITE berpotensi mengebiri pers karena karya jurnalistik yang didistribusikan menggunakan sarana teknologi dan informasi elektronik (di internet) terkait dengan kasus-kasus korupsi, manipulasi, dan sengketa, dapat dinilai oleh pihak tertentu sebagai penyebaran pencemaran atau kebencian,” terangnya.

Dengan ancaman hukuman penjara lebih dari enam tahun, aparat kepolisian dapat menahan setiap orang selama 120 hari, termasuk wartawan, atas dasar tuduhan melakukan penyebaran berita bohong seperti diatur dalam revisi kedua atas UU ITE ini.

“Pasal-pasal itu secara tidak langsung dapat disalahgunakan oleh pihak-pihak tertentu untuk membungkam pers, yang pada akhirnya akan menciderai upaya mewujudkan negara demokratis,” ujar Ninik.

Ia mengatakan pasal-pasal UU ITE tidak dapat digunakan terhadap produk pers sebagai karya jurnalistik yang sudah tegas dan jelas diatur dalam UU Nomor 40 Tahun 1999 tentang Pers. Mengingat implementasi UU ITE sudah diatur dalam Pedoman Implementasi Undang-Undang ITE Nomor 229 Tahun 2021 berdasarkan Keputusan Bersama Menkominfo, Jaksa Agung dan Kapolri.

“Pedoman tersebut menegaskan bahwa untuk pemberitaan di internet yang dilakukan institusi pers, yang merupakan kerja jurnalistik yang sesuai dengan ketentuan Undang-Undang Nomor 40 Tahun 1999 tentang Pers, diberlakukan mekanisme sesuai dengan Undang-Undang Nomor 40 tahun 1999 tentang Pers sebagai lex spesialis bukan UU ITE. Untuk kasus terkait pers perlu melibatkan Dewan Pers,” ucapnya.

Namun demikian, Pedoman No. 229/2021 akan menemui tantangan berat karena norma hukum yang memayunginya justru membuka celah penafsiran yang membelenggu kemerdekaan pers.

Sementara itu, dalam proses legislasi revisi kedua UU ITE, Ninik menyebut tidak ada transparansi dan keterbukaan untuk melibatkan partisipasi publik secara luas. Terutama untuk mendengarkan berbagai masukan dari stakeholder yang berpotensi terdampak.

“Ini menunjukkan ketidakseriusan lembaga eksekutif dan legislatif untuk menjalankan UU Nomor 12 Tahun 2011 tentang Pembentukan Peraturan Perundang-Undangan yang telah diubah menjadi UU Nomor 13 Tahun 2022. Bahkan naskah revisi kedua atas UU ITE yang baru disahkan oleh DPR dan Pemerintah juga sulit diperoleh,” pungkasnya.

Ninik pun mengajak masyarakat dan seluruh komunitas pers untuk bergerak mengkritisi revisi kedua atas UU ITE tersebut.

“Dewan Pers juga menyerukan segenap komunitas pers pada khususnya dan berbagai pihak yang potensial terdampak pada umumnya untuk mengambil langkah konkret bersama-sama mencegah terjadinya kriminalisasi pers yang disebabkan oleh UU ITE atau UU lainnya yang masih mengancam kemerdekaan pers,” tandasnya.
(Arya/Fajar)

Sentimen: negatif (100%)