Sentimen
Informasi Tambahan
Grup Musik: APRIL
Kab/Kota: Pamekasan, Madura
Tokoh Terkait
M Tabrani, Pahlawan Nasional Pejuang "Bahasa Indonesia" asal Madura
Kompas.com
Jenis Media: Nasional
/data/photo/2023/11/10/654db3e1545e3.png)
JAKARTA, KOMPAS.com - Mohammad Tabrani menjadi satu dari enam sosok pejuang yang dianugerahi gelar pahlawan nasional oleh Presiden Joko Widodo pada Jumat (10/11/2023).
Selain Tabrani, Jokowi juga menganugerahkan gelar pahlawan nasional kepada Ida Dewa Agung Jambe dari Bali, Bataha Santiago dari Sulawesi Utara, Ratu Kalinyamat dari Jawa Tengah, Kiai Haji Abdul Chalim dari Jawa Barat, dan Kiai Haji Ahmad Hanafiah dari Lampung.
Pemberian gelar itu berdasarkan Keputusan Presiden Nomor 115-TK-TH-2023 tentang Penganugerahan Gelar Pahlawan Nasional tertanggal 6 November 2023.
Lantas, seperti apa sosok Mohammad Tabrani dan apa saja jasanya untuk negara?
Profil M Tabrani
M Tabrani merupakan figur yang tak bisa dilepaskan dari kemunculan Bahasa Indonesia. Dialah sosok yang memperjuangkan Bahasa Indonesia sebagai bahasa persatuan.
Lahir di Pamekasan, Madura, Jawa Timur, 10 Oktober 1904 dengan nama Mohammad Tabrani Soerjowitjitro, Tabrani merupakan seorang jurnalis.
Baca juga: Jokowi Beri Gelar Pahlawan Nasional untuk 6 Pejuang, Berikut Daftar Namanya
Ia bekerja di Harian Hindia Baru sejak Juli 1925. Pada 10 Januari 1926, Tabrani menerbitkan tulisan berjudul Kasihan sebagai gagasan awal untuk menggunakan nama "Bahasa Indonesia".
Gagasan tersebut didasari dari kentalnya sifat kedaerahan masyarakat Indonesia pada saat itu. Keberagaman menyebabkan masyarakat lebih mementingkan suku atau daerah masing-masing.
Kondisi ini tercermin dari berbagai organisasi pemuda yang kala itu banyak mengusung nama daerah, seperti Jong Java, Jong Celebes, Jong Sumatranen Bond, dan lainnya.
Bukan itu saja, Tabrani juga menorehkan tulisan berjudul Bahasa Indonesia dalam koran Hindia Baru kolom Kepentingan edisi 11 Februari 1926. Dengan tegas ia menuliskan, ”Bangsa Indonesia belum ada, terbitkanlah bangsa Indonesia itu! Bahasa Indonesia belum ada, terbitkanlah Bahasa Indonesia itu!”.
Menolak Bahasa Melayu
Pada Kongres Pemuda Pertama yang digelar 30 April-2 Mei 1926, Tabrani dengan lantang menolak gagasan Mohammad Yamin yang mengusulkan butir ketiga resolusi kongres, yaitu “menjunjung bahasa persatuan, Bahasa Melayu”.
”Nama bahasa persatuan hendaknya bukan Bahasa Melayu, tetapi Bahasa Indonesia. Kalau belum ada, harus dilahirkan melalui Kongres Pemuda Indonesia pertama ini,” kata Tabrani dalam catatan Sebuah Otobiografi M Tabrani: Anak Nakal Banyak Akal, dikutip dari Kompas.id.
Jika bahasa yang digunakan Melayu seperti diusulkan Mohammad Yamin, kata Tabrani, seolah-olah sebutan itu mengandung sifat imperialisme dari Bahasa Melayu kepada bahasa-bahasa lain.
”Karena menurut keyakinan kita, kemerdekaan bangsa dan Tanah Air kita Indonesia ini terutama akan tercapai dengan jalan persatuan anak Indonesia yang antara lain terikat oleh Bahasa Indonesia,” ujar Tabrani waktu itu.
Karena perdebatan antara Tabrani dan Yamin tak mencapai titik temu, akhirnya, pembahasan soal bahasa ditunda sampai digelar kembali Kongres Pemuda Indonesia II pada 1928.
Sentimen: positif (99.9%)