Sentimen
Negatif (100%)
1 Nov 2023 : 14.02
Informasi Tambahan

Kab/Kota: bandung, Bogor, Penggilingan, Seoul, Garut

Mengakhiri Siklus Limbah Industri 'Emas Hitam' ala Java Halu

1 Nov 2023 : 14.02 Views 14

Ayobandung.com Ayobandung.com Jenis Media: Nasional

Mengakhiri Siklus Limbah Industri 'Emas Hitam' ala Java Halu

AYOBANDUNG.COM -- Pesona pegunungan berbentuk kerucut berbalut hamparan hijau pepohonan serta langit biru dihiasi awan putih serupa kapas jadi latar pemandangan kebun kopi Arabika (Coffea arabica), milik Rani Mayasari, di Desa Mekarwangi, Kecamatan Sindangkerta, Kabupaten Bandung Barat.

Udara sejuk menyegarkan karena berada di ketinggian 1300 mdpl membuat perempuan 45 tahun itu tak khawatir dengan terik matahari. Siang itu, Rani sedang panen raya pertama musim ini. Sambil berdiri di sebuah pematang yang diapit deretan pohon kopi setinggi orang dewasa, ia khusyuk memetik satu per satu buah kopi merah ranum.

"Alhamdulillah panen tahun ini cukup melimpah," kata Rani saat ditemui beberapa waktu lalu. "Kemarau tak terlalu berpengaruh terhadap buah. Begitu pula dengan pengolahan pasca panen. Musim kering tak jadi hambatan karena kita tak begitu banyak membutuhkan air."

Baca Juga: Gudang Limbah Sepatu di Cibaduyut Kota Bandung Ludes Dilalap Si Jago Merah

Industri kopi merupakan salah satu kegiatan ekonomi yang banyak memerlukan air bersih dalam pengolahannya. Apalagi jika diolah dengan metode full wash (basah). Kondisi ini menjadi kekhawatiran karena berpotensi mengikis sumber air bersih bagi masyarakat.

Guna mengantisipasi hal itu, Rani memilih metode pengolahan kopi secara natural. Di mana, biji kopi ranum yang telah dipetik langsung dikeringkan di atas alas berbentuk persegi panjang yang terbuat dari bambu untuk menghasilkan fermentasi alami.

"Kita memilih ceruk pasar kopi specialty dengan metode natural agar menekan penggunaan air bersih," terang Rani. "Berdasarkan penelitian, secangkir kopi yang anda nikmati menghabiskan 140 liter air dalam proses pengolahannya. Sejak dari kebun, roaster dan brewer, sampai terhidang di meja. Jadi kita pilih gunakan metode natural supaya air bersih yang digunakan lebih hemat 30 persen," jelas dia sambil membawa hasil panen kopi ke lokasi penjemuran.

Rani merupakan petani sekaligus pegiat usaha di bidang agroindustri kopi. Sejak 5 tahun silam, ibu satu anak itu mendirikan Java Halu Farm yang konsisten memproduksi "Emas Hitam" dengan konsep ekonomi sirkular guna keberlanjutan lingkungan. Sebisa mungkin, aktivitas industri pertanian yang dijalankan tak berdampak negatif terhadap alam dan mempraktikkan tata laksana bebas sampah atau zero waste.

Baca Juga: Industri Mesin Indonesia-China Bangun Jaringan Lewat Machinex The Industrial Network

Peta jalan menuju tekad nol sampah dan karbon pun disusun. Mulai dari sektor hulu, yakni bercocok tanam menekan laju deforestasi, dan penggunaan pupuk organik. Tak lupa sektor hilir yakni pengolahan pasca panen dengan pemanfaatan teknologi ramah lingkungan, menekan sampah dan limbah, serta serangkaian inisiatif lainnya.

"Kami ingin kopi produk Java Halu itu punya rasa enak dan tak berdampak negatif bagi lingkungan," jelas dia.

Mengakhiri siklus limbah industri 'Emas Hitam' ala Java Halu (Ayobandung.com/Restu Nugraha)

Dampak Negatif Industri Kopi

Tren industri kopi dari tahun ke tahun terus meningkat. Hal ini ditandai dengan menjamurnya kedai dan kafe di kota hingga pelosok desa serta meningkatnya kebiasaan masyarakat untuk minum kopi. Kondisi ini membuat jumlah lahan pertanian kopi ikut bertambah guna memenuhi kebutuhan pasar.

Berdasarkan data Badan Pusat Statistik tahun 2020, Provinsi Jawa Barat menempati urutan ke delapan untuk angka produktivitas kopi nasional yaitu 786 kilogram per hektar. Berdasarkan data Dinas Perkebunan Provinsi Jawa Barat mengenai hasil produksi kopi di kabupaten/kota di Jawa Barat, Kabupaten Bandung, Kabupaten Garut, dan Kabupaten Bogor menjadi wilayah dengan hasil produksi kopi terbanyak sebesar 7.772 ton, 4.639 ton, dan 3.654 ton di tahun 2021.

Sedangkan berdasarkan data Dinas Ketahanan Pangan dan Pertanian (DKPP), luas perkebunan kopi di Bandung Barat mencapai 3.383,945 hektar dengan rincian luas lahan kopi arabika 2.810,685 hektar, dan kopi robusta 573,260 hektar. Dari luas lahan itu, produksi kopi Bandung Barat mencapai 1.341.565 ton per tahun.

Meningkatnya perkebunan dan industri kopi tentu harus jadi alarm bagi keberlanjutan lingkungan. Pasalnya, setiap tahap perjalanan kopi, dari biji hingga cangkir, berpotensi mengeluarkan karbon ke atmosfer. Di Kosta Rika misalnya, para peneliti menemukan kegiatan agroindustri kopi menghasilkan jejak karbon 4,82 kg CO2 per kilogram kopi hijau.

Baca Juga: Akademisi Tegaskan Peluang Kerja Industri Tekstil Masih Terbuka

Dari jumlah tersebut, 31% diproduksi di pertanian dan pabrik, sedangkan 45% diproduksi untuk konsumsi, dengan penggunaan pupuk, air limbah yang tidak diolah dari proses penggilingan basah, dan penggunaan listrik untuk menyeduh kopi sebagai sumber utama.

Meskipun jumlah ini mungkin tampak relatif kecil, namun angkanya diprediksi akan bertambah dengan cepat. Secara global, sekitar 400 miliar cangkir kopi dikonsumsi setiap tahun – dan angka tersebut diperkirakan akan terus meningkat.

Mengakhiri siklus limbah industri 'Emas Hitam' ala Java Halu (Ayobandung.com/Restu Nugraha)

Mengakhiri Siklus Limbah

Java Halu sadar betul dengan adanya potensi kerusakan lingkungan imbas meningkatnya industri kopi. Maka selain menekan pemakaian air dan mencegah deforestasi di lahan pertanian, pengolahan kopi yang ditetapkan dibarengi dengan langkah memutus siklus limbah yaitu dengan membuat produk briquete, magofire dan fire starter.

"Limbah cair kita buat terasering dan IPAL komunal. Sedangkan untuk limbah padat, kami buat jadi briquete, makanan magot, dan fire starter," paparnya.

Rani menerangkan, limbah padat dan cair dari tahapan pengolahan kopi bisa mencemari lingkungan. Misalnya, sampah kulit kopi yang dibuang begitu saja akan mempengaruhi tingkat keasaman (pH) tanah atau air di alam. Jika tingkat keasaman tinggi, maka unsur hara, mikrobiologi, dan kesuburan tanah akan terganggu.

Baca Juga: Ingin Mirip Sungai di Seoul, Cikapundung Masih Dipenuhi Limbah dan Sampah: Hasil Kerja Sama Bandung dan Korsel

"Kalau limbah industri kopi ini gak diperhatikan. Maka akan mencemari tanah dan air. Tanah sulit ditanami lagi, sedangkan air gak murni lagi," katanya.

Cara untuk mengakhiri siklus limbah industri 'Emas Hitam' ala Java Halu (Ayobandung.com/Restu Nugraha)

Bukan hanya memutus siklus limbah, kata Rani, bahkan dua produk pengolahan sampah kopi ini berhasil menarik buyer luar negeri yakni produk berupa beriket dan juga fire starter.

"Kalau di luar negeri itu empat musim. Kalau dia musim dingin kan butuh perapian nah kalo nyalain perapian kan pakai kimia, nah kalau kita nggak pakai spirtus, tapi pakai limbah kopi," katanya. "Jadi bahannya organik dan negara-negara maju suka dengan yang organik. Kemarin kita sudah ekspor ke Korea," tambahnya.

Tak hanya limbahnya, produk kopi specialty dari Java Halu sejak tahun 2019, telah menembus pasar dunia. Tahun ini, Rani bersama 160 anggota kelompok tani berhasil ekspor 25 ton kopi ke Eropa, Amerika, dan Timur Tengah. Capai ini diraih berkat kerjasama dengan berbagai pihak mulai dari pemerintah pusat, Pemda, hingga swasta dan perbankan.

"Terakhir kita kerjasama dengan Bank Indonesia. Kami jadi UMKM binaan mereka. Alhamdulillah kita tak hanya didukung dari sisi pendanaan, tapi juga difasilitasi kebutuhan teknologi yang menunjang kualitas produksi. Bahkan kita juga dikasih edukasi dan promosi," tandasnya.

Sentimen: negatif (100%)