Sentimen
Negatif (100%)
24 Okt 2023 : 18.31
Informasi Tambahan

Event: Pilkada Serentak

Institusi: UNJ

Jalan Terjal Prabowo-Gibran Usai Deklarasi: Jokowi Ikut Campur, Potensi Digugat, Amunisi Bagi Lawan

24 Okt 2023 : 18.31 Views 16

Pikiran-Rakyat.com Pikiran-Rakyat.com Jenis Media: Nasional

Jalan Terjal Prabowo-Gibran Usai Deklarasi: Jokowi Ikut Campur, Potensi Digugat, Amunisi Bagi Lawan

PIKIRAN RAKYAT - Ketua Umum Gerindra, Prabowo Subianto akhirnya resmi mengumumkan Gibran Rakabuming Raka sebagai bakal calon wakil presidennya (Cawapres). Putra sulung Presiden Jokowi itu digaet, berdasarkan kesepakatan para pemimpin partai politik yang tergabung dalam Koalisi Indonesia Maju (KIM).

Dipilihnya Gibran Rakabuming Raka yang masih berusia 36 itu tidak lepas dari putusan Mahkamah Konstitusi (MK) mengenai batas minimal Capres-Cawapres pada Senin 16 Oktober 2023. Putusan itu memberi ruang kepada calon presiden dan calon wakil presiden di bawah usia 40 tahun untuk maju di Pilpres, dengan syarat pernah menjabat sebagai kepala daerah.

Akan tetapi, putusan MK tersebut tidak serta merta membuat pasangan Prabowo Subianto-Gibran Rakabuming Raka aman. Pasalnya, mereka akan menghadapi jalan terjal atas keputusan yang diambil tersebut.

Baca Juga: NasDem Umumkan Empat Komponen di Timnas AMIN, Ketua Tim Akan Diumumkan Sebelum 25 Oktober 2023

Legalitas Berpotensi Digugat

Pakar hukum tata negara dari Sekolah Tinggi Hukum Indonesia Jentera, Bivitri Susanti mengatakan bahwa terdapat dua pintu hukum yang berpotensi digunakan untuk mengugat legalitas pasangan Prabowo Subianto dan Gibran Rakabuming Raka. Pertama, potensi dugaan ada atau tidaknya konflik kepentingan dalam putusan MK terkait batas usia yang menjadi pintu masuk Gibran Rakabuming Raka menjadi Cawapres Prabowo Subianto.

"Dalam UU MK ada pasal yang mengatakan bila ada benturan kepentingan maka putusan itu tidak sah. Ini masih belum masuk radar, dan belum ada yang memasalahkan, tapi potensi itu ada," tuturnya.

Pintu lain adalah dengan mempermasalahkan mekanisme yang dilakukan KPU dalam menyikapi putusan MK itu. Pasalnya, KPU menyikapi putusan melalui cara mengirimkan surat ke partai politik, bukan dengan perubahan PKPU.

"Persyaratan capres dan cawapres sah atau tidak karena hanya melalui surat KPU, bukan perubahan peraturan KPU. Dua legalitas itu yang menjadi ranah abu-abu yang berpotensi dimanfaatkan," ujar Bivitri Susanti.

Lebih luas dari sekadar pasangan Pilpres 2024 itu, dia menyoroti dampak buruk dari putusan MK itu pada proses penyelesaian konflik hasil pemilu 2024 di MK, baik pilpres, pileg, hingga pilkada.

"Bayangkan tahun depan kalau MK sudah diolok-olok dan direndahkan seperti sekarang karena kelakuan sendiri, lalu dia (MK) bilang si X menang. Lawannya sudah tidak percaya dengan MK, publik juga tidak percaya dengan MK," kata Bivitri Susanti.

"Maka akan dengan mudah meletupkan emosi orang-orang kalah jadi konflik, artinya nanti konflik tidak bisa dikelola kalau lembaga penyelesai konflik sudah tidak punya legitimasi," ucapnya menambahkan.

Baca Juga: Ini Anggota Majelis Kehormatan MK, Bakal Usut Laporan Dugaan Pelanggaran Kode Etik Hakim Konstitusi

Campur Tangan Jokowi

Pakar hukum tata negara, Feri Amsari melihat majunya Gibran Rakabuming Raka menunjukkan bahwa Prabowo Subianto mendukung gagasan dinasti politik. Menurutnya, keputusan mengajak putra sulung Jokowi itu juga akan menjadi bumerang bagi Prabowo Subianto dalam menjalankan pemerintahan.

"Saya yakin kalau ini pasangan menang pun, ikut campur Jokowi dalam berbagai birokrasi yang ditangani anakanya akan tinggi, dan itu tidak sehat bagi pemerintahan," katanya.

Amunisi Bagi Lawan

Direktur Eksekutif Indostrategic, Ahmad Khoirul Umam menilai putusan MK yang menjadi 'karpet merah' bagi Gibran Rakabuming Raka sebagai pendamping Prabowo Subianto berpotensi menjadi amunisi dalam menjatuhkan pasangan tersebut.

"Hal itu akan menjadi amunisi yang sangat efektif untuk mendegradasi dan menghancurkan kredibilitas pencapresan mereka," ucapnya.

Menurut Ahmad Khoirul Umam, caranya adalah dengan mempermasalahkan secara hukum putusan MK itu, menunjukkan adanya konflik kepentingan atau tekanan politik yang merusak independensi dan netralitas hakim.

Baca Juga: PSI Akan Gabung Koalisi Indonesia Maju, Usung Prabowo-Gibran di Pilpres 2024

Dinasti Jokowi

Analis sosial politik dari Universitas Negeri Jakarta, Ubedilah Badrun mengatakan bahwa penunjukkan Gibran Rakabuming Raka menjadi pendamping Prabowo Subianto menyempurnakan dinasti politik Jokowi.

"Putusan MK pintu sempurnanya dinasti politik Jokowi karena dengan putusan itu pintu untuk anak Jokowi, Gibran menjadi bakal cawapres. Putusan itu diketuk oleh paman iparnya sendiri sebagai Ketua MK," katanya.

Direktur Eksekutif Voxpol Center Research & Consulting, Pangi Syarwi Chaniago menuturkan bahwa dinasti politik secara sederhana adalah sebuah praktik pewarisan kekuasaan politik kepada anggota keluarganya tanpa melalui sistem yang didasarkan pada kapabilitas.

"Praktik politik dinasti sudah menjadi kebiasaan buruk para politisi yang menjadi ancaman serius terhadap penurunan kualitas demokrasi itu sendiri," ujarnya.

Menurut survei Voxpol Center, mayoritas masyarakat atau sekitar 69,3 persen tidak setuju adanya praktik politik dinasti. Sementara mayoritas lainnya, sebesar 67,9 persen percaya bahwa praktik semacam ini dapat merusak kualitas demokrasi.

"Bahkan, sebanyak 74,8 persen responden mendukung adanya regulasi yang membatasi praktik politik dinasti," ucap Pangi Syarwi Chaniago.

Selain itu, penunjukkan Gibran Rakabuming Raka sebagai anak presiden yang maju menjadi cawapres pada Pilpres 2024 mendatang juga mendatangkan potensi penyalahgunaan kekuasaan.

"Terutama karena presiden masih berkuasa dan memegang kendali penuh hingga hari H pencoblosan. Hal ini mengancam prinsip dasar demokrasi yang harus dijunjung, yaitu kesetaraan dalam demokrasi," kata Pangi Syarwi Chaniago, dikutip Pikiran-Rakyat.com dari BBC.***

Sentimen: negatif (100%)