Sentimen
Negatif (79%)
4 Okt 2023 : 08.19
Informasi Tambahan

Institusi: Korpri

Kab/Kota: Purwokerto

Kasus: korupsi

Tokoh Terkait

Jokowi Sebut Anggaran yang Diecer ke Dinas-dinas Hanya Jadi Beban: Saya Ngerti Betul di Lapangan

4 Okt 2023 : 08.19 Views 7

Pikiran-Rakyat.com Pikiran-Rakyat.com Jenis Media: Nasional

Jokowi Sebut Anggaran yang Diecer ke Dinas-dinas Hanya Jadi Beban: Saya Ngerti Betul di Lapangan

PIKIRAN RAKYAT - Presiden Joko Widodo (Jokowi) mengatakan bahwa dana APBN dan APBD yang 'diecer' ke dinas-dinas tidak akan secara konkret merealisasikan program pembangunan. Baginya, cara demikian hanya membuang-buang uang negara.

Daripada terlalu banyak dialokasikan ke dinas-dinas, Jokowi ingin agar proses itu dipangkas saja, sehingga uang langsung jelas peruntukannya bagi pembangunan. Dia meminta desain alokasi APBN dan APBD difokuskan untuk program pemerintah.

"APBN, APBD, jangan terlalu banyak diecer-ecer ke dinas, dinas, dinas. Nanti, dinas di bawahnya (ada) apa (lagi)? Sekarang, karena berubah-ubah terus, apa kabid ke kabag, ke kasie, misalnya," kata dia, saat membuka Rakernas Korps Pegawai Republik Indonesia (Korpri) 2023 di Jakarta, Selasa, 3 Oktober 2023.

"Kalau seperti itu, enggak akan jadi barang," kata Jokowi lagi.

Baca Juga: Kejagung Geledah Kantor Kemendag Usut Dugaan Korupsi Impor Gula

Presiden lantas mengingatkan, alokasi anggaran yang sedikit-sedikit, misalnya 5 persen ke setiap dinas justru hanya akan menambah beban apabila APBD mengalami kenaikan.

Alangkah lebih baik, kata Jokowi, dana langsung dialokasikan pada program. Ia mengambil contoh prioritas alokasi APBN-APBD, misal untuk pembuatan waduk di suatu kabupaten atau penambahan embung setiap tahun.

"Tidak semua dinas diratain tambahan anggarannya sama lima persen, (kalau) ada kenaikan anggaran (nanti) semuanya (naik juga) lima persen. (Harus) Ada prioritas dong. Mana yang harus didahulukan, mana yang jadi skala prioritas kita," kata Jokowi, tegas.

Jokowi berbicara demikian bukan hanya sebagai Presiden RI. Dia mengatakan dirinya paham betul kondisi di lapangan, menyangkut alokasi anggaran. Peran terdahulunya sebagai wali kota, gubernur, hingga presiden dua periode membuat area itu telah khatam ia selami.

Baca Juga: MK Tolak Gugatan UU Cipta Kerja, YLBHI Serukan Masyarakat Terus Melawan Secara Konstitusional dan Aksi Jalanan

"Saya mengalami karena saya pernah jadi wali kota dua kali, pernah jadi gubernur, pernah jadi presiden dua kali. Enggak ada di Indonesia seperti itu. Dari bawah, wali kota dua kali, gubernur, presiden dua kali. Jadi, saya nyelami betul, ngerti betul situasi di lapangan seperti apa," ujarnya.

Jokowi Kritik Rumitnya Birokrasi

Presiden Joko Widodo (Jokowi) bercerita soal pengalamannya mengupayakan birokrasi antiruwet di Indonesia. Dia mengatakan pernah mencabut 3.300 peraturan daerah (perda) dengan pengaturan birokrasi rumit, namun justru kalah di persidangan.

Hal itu disampaikan Jokowi ketika membuka Dia mengatakan, upaya hukum pencabutan peraturan tersebut berjalan selama kurang dari tiga bulan, namun hasilnya tak memenuhi harapan Jokowi.

Baca Juga: Ratusan Ojol di Purwokerto Gelar Aksi Unjuk Rasa, Klaim Dieksploitasi dan Bawa 6 Tuntutan

"Saya pernah mencabut 3.300 perda. Cabut udah, (saya) sampaikan ke mendagri, cabut. 'Iya, Pak, kita cabut' (jawab Mendagri). Lewat kajian, lewat kalkulasi, cabut. Enggak ada tiga bulan, digugat di mahkamah. Kalah, kalah," kata Jokowi.

Jokowi melanjutkan, sistem prosedur birokrasi rumit dan berbelit-belit sudah membudaya dan mengakar di Tanah Air. Baginya, terlalu banyak aturan kurang efisien yang diterapkan di negeri ini, namun sukar untuk dihapuskan.

Prosedur berbelit-belit, kata Jokowi wajib diperbaiki, terutama pada perda yang notabenenya mengatur laju pemerintahan di berbagai tingkatan, dari mulai provinsi, kabupaten, juga kota.

"Kita membutuhkan mesin (birokrasi) dengan tenaga yang kuat, yang efisien, yang tidak menyebabkan bensin itu boros, yang tidak segera panas, tidak mudah panas, ngebut tapi adem terus, yang dibutuhkan sekarang itu," ujar Jokowi. ***

Sentimen: negatif (79%)