Sentimen
Informasi Tambahan
Kab/Kota: Kendal, Rembang
Alissa Wahid Kritik Cara Pandang Pemerintah dalam Membangun, Sebut Hal Wajar Jika Rakyat Melawan
Fajar.co.id
Jenis Media: Nasional

FAJAR.CO.ID,JAKARTA — Koordinator Nasional Jaringan Gusdurian Alissa Wahid menyoroti cara pemerintah melakukan pembangunan. Rakyat selalu dilihat lemah.
Hal itu ia ungkapkan menyusul konflik agraria di beberapa wilayah di Indonesia. Mulai dari Rempang dan Pohuwatu Gorontalo.
“Jelas sekali semua kasus spt ini berasal dari persoalan cara memandang Rakyat dalam agenda pembangunan. Di tempat-tempat berbeda itu, Rakyat tidak ujug-ujug marah,” kata Alissa dikutip dari unggahannya di X, Senin (25/9/2023).
Meski demikian, ia mengatakan wajar jika rakyat marah ketika tanahnya ingin diambil. Entah dengan cara kasar atau lembut.
“Ketika tanah mereka diambil, baik dengan intimidasi soft maupun kasar, wajar Rakyat mulai melawan. Mereka tidak butuh orang luar,” ujarnya.
Alissa mengaku kerap bertemu dengan pejabat, yang selalu memandang rakyat dengan lemah dan bisa dikorbankan. Rakyat, kata Alissa dipandang para pejabat itu tidak kengetahui persoalan bangsa dan negara.
“Menganggap Rakyat boleh dikorbankan. Yang menganggap Rakyat tak tahu diuntung sudah dapat ganti rugi besar. Ganti rugi,” jelasnya.
“Para pejabat ini menganggap urusan tanah hanya urusan harga yang lebih tinggi. Bukan soal jatidiri, sejarah, dan penghidupan sang Rakyat,” tambahnya.
Anggapannya, rakyat jika dipindahkan bisa mendapat hidup lebih baik. Padahal jika demokian, Alissa menyebut pemerintah bisa membantu rakyay di rumahnya sendiri. Tanpa harus dipaksa pindah.
Ia mengenang saat ketemu warga Wadas, yang juga tempat tinggalnya akan digusur. Dari pertemuan itu, warga yang ditanyainya bercerita rela pindah karena memang selama ini hanya menyewa tanah dari negara. Padahal warga itu punya sertifikat.
Sewa yang dimaksud, karena para warga selalu membayar pajak. Pajak itu disebut sebagai biaya sewa.
“Ya Allah, saya sedih banget waktu denger ini. Misleading sekali,” ujar Alissa.
Ia mengatakan, konflik agraria seperti yang ada saat ini, akan terus terjadi. Jika pemerintah memandang rakyat dengan cara demikian.
“Selama Rakyat dipandang rendah & lemah, boleh dikorbankan, atas nama pembangunan yang berpihak hanya pada keleluasaan bisnis, selama itu pula kisah-kisah tragis seperti Pubabu, Pohuwato, Kendeng, Rembang, Sukolilo Kendal, Lampung, dan Rempang akan terus terulang,” pungkasnya.
“Sampai kapan?” tandasnya.
(Arya/Fajar)
Sentimen: negatif (93.8%)