Sentimen
Informasi Tambahan
Kab/Kota: Tiongkok
Kasus: HAM
Tokoh Terkait

Manager Nasution
Solidaritas Nasional untuk Rempang Beber Temuan Konflik Pulau Rempang, Peneliti KontraS Ungkap Ini
Fajar.co.id
Jenis Media: Nasional

FAJAR.CO.ID, JAKARTA -- Solidaritas Nasional untuk Rempang menemukan delapan temuan terkait dampak kekerasan di Rempang pada 7 September. Pengerahan kekuatan negara yang berlebihan menimbulkan korban dari masyarakat.
”Setidaknya ada 20 korban dari masyarakat saat kekerasan pada 7 September lalu,” ungkap peneliti KontraS Rozy Brilian setelah menyampaikan hasil investigasi awal di kantor YLBHI, Jakarta, kemarin (18/9). Ada sepuluh murid dan satu guru di SMPN 22 Batam yang terdampak gas air mata.
Selain itu, Solidaritas Nasional untuk Rempang menemukan bahwa proses pengamanan saat pemasangan patok tanah tersebut dilakukan secara serampangan. ”Salah satunya, kami menemukan bahwa ada guru yang berbicara lewat speaker ke aparat agar tak menembakkan gas air mata ke sekolah,” paparnya.
Solidaritas gabungan dari sembilan organisasi itu menemukan, ada pengerahan kekuatan berlebih oleh negara dalam kasus Rempang. Dari hasil investigasi di lapangan, terdapat pengerahan 60 kendaraan taktis. Juga sebanyak 1.010 aparat gabungan dari polisi, TNI, dan satpol PP.
Sementara itu, Lembaga Perlindungan Saksi dan Korban (LPSK) mengingatkan supaya persoalan dalam proyek Rempang Eco City ditangani dengan cara-cara yang humanistis dan persuasif.
Wakil Ketua LPSK Maneger Nasution mengatakan, pihaknya mendapat laporan bentrokan antara masyarakat dan petugas keamanan juga terjadi di kantor BP Batam. Sedikitnya 43 orang diamankan. LPSK berharap besar proses hukum mengacu pada prinsip-prinsip fair trial.
LPSK juga meminta aparat kepolisian menjalankan proses hukum sesuai dengan prosedur. Mereka juga wajib menjamin perlindungan HAM kepada masyarakat. ”Pendekatan persuasif penting diterapkan dalam penyelesaian kasus Rempang,” imbuhnya. LPSK membuka diri apabila ada warga yang meminta perlindungan.
Terpisah, Menteri Investasi/Kepala Badan Koordinasi Penanaman Modal (BKPM) Bahlil Lahadalia memastikan hak-hak masyarakat Rempang terkait pemindahan warga Pulau Rempang ke Pulau Galang, Batam, Kepulauan Riau. Pemerintah akan menyiapkan hunian baru untuk 700 KK yang terdampak pengembangan investasi di tahap pertama. Rumah tersebut akan dibangun dalam rentang waktu 6–7 bulan.
Sementara menunggu waktu konstruksi, warga diberi fasilitas berupa uang dan tempat tinggal sementara. ”Uang tunggu transisi sampai dengan rumahnya jadi, per orang sebesar Rp 1,2 juta dan biaya sewa rumah Rp 1,2 juta. Termasuk juga dengan tanam tumbuh, keramba ikan, dan sampan di laut,” katanya seusai rapat koordinasi percepatan pengembangan investasi ramah lingkungan di kawasan Pulau Rempang bersama pejabat terkait.
Pulau Rempang dengan luas mencapai 17 ribu hektare akan direvitalisasi menjadi sebuah kawasan yang mencakup sektor industri, perdagangan, hunian, dan pariwisata yang terintegrasi. Inisiatif itu bertujuan untuk meningkatkan daya saing Indonesia di kawasan Asia Tenggara. Untuk tahap awal, kawasan tersebut sudah diminati perusahaan kaca terbesar di dunia asal Tiongkok, Xinyi Group, yang berencana berinvestasi senilai USD 11,5 miliar atau setara Rp 174 triliun sampai dengan 2080. (jpg/fajar)
Sentimen: positif (98.3%)