Sentimen
Informasi Tambahan
Kab/Kota: Bogor
Kasus: HAM
Tokoh Terkait
Jokowi Dianggap Mengancam Demokrasi Jika Awasi Parpol Lewat Intelijen
Kompas.com
Jenis Media: Nasional
/data/photo/2023/09/16/65054dac82637.jpeg)
JAKARTA, KOMPAS.com - Presiden Joko Widodo (Jokowi) dinilai bakal merongrong proses demokrasi di Indonesia, jika mengerahkan intelijen buat ikut campur dalam proses pemilihan umum (Pemilu) dan pemilihan presiden (Pilpres) 2024.
"Hal ini tidak bisa dibenarkan dan merupakan ancaman bagi kehidupan demokrasi dan HAM di Indonesia," Ketua Perhimpunan Bantuan Hukum dan Hak Asasi Manusia Indonesia (PBHI) Julius Ibrani, dalam pernyataannya yang dikutip pada pada Senin (18/9/2023).
Julius yang menjadi bagian dari Koalisi Masyarakat Sipil untuk Reformasi Sektor Keamanan melanjutkan, Jokowi juga terindikasi menyalahgunakan kekuasaan terhadap intelijen terkait pernyataannya soal data internal partai politik.
Menurut Julius, pernyataan Jokowi yang memiliki data lengkap terkait internal partai politik (parpol) merupakan problem dalam sebuah negara demokrasi.
Baca juga: Demokrat Sayangkan Jokowi Umbar-umbar Pegang Data Intelijen soal Arah Koalisi
"Kami memandang, pernyataan presiden tersebut mengindikasikan adanya penyalahgunaan kekuasaan terhadap alat-alat keamanan negara untuk melakukan kontrol dan pengawasan demi tujuan politiknya," ujar Julius.
"Persoalan ini merupakan bentuk penyalahgunaan intelijen untuk tujuan tujuan politik Presiden dan bukan untuk tujuan politik negara," ucap Julius.
Menurut Julius, lembaga intelijen dibentuk untuk dan demi kepentingan keamanan nasional dalam meraih tujuan politik negara. Bukan buat memuluskan agenda politik pribadi presiden.
Pengumpulan data dan informasi yang dilakukan oleh intelijen, kata Julius, hanya boleh digunakan untuk kepentingan pengambilan kebijakan, bukan disalahgunakan untuk memata-matai semua aktor politik untuk kepentingan politik pribadi presiden.
Baca juga: Jokowi Pegang Data Intelijen soal Parpol, Gerindra Yakin Tak Disalahgunakan
Sebelumnya diberitakan, Presiden Jokowi menyatakan mengetahui arah agenda politik dari setiap parpol menjelang Pemilu dan Pilpres 2024.
Pernyataan itu disampaikan Jokowi saat membuka Rapat Kerja Nasional Sekretariat Nasional (Seknas) Jokowi di Hotel Salak, Bogor, Sabtu (16/9/2023) pekan lalu.
"Saya tahu dalamnya partai seperti apa saya tahu, partai-partai seperti apa saya tahu. Ingin mereka menuju ke mana juga saya ngerti," kata Jokowi.
Jokowi tidak membeberkan informasi apa yang ia ketahui dari partai-partai politik itu.
Ia hanya menjelaskan informasi itu ia dapat dari aparat intelijen yang berada di bawah kendalinya, baik itu Badan Intelijen Negara (BIN), Polri, maupun Badan Intelijen Strategis (BAIS) Tentara Nasional Indonesia (TNI).
Baca juga: Pengamat Sebut Parpol Tak Boleh Jadi Target Pantauan Intelijen dan Presiden
"Dan informasi-informasi di luar itu, angka, data, survei, semuanya ada, dan itu hanya miliknya presiden karena dia langsung ke saya," ujar Jokowi.
Dalam kesempatan itu Jokowi juga menyampaikan soal pergantian kepemimpinan melalui pemilihan Presiden (Pilpres) 2024 mendatang.
Jokowi menekankan pentingnya suksesi kepemimpinan pada 2024 mendatang demi mewujudkan Indonesia menjadi negara maju.
"Ini penting, 2024, 2029, 2034, itu sangat menentukan negara kita bisa melompat menjadi maju atau kita terjebak dalam middle income trap, terjebak pada jebakan negara berkembang," ujar Jokowi.
Menurut Jokowi, prediksi itu berdasarkan analisis para pakar dari Dana Moneter Internasional (IMF), Bank Dunia, Organisation for Economic Co-operation and Development (OECD), McKinsey, serta Badan Perencanaan Pembangunan Nasional (Bappenas).
Baca juga: Jokowi Pegang Data Intelijen Daleman Parpol, Gubernur Lemhannas Ingatkan soal Skandal Watergate
Jokowi mengatakan, Indonesia hanya punya waktu selama tiga periode kepemimpinan untuk mengubah status dari negara berkembang menjadi negara maju.
Menurut Jokowi, Indonesia tidak boleh bernasib sama seperti banyak negara Amerika Latin yang terus berada dalam posisi negara berkembang sejak 1950-an, padahal memiliki kesempatan buat menjadi negara maju.
"Kita tidak mau itu, dan kesempatan itu hanya ada di 3 periode kepemimpinan nasional kita. Itulah yang sulit," ujar Jokowi.
Menurut Jokowi, Indonesia di masa mendatang membutuhkan pemimpin yang bisa mengantarkan masyarakat berada di posisi negara maju, dan membawa kemakmuran dan kesejahteraan.
"Tapi memang kepemimpinan itu sangat menentukan. Itulah yang akan melompatkan kita nanti menjadi negara maju," ucap Jokowi.
Baca juga: Jokowi Nyatakan Pegang Data Intelijen soal Parpol, Cak Imin: Arah Koalisi Hak Masing-masing
"Tetapi ini harus konsisten pemimpin siapapun ke depan harus ngerti masalah ini, tau mengenai ini. Mau kerja detail, mau menghitung, mau mengkalkulasi, dan cek di lapangan," sambung Jokowi.
Secara terpisah, Menteri Koordinator bidang Politik, Hukum, dan Keamanan (Menko Polhukam) Mahfud MD mengatakan, sebagai presiden, Jokowi berhak dan bahkan mendapat perintah dari undang-undang untuk mengantongi informasi intelijen.
Mahfud menambahkan, pejabat setingkat Menteri Koordinator (Menko) secara berkala juga mendapatkan informasi intelijen terkait partai politik, masyarakat, persoalan hukum, dan isu sensitif di masyarakat.
Baca juga: Gubernur Lemhannas Yakin Jokowi Tahu Batasan soal Penggunaan Data Intelijen
“Ya enggak bisa dong (Jokowi disalahkan), memang laporan presiden. Menteri saja punya apalagi presiden,” ujar Mahfud saat ditemui usai menghadiri jalan sehat di kompleks Kementerian Pemuda dan Olahraga (Kemenpora), Jakarta Pusat, Minggu (17/9/2023).
(Penulis: Syakirun Ni'am, Editor: Bagus Santosa)
-. - "-", -. -
Sentimen: positif (100%)