Sentimen
Informasi Tambahan
Agama: Islam
Event: Pemilu 2019, Pemilu 2014
Kab/Kota: Malang, Senayan, Sampang, Madura, Solo
Tokoh Terkait
Ridwan Kamil atau Mahfud MD?
Kompas.com
Jenis Media: Nasional
/data/photo/2023/06/24/6496c736edd50.jpg)
GANJAR Pranowo sebagai bakal calon presiden (bacapres) sedang mencari jodoh. Siapakah orang yang terpilih untuk mendampinginya? Tentu saja tidak mudah.
Pasangan presiden-wakil presiden mestilah dilihat dari banyak segi. Dicari yang paling cocok. Bukan sekadar dari sudut matematika politik, dari aspek rasionalitas, melainkan juga kecocokan lain dari segi kultural.
Saya membaca begitu detail – istilah Jawa “njlimet” – yang dipertimbangkan Megawati Soekarnoputri, “orangtua” Ganjar Pranowo.
Saya maklum. Megawati bukan politikus kemarin sore, yang gampang terombang-ambing angin politik. Megawati tidak mau “grusa-grusu”. Ia menata betul langkah-langkahnya, tak mau menari dengan mengikuti genderang orang luar.
Ia justru mengkritik kedangkalan perpolitikan nasional akhir-akhir ini dengan metafor “dansa”.
”Berdansa itu bisa sendiri, bisa berduaan, bisa ramai-ramai, bisa slow motion, atau gerakannya pelan seperti waltz. Terus ada rumba yang gerakannya cepat. Terus ada rock and roll yang bergonta-ganti pasangan. Yang itu berganti di sana, lalu yang itu berganti di sini,” kata Megawati (Kompas.id, 22/08/2023).
Lalu, siapa yang sedang ditimang-timang berjodoh sebagai bacawapres Ganjar Pranowo oleh sang ibu?
Beberapa hari terakhir, publik membaca nama yang ditimang-timang itu mengerucut pada Ridwan Kamil dan Mahfud MD.
Sejumlah elite PDIP, termasuk Ganjar, tak menolak, bahkan menyampaikan isyarat-isyarat memang sedang ada pendekatan perjodohan antara Ganjar dan satu dari dua nama tersebut.
Populer minus Partai Golkar KOMPAS.COM/Humas Pemkot Solo Gubernur Jawa Tengah Ganjar Pranowo dan Gubernur Jawa Barat Ridwan Kamil di Pura Mangkunegaran Kota Solo, Jawa Tengah, Jumat (28/10/2022).Nama Ridwan Kamil tentu saja menarik. Ia sangat populer. Mantan gubernur Jawa Barat itu sering memuncaki hasil survei kandidat cawapres.
Bahkan, terbaru Saiful Mujani Research and Consulting (SMRC) membuat simulasi pasangan Ganjar-Ridwan Kamil, Prabowo-Erick Thohir, dan Anies-Muhaimin.
Hasilnya, pasangan Ganjar-Ridwan Kamil unggul dengan raihan 35,4 persen. Disusul pasangan Prabowo-Erick Thohir sebesar 31,7 persen. Sementara, Anies-Muhaimin mengekor di urutan terakhir dengan dukungan 16,5 persen (Kompas.com, 15/0/2023).
Ridwan Kamil juga berafiliasi dengan Partai Golkar, partai politik (parpol) besar dan berpengalaman. Maka, menggaet Ridwan Kamil bisa menguntungkan dari dua sisi.
Pertama, umpan untuk menarik Golkar masuk koalisi PDIP. Bagi PDIP, keberadaan Golkar tentu sangat bernilai, baik secara elektoral maupun koalisi dukungan parlemen terhadap pemerintahan.
Mesin politik Golkar sudah teruji dan unggul di luar Pulau Jawa. Keberadaan PPP, Partai Perindo, dan Partai Hanura sebagai koalisi PDIP belum cukup teruji, mengingat ketiga parpol itu termasuk kategori papan bawah.
Indikator Politik melalui survei yang dipublikasikan pertengahan Agustus 2023, memprediksi tiga parpol koalisi PDIP itu tidak lolos ke Senayan. PDIP tentu saja mempertimbangkan kebutuhan koalisi parlemen pendukung pemerintah.
Maka, dukungan Partai Golkar sangat bernilai dari sudut ini. Partai pemenang pemilu tak akan bisa berbuat banyak tanpa dukungan mayoritas di DPR.
Kedua, Ridwan Kamil potensial secara elektoral di Jawa Barat. Kesuksesannya memimpin Jawa Barat memberikan daya tarik elektoral bagi PDIP, yang kalah di provinsi dengan jumlah penduduk terbesar di Indonesia itu.
Presiden Joko Widodo (Jokowi) pun kalah di provinsi ini dalam dua pilpres. Bila Prabowo Subianto harus merancang strategi jitu mengambil suara di Jawa Tengah dan Jawa Timur, pun Anies-Muhaimin, Ganjar harus berjibaku pula di Jawa Barat. Dan, Ridwan Kamil dinilai punya potensi.
Namun, masalahnya juga tidak kecil. Partai Golkar telah berlabuh di koalisi Prabowo.
Elite Golkar memang terkesan mendua. Membiarkan kadernya, Ridwan Kamil, ditimang-timang Megawati, tapi secara institusional Golkar tidak mau keluar dari koalisi Prabowo.
Menggaet Ridwan Kamil tanpa Partai Golkar tentu saja kurang menguntungkan untuk kemenangan Ganjar.
Sikap mendua semacam itu bukan yang pertama bagi Golkar. Di Pemilu 2014, salah satu kader Golkar, Jusuf Kalla, menerima pinangan Jokowi. Namun, Partai Golkar secara institusional mendukung pasangan Prabowo-Hatta Rajasa.
Namun, ternyata Jokowi-Jusuf Kalla menang. Boleh jadi, Megawati juga akan menggunakan pengalaman Pemilu 2014 sebagai referensi.
Namun, ada pula penilaian lain yang meragukan potensi Ridwan Kamil. Ia memang sukses memimpin Jawa Barat. Namun, kesuksesan itu tidak linier dengan peluang keterpilihan pasangan Ganjar-Ridwan Kamil di Jawa Barat untuk kontestasi presiden-wakil presiden.
Jawa Barat dinilai sebagai lumbung bagi Prabowo pada dua pilpres terakhir. Pada pilpres 2014 Prabowo-Hatta meraih 14,17 juta (59,78 persen) suara, unggul sekitar 4,64 juta suara dari Jokowi-Jusuf Kalla yang meraih 9,53 juta (40,22 persen) suara.
Pada Pilpres 2019, pasangan Prabowo-Sandiaga memperoleh 16.077.446 suara (59,93 persen). Pasangan Jokowi-Ma'ruf memperoleh 10.750.568 suara (40,07 persen).
Kekalahan Jokowi di Jawa Barat pada dua pilpres dinilai karena sentimen negatif terhadap PDIP, parpol pengusung Jokowi. Pemilih di Jawa Barat merupakan pemilih yang kritis terhadap PDIP.
Mirip dengan kekalahan Jokowi di Sumatera Barat, juga dua kali berturut-turut. Pendekatannya kepada masyarakat Sumatera Barat selama 2014-2019 tak memberikan hasil positif secara elektoral.
Raihan suara Jokowi di Sumatera Barat pada Pemilu 2019 justru lebih buruk dibanding Pemilu 2014.
Pandangan tersebut meragukan potensi Ridwan Kamil di Jawa Barat untuk mendongkrak suara Ganjar. Dalam konteks Pemilu 2024, Jawa Barat dianggap telah menjadi “ceruk ideologis” Prabowo dan Anies.
Hasil survei LSI yang dipublikasikan pada 30 Mei 2023, memperlihatkan bahwa Jawa Barat dikuasai Prabowo (29 persen) dan Anies (26,3 persen). Ganjar hanya sebesar 15 persen.
Karena itu, bagi Megawati dan PDIP, menggaet Ridwan Kamil minus Partai Golkar dinilai bukan pilihan strategis untuk kemenangan Ganjar.
Representasi politik-kultural KOMPAS.COM/screenshot akun Instagram @ganjar_pranowo Saat Eks Gubernur Jawa Tengah Ganjar Pranowo dan Menkopolhukam Mahfud MD melakukan pertemuan. Nama Mahfud MD tentu juga menawan. Publik menilai kapabilitas Mahfud MD sangat cocok sebagai cawapres, bahkan capres sekalipun. Ia pernah pula digadang-gadang mendampingi Jokowi pada Pilpres 2019, sebelum akhirnya Jokowi memilih Ma'ruf Amin.
Pengalaman Mahfud MD lengkap. Tumbuh dari dunia akademik (kampus), lalu malang-melintang di dunia politik dan pemerintahan.
Mahfud MD tak asing dengan dunia kepartaian dan parlemen, karena pernah meniti karier politik di PKB dan anggota DPR (2004-2008). Ia sangat mengenali seluk-beluk pemerintahan, karena beberapa kali menjadi menteri kabinet.
Tak kalah penting, ia tentu saja sangat paham regulasi pemerintahan. Di samping ahli hukum tata negara, pria kelahiran Sampang, Madura, itu pernah menjadi hakim dan ketua Mahkamah Konstitusi (MK).
Gaya komunikasi Mahfud bisa dibilang tanpa sekat, “gayeng” dalam istilah Jawa. Ia tak kesulitan berkomunikasi dengan berbagai kalangan masyarakat. Pun gaya hidupnya tampak sederhana, bersih, tegak lurus.
Barangkali karena itu pula elektabilitas Mahfud MD berdasarkan survei Charta Politika Indonesia awal Mei 2023 lalu tergolong bagus. Ia berada di urutan ketiga bersama Sandiaga Uno, jagoan PPP, dan Ridwan Kamil.
Hubungan Mahfud dengan Megawati juga sudah terjalin lama. Nyaris tak terdengar cekcok di antara keduanya, sebaliknya tampak menemukan kecocokan.
Selaku Menko Polhukam, Mahfud boleh dikata sukses mengawal keinginan Jokowi dalam bidang politik, hukum, dan keamanan. Mahfud bisa dianggap loyalis yang efektif menjalankan tugasnya.
Maka, tak aneh bila Hasto Kristiyanto, Sekjen PDIP, menyebut Mahfud sebagai sosok bacawapres yang ideal.
Hasto menggambarkannya dengan pantun: "Siapa yang tidak tahu Profesor Mahfud MD. Salah satu Bacawapres yang tegak lurus dan suka wedang ronde. Pemikirannya luwes hingga beberapa dekade. Di tangannya rakyat semakin pede." (Kompas.com, 13/09/2023).
Saya melihat ada satu isu menarik pula bila Ganjar berpasangan dengan Mahfud MD. Yakni, isu politik-kultural.
Isu politik-kultural, saya kira, berpengaruh pula pada basis dukungan pemilih. Juga penting dari sudut stabilitas politik.
Secara historis, ada dua ideologi politik-kultural yang mewarnai perpolitikan Indonesia. Yakni, ideologi kebangsaan dan Islam. Secara simbolik digambarkan dengan warna “merah-hijau”.
Komunitas politik Indonesia secara umum juga bisa dipetakan atas dasar politik-kultural tersebut. Misal, mengapa di Jawa Timur PKB dan PDIP bersaing ketat, sementara di Jawa Tengah PDIP jauh meninggalkan PKB. Hal itu dapat dibaca dari politik-kultural.
Jokowi dalam dua pilpres juga mempertimbangkan isu politik-kultural. Pada Pilpres 2014 Jokowi memilih Jusuf Kalla yang merepresentasikan kalangan Islam. Pada Pilpres 2019, memilih Ma’ruf Amin yang juga merepresentasikan Islam.
Dari sudut politik-kultural, idealnya pasangan capres-cawapres merupakan kombinasi kebangsaan-Islam. Ganjar merepresentasikan kebangsaan dan Mahfud merepresentasikan Islam.
Namun, Mahfud tak memiliki afiliasi parpol. Inilah kekurangan Mahfud secara politik. Sama dengan Ma’ruf Amin. Ia terpilih mendampingi Jokowi juga tanpa afiliasi parpol. Tentu saja Megawati dan PDIP melihatnya.
Belajar dari dua pemilu sebelumnya, konfigurasi koalisi ternyata dinamis. Sebelum dan pascapemilu bisa tidak sama. Konfigurasi koalisi sebelum pemilu bisa berubah pascapemilu.
Saya menduga, dinamika perubahan konfigurasi koalisi semacam itu turut pula memengaruhi Megawati. Artinya, menggaet Ridwan Kamil maupun Mahfud bisa sama-sama minus parpol. Koalisi Ganjar tak bertambah.
Sementara koalisi parlemen untuk mendukung pemerintahan bisa digalang pascapemilu. Praktik seperti itu dikerjakan Jokowi dengan mengajak lawan politik masuk gerbong pemerintahannya.
Tinggal beberapa hari lagi. Saya menduga bila Partai Golkar tidak bergeser dari koalisi Prabowo dan mendukung koalisi Ganjar, maka Ridwan Kamil bukan pilihan strategis untuk dijodohkan dengan Ganjar.
Mahfud MD lebih cocok. Tentu saja dengan kelebihan dan kekurangan.
-. - "-", -. -
Sentimen: positif (100%)