Delegasi Indonesia dalam Perjanjian Renville. Dari kiri ke kanan: Johannes Latuharhary, Ali Sastroamidjojo, Agus Salim, Johannes Leimena, Setiadjit Soegondo, Amir Syarifuddin (Wikimedia Commons)

Elshinta.com - Pada tanggal 6 September 1945, yang juga dikenal sebagai "Deklarasi Renville", para pemimpin Indonesia yang tergabung dalam delegasi Republik Indonesia, termasuk Soekarno, Mohammad Hatta, dan lainnya, mengadakan pertemuan dengan pihak Belanda di Hotel Renville di Renville, Jawa Barat. Pertemuan ini merupakan upaya awal untuk mencari solusi damai dan negosiasi antara pihak Republik Indonesia dan Belanda untuk mengakhiri konflik bersenjata yang telah berlangsung selama beberapa tahun.

Selama pertemuan ini, Soekarno, yang saat itu menjadi Presiden Republik Indonesia, mengeluarkan deklarasi yang menegaskan komitmen Indonesia untuk mencapai perdamaian dengan Belanda. Dalam deklarasi tersebut, Soekarno menekankan pentingnya perdamaian bagi Indonesia dan menyatakan bahwa Republik Indonesia siap untuk berunding dengan Belanda untuk mencapai kesepakatan yang adil.

Meskipun pertemuan di Hotel Renville gagal mencapai kesepakatan konkret, deklarasi ini merupakan salah satu langkah awal menuju perundingan yang kemudian menghasilkan Perjanjian Renville pada tanggal 17 Januari 1948. Perjanjian Renville memberikan gencatan senjata sementara antara Indonesia dan Belanda, meskipun konflik bersenjata kemudian berlanjut dalam berbagai bentuk hingga tahun 1949.

Perjuangan Indonesia untuk mencapai kemerdekaan penuh dan pengakuan internasional terus berlanjut setelah deklarasi tersebut, dan akhirnya, pada tanggal 27 Desember 1949, Belanda mengakui kedaulatan Republik Indonesia Serikat (RIS), yang kemudian menjadi dasar pembentukan Republik Indonesia yang merdeka pada tahun 1950.