Sentimen
Informasi Tambahan
Event: Pilkada Serentak
Kasus: covid-19
Tokoh Terkait
Peserta Pemilu 2024 Boleh Kampanye di Kampus, Muhadjir Effendy Ungkap Sisi Positifnya
Pikiran-Rakyat.com
Jenis Media: Nasional

PIKIRAN RAKYAT - Menteri Koordinator Bidang Pembangunan Manusia dan Kebudayaan, Muhadjir Effendy, menilai ada sisi baik dari putusan MK mengenai peserta pemilu boleh berkampanye di kampus. Terlebih, dia menilai mahasiswa sudah tergolong memiliki hak pilih dalam pemilu. Selain itu, tingkat kesadarannya pun sudah tinggi.
“Kalau kampus saya kira ada sisi baiknya. Yang penting harus betul-betul dijaga kondusivitasnya. Mereka semua kan sudah pemilih kalau di kampus. Saya kira tingkat kesadarannya sudah cukup tinggi. Kesadaran untuk berbeda itu, lho,” katanya di Jakarta Kamis, 24 Agustus 2023.
Sementara untuk lembaga pendidikan yang tingkatnya lebih rendah dari kampus, Muhadjir menilai, porsi siswanya lebih banyak yang tidak memiliki hak pilih daripada pemilih pemula.
“Jumlahnya lebih banyak yang tidak jadi pemilih daripada jadi pemilih pemula. Ngapain repot-repot datang, harus diundang (peserta pemilu), mereka (siswa) juga tidak akan milih kok,” katanya.
Baca Juga: Anies Baswedan Jawab Tantangan Debat Capres dari BEM UI: Yuk, Kapan?
Apabila di sebuah sekolah memang ada pemilih pemula, Muhadjir menilai akan lebih baik bila mereka mengikuti kampanye di luar lingkungan sekolah. “Ya biarkan ikut kampanye di luar sekolah saja lah,” katanya.
Muhadjir menambahkan, kegiatan pembelajaran di sekolah saat ini belum pulih akibat pandemi Covid-19. Seharusnya yang difokuskan saat ini adalah upaya pemulihannya.
“Karena itu supaya tidak diribeti dengan macam-macam, saya imbau sekolah maupun madrasah tidak usah untuk kampanye. Biarlah mereka, guru, fokus mengantar peserta didik untuk menebus ketertinggalan akibat learning loss saat Covid-19,” katanya.
Baca Juga: Biaya Perawatan Pasien Covid-19 Tak Lagi Ditanggung Pemerintah per 1 September 2023
Kesempatan Uji Gagasan
Sebelumnya, Ketua Badan Eksekutif Mahasiwa UI, Melki Sedek Huang, mengatakan, putusan MK menjadi kesempatan yang baik bagi akademisi kampus untuk menguji gagasan para capres dan mengembalikan citra kampus sebagai lembaga yang kritis.
Ia menilai, putusan MK tidak memuat frasa yang menyebutkan kampanye boleh dilakukan di kampus. Melainkan bahwa institusi pendidikan diperbolehkan untuk mengundang para calon dengan tidak membawa atribut dan alat peraga.
"Sudah saatnya setiap kampus kembali ke marwahnya sebagai tempat pencarian kebenaran guna sebesar-besarnya kemaslahatan bangsa. Tiap calon pemimpin harus diuji kapasitas dan substansinya di dalam kampus secara serius daripada sekadar jualan pencitraan dan kampanye tak bermutu," tuturnya.
Di sisi lain, Sekretaris Jenderal Federasi Serikat Guru Indonesia (FSGI), Heru Purnomo, menyayangkan keputusan MK memperbolehkan peserta pemilu berkampanye di fasilitas pemerintah dan pendidikan sepanjang tidak menggunakan atribut kampanye.
Baca Juga: 4 Dampak Lingkungan akibat TPA, Ada Emisi yang Sebabkan Masalah Kesehatan
“Secara teknis nantinya juga akan sulit bagi sekolah saat lembaganya digunakan untuk tempat kampanye disaat proses pembelajaran sedang berlangsung. Hal ini juga berpotensi membahayakan keselamatan peserta didik nantinya," ujar Heru.
Ia juga mempertanyakan kampanye di fasilitas pendidikan untuk jenjang TK hingga SMP diperbolehkan atau tidaknya. Terlebih bila memperhatikan siswa-siswanya belum memiliki hak pilih dalam pemilu.
Menurutnya, tempat pendidikan memang boleh menjadi tempat untuk mempelajari ilmu politik. Namun, tidak untuk kepentingan politik elektoral tertentu.
Kepala Bidang Advokasi Guru dari Perhimpunan Pendidikan dan Guru (P2G) Iman Zanatul Haeri mengkhawatirkan amar MK itu menimbulkan relasi kuasa yang timpang di tataran daerah terkait kampanye.
Iman menyoroti pengubahan yang terjadi dalam putusan MK yang berbunyi; "sepanjang mendapatkan izin dari penanggung jawab tempat". Pengubahan tersebut dinilainya bermasalah.
Baca Juga: Kondisi Terkini Warga Puncak Papua yang Ditembaki KKB, Pelaku Menyamar Jadi Pembeli di Warung
Ia mengandaikan penggunaan gedung sekolah untuk kampanye pemilu. Apabila pimpinan struktural di sekolah atau daerah sudah memiliki preferensi politik tertentu, maka akan sulit bagi kepala sekolah untuk menolak penggunaan fasilitas sekolah untuk kampanye.
"Kepala sekolah akan sulit menolak apalagi diperintahkan secara struktural dari Pemda dan dinas pendidikan," katanya.
Iman menambahkan, P2G sangat mengkhawatirkan keputusan MK ini akan membahayakan kepentingan siswa, guru, dan orang tua. Akan menjadi beban baru siswa, guru, dan orang tua dalam praktik pembelajaran di sekolah. Kegiatan sekolah akan bertambah seperti sosialisasi Pemilu atau sosialisasi kandidat dan pastinya akan menjadi beban psikologi bagi anak termasuk guru.
"Bayangkan ada Pemilu dan Pilkada yang akan dihadapi. Sekolah akan sibuk menjadi arena pertarungan politik praktis. Sekolah, guru, siswa, dan ortu akan membawa politik partisan ke ruang ruang belajar," ujarnya.
Dia menuturkan, aktivitas pedagogi akan didistorsi menjadi aktivitas saling berebut politik kekuasaan. "Menurut kami, siswa, guru, dan warga sekolah akan sangat rentan dimobilisasi sebagai tim kampanye atau tim sukses para kandidat. Ini bukan pendidikan politik melainkan mobilisasi politik yang akan berdampak buruk," katanya.***
Sentimen: negatif (99.2%)