Sentimen
Negatif (79%)
18 Agu 2023 : 23.46
Informasi Tambahan

Kab/Kota: Senayan

Partai Terkait

Amendemen UUD 1945 Bukan Untuk kembalikan Pemilihan Presiden ke MPR

18 Agu 2023 : 23.46 Views 9

Kompas.com Kompas.com Jenis Media: Nasional

Amendemen UUD 1945 Bukan Untuk kembalikan Pemilihan Presiden ke MPR

JAKARTA, KOMPAS.com - Ketua MPR Bambang Soesatyo alias Bamsoet meluruskan soal pernyataannya terkait amendemen Undang-Undang Dasar (UUD) 1945 berkonsekuensi pada MPR menjadi lembaga tertinggi negara.

Ia menepis jika pernyataannya itu bermakna pemilihan presiden akan dipilih kembali oleh MPR.

"Tertinggi yang dimaksud bukan berarti pemilihan umum, presiden, wakil presiden, kembali ke MPR," kata Bamsoet ditemui di Kompleks Parlemen Senayan, Jakarta, Jumat (18/8/2023).

Bamsoet menjelaskan bahwa yang dimaksud MPR menjadi lembaga tertinggi yaitu berwenang mengatasi hal-hal situasi darurat bangsa dan negara.

Baca juga: Amnesty Internasional Nilai Wacana Amendemen UUD 1945 Bisa Mengancam Demokrasi

Ia mencontohkan di mana saat ini lembaganya tidak memiliki wewenang Ketetapan (TAP) MPR.

"Kalau terjadi dispute tadi, tanpa kita mempunyai kewenangan TAP, tidak bisa, enggak ada jalan keluarnya," ucap dia.

Wakil Ketua Umum Partai Golkar ini kembali menegaskan bahwa ucapannya pada Sidang Tahunan bukan untuk mengembalikan pemilihan presiden untuk MPR.

"Bukan itu, tapi lebih kepada kewenangan MPR dalam hal ketetapan-ketetapan," katanya lagi.

Di luar itu, Bamsoet mengaku tidak ada komunikasi dengan Presiden terkait amendemen Undang-Undang Dasar (UUD) 1945.

Pasalnya, menurut dia, amendemen adalah domain partai politik.

Baca juga: Soal Wacana Amendemen, Badan Pengkajian Kaji PPHN yang Konsekuensinya MPR Jadi Lembaga Tertinggi Negara

"Enggak ada urusannya dengan presiden. Enggak ada urusannya dengan pemerintah. Ini adalah domain daripada partai politik yang ada di sini dan DPD. Artinta, ujungnya adalah MPR, DPD. Jadi itu domain MPR," ujar Bamsoet.

Sebelumnya diberitakan, Bamsoet menilai bahwa MPR RI mestinya dikembalikan menjadi lembaga tertinggi negara.

Hal ini ia sampaikan ketika berpidato di hadapan presiden, wakil presiden, dan para pejabat negara lainnya dalam Sidang Tahunan MPR 2023, Rabu (16/8/2023).

“Idealnya memang, MPR RI dikembalikan menjadi lembaga tertinggi negara sebagaimana disampaikan Presiden ke-5 Republik Indonesia, Ibu Megawati Soekarnoputri, saat Hari Jadi ke-58 Lemhannas tanggal 23 Mei 2023 yang lalu,” kata Bamsoet, demikian sapaan akrabnya, di Gedung Kura-kura Kompleks Parlemen, Senayan, Jakarta.

Baca juga: Ketimbang Amendemen UUD 1945, MPR Diminta Fokus Perbaiki Problem Legislasi

Bamsoet mengatakan, dengan kedudukannya saat ini, MPR tak dapat membuat ketetapan untuk melengkapi kekosongan dalam konstitusi.

Padahal, ada persoalan-persoalan negara yang belum mampu terjawab oleh Undang-Undang Dasar 1945.

Misalnya, apabila terjadi bencana alam yang berskala besar, pemberontakan, peperangan, pandemi, atau keadaan darurat lain yang menyebabkan pemilu tak dapat digelar sebagaimana perintah konstitusi. Dalam situasi demikian, tidak ada presiden dan wakil presiden yang terpilih dari produk pemilu.

Contoh tersebut menimbulkan pertanyaan, siapa yang punya kewajiban hukum untuk mengatasi keadaan-keadaan bahaya demikian.

“Lembaga manakah yang berwenang menunda pelaksanaan pemilihan umum?” ucap Bamsoet.

Baca juga: Soal Wacana Amendemen UUD 1945, Gerindra: Baiknya Didiskusikan Setelah Pemilu 2024

“Bagaimana pengaturan konstitusionalnya jika pemilihan umum tertunda, sedangkan masa jabatan Presiden, Wakil Presiden, anggota anggota MPR, DPR, DPD, dan DPRD, serta para menteri anggota kabinet telah habis?” lanjutnya.

Sebelum konstitusi diubah, kata Bamsoet, MPR dapat menerbitkan ketetapan yang bersifat pengaturan untuk melengkapi kekosongan konstitusi.

Namun, setelah amendemen UUD 1945, masalah-masalah demikian belum ada jalan keluar konstitusionalnya.

Sementara, merujuk ketentuan Pasal 1 ayat (2) UUD 1945, sebagai representasi dari prinsip daulat rakyat, MPR dapat diatribusikan dengan kewenangan subyektif superlatif dan kewajiban hukum untuk mengambil keputusan atau penetapan-penetapan yang bersifat pengaturan.

-. - "-", -. -

Sentimen: negatif (79.9%)