Sentimen
Positif (100%)
19 Agu 2023 : 09.55
Partai Terkait

Formappi: Amandemen UUD 1945 Berlawanan dengan Kebutuhan Rakyat

19 Agu 2023 : 09.55 Views 9

Koran-Jakarta.com Koran-Jakarta.com Jenis Media: Nasional

Formappi: Amandemen UUD 1945 Berlawanan dengan Kebutuhan Rakyat

JAKARTA - Ketua Forum Masyarakat Peduli Parlemen Indonesia (Formappi) Lucius Karus menilai upaya MPR (Majelis Permusyawaratan Rakyat) melakukan amandemen UUD 1945 berlawanan dengan kebutuhan rakyat dan hanya memperkuat oligarki. Karena itu, wacana mengembalikan MPR sebagai lembaga tertinggi negara harus dihentikan.

Lucius menjelaskan, upaya MPR untuk mengembalikan posisinya sebagai lembaga tertinggi negara nampak mengejutkan. Sebab, sebelumnya, di awal-awal periode lalu upaya mengamandemen konstitusi sudah dicoba. Saat itu mereka mengusung pengembalian Garis-garis Besar Haluan Negara (GBHN) dengan istilah baru PPHN (Pokok-pokok Haluan Negara).

Upaya mengembalikan GBHN di awal periode itu ditentang publik karena khawatir dampak lanjutannya antara lain mengembalikan MPR sebagai lembaga tertinggi negara sebagai konsekuensi dari berlakunya GBHN atau PPHN.

MPR saat itu mati-matian tidak mau mengakui dampak lanjutan penghidupan PPHN itu. "Mereka bilang ini hanya PPHN saja, sementara MPR ya tetap sebagai lembaga tinggi negara saja," kata Lucius kepada Koran Jakarta, Jumat (18/8) malam.

Baca Juga :

Kata Surya Paloh Soal Pidato Ketua DPD RI tentang Amandemen UUD 1945

Menurut Lucius, dengan munculnya gagasan mengembalikan MPR sebagai lembaga tertinggi negara saat ini, terbongkar misi sesungguhnya. Bahwa usulan PPHN sebelumnya hanya jebakan awal untuk tujuan lain mengembalikan MPR sebagai lembaga tertinggi negara.

"Dan seperti siasat sebelumnya, mereka nampak melempar satu isu sembari menyembunyikan tujuan lain. Gagasan MPR sebagai lembaga tertinggi negara tentu tidak bisa tidak memengaruhi konstruksi ketatanegaraan yang diusung konstitusi sejak amandemen di awal-awal reformasi," papar Lucius.

Dia menegaskan, jika MPR menjadi lembaga tertinggi negara, maka ia mempunyai alasan untuk mengembalikan kewenangan memilih presiden dan wakil presiden, mengontrol presiden dan wakil presiden, dan lain lain.

"Itu artinya gagasan mengembalikan MPR sebagai lembaga tertinggi negara ini seperti mengembalikan ingatan kita akan era orba, ketika MPR menikmati dirinya sebagai lembaga tertinggi yang walaupun dalam hal kekuasaan ia terpasung oleh rezim yang mengakali keanggotaan MPR dengan mayoritas politisi dari parpol penguasa. Jadi MPR tetap saja seperti boneka presiden walau berpredikat sebagai lembaga tertinggi negara," jelasnya.

Situasi sekarang, kata Lucius, ketika parpol dikuasai banyak elite oligarki, tentu akan berbeda dengan orba yang hanya dikendalikan Golkar. Banyak parpol dengan ragam kepentingan bisa menjadikan MPR sebagai lembaga transaksi yang ujung-ujungnya tetap tak bisa memanfaatkan posisinya sebagai lembaga tertinggi untuk kepentingan bangsa. Dan tentu rakyat akan menjadi penonton lagi.

"Jadi saya kira sih usulan mengembalikan MPR ini tak layak didukung minimal sebelum elite parpol mau memfokuskan diri pada reformasi parpol yang intinya memastikan demokratisasi di parpol berjalan baik. Jika parpol masih seperti sekarang, maka memberikan MPR posisi sebagai lembaga tertinggi hanya akan menguntungkan dan memastikan parpol terus memperkuat oligarki mereka," tegas Lucius.

"Karena itu, jelas usulan ini hanya untuk kepentingan elite saja, bukan dan bahkan berlawanan dengan kebutuhan rakyat yang menginginkan perubahan kinerja lembaga MPR, DPR (dewan perwakilan rakyat), dan DPD (dewan perwakilan daerah) sesuai tugas dan fungsi mereka," tambahnya.

Baca Juga :

Sidang Tahunan MPR 2023 Digelar Pagi Ini, Pengamanan Diperketat

Bahwa kewenangan MPR dan DPD terbatas, ya tentu bukan alasan untuk mengotak-atik sesuka hati konstitusi kita. Dia berpandangan, yang mendesak bagaimana MPR dan DPD dengan fungsi yang ada sekarang memanfaatkan itu demi kebaikan bangsa dan rakyat.


Redaktur : Lili Lestari

Penulis : Fredrikus Wolgabrink Sabini

Sentimen: positif (100%)