Sentimen
Informasi Tambahan
Grup Musik: Naif
Kab/Kota: Bekasi
Kasus: Tipikor, korupsi
Tokoh Terkait
Minta Maaf dan Salahkan Penyidik dalam Kasus Kepala Basarnas, Bambang Widjojanto Sebut Pimpinan KPK Layak Diminta Mundur
Fajar.co.id
Jenis Media: Nasional

FAJAR.CO.ID, JAKARTA -- Mantan Pimpinan Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK), Bambang Widjojanto alias BW menilai langkah Wakil Ketua KPK, Johanis Tanak yang meminta maaf dan mengaku khilaf dalam penetapan tersangka terhadap Kepala Badan Nasional Pencarian dan Pertolongan (Basarnas) RI, Henri Alfiandi berpotensi melanggar kode etik.
Sebab, tak selayaknya Pimpinan KPK meminta maaf atas pengurusan perkara hukum yang tengah ditangani lembaga antirasuah.
"Berpijak pada beberapa alasan, Pimpinan KPK harus dinyatakan melakukan kesalahan fatal dan pelanggaran berat atas etik dan perilaku, sehingga kehilangan kepantasan untuk menjadi Pimpinan KPK dan sangat layak diminta untuk mengundurkan diri atau diberhentikan," kata BW kepada JawaPos.com, Minggu (30/7).
BW menyebut, permintaan pengunduran diri itu bukan tanpa dasar. Ia menegaskan, tak seharusnya Pimpinan KPK meminta maaf atas penetapan tersangka korupsi.
"Pernyataan Pimpinan KPK, Johanis Tanak bahwa OTT dan penetapan tersangka Kepala Basarnas dengan menyatakan adanya kekhilafan dan kelupaan dengan menuding kesalahan ada pada tim penyelidik adalah keliru, naif, konyol, absurd dan tidak memiliki landasan argumentasi yang kuat. Begitupun ketika kasus OTT itu dinyatakan, diserahkan pada TNI bukan KPK yang menangani," cetus BW.
Menurut BW, KPK seharusnya bisa menangani perkara hukum yang menjerat Kabasarnas Marsekal Madya TNI Henri Alfiandi. Sebab, Henri menjabat sebagai Kabasarnas yang merupakan lembaga negara di bawah tanggung jawab langsung Presiden. Henri bukan duduk pada jabatan militer, melainkan jabatan sipil.
"Pasal 11 ayat (1) huruf a menyatakan dengan tegas bahwa KPK mempunyai kewenangan melakukan penyelidikan, penyidikan dan penuntutan terhadap tipikor yang melibatkan, penyelenggara negara, dan orang lain yang ada kaitannya dengan tipikor yang dilakukan oleh aparat atau penyelenggara negara," tegas BW.
Hal lain yang juga diperhatikan dan dipertimbangkan, lanjut BW, tindakan Johanis Tanak dapat dinilai melanggar prinsip akuntabilitas. Serta mengindikasikan terbatasnya kompetensi, sehingga dapat dikualifikasi sebagai suatu perbuatan tercela dan dimintai pertanggungjawaban, karena telah melempar kesalahan pada bawahan.
"Tindakan Johanis Tanak, salah satu Pimpinan KPK harus dinyatakan sebagai tindakan dari seluruh Pimpinan KPK yang bersifat kolektif kolegial sesuai Pasal 21 ayat (4) UU KPK. Pimpinan KPK harus mencabut kembali pernyataannya dan memeriksa kembali kasus dugaan korupsi Kepala Basarnas Henri Alfiandi sebagai tersangka oleh KPK," tukas BW.
Sebelumnya, Wakil Ketua KPK Johanis Tanak mengaku khilaf telah menetapkan dua Anggota TNI sebagai tersangka. Kedua Anggota TNI yang ditetapkan tersangka tersebut yakni Kepala Basarnas (Kabasarnas) periode 2021-2023 Marsekal Madya TNI Henri Alfiandi dan Koordinator Administrasi (Koorsmin) Kabasarnas Letkol Adm Afri Budi Cahyanto (ABC).
Henri Alfiandi dan Afri Budi Cahyanto ditetapkan sebagai tersangka oleh KPK atas kasus dugaan suap proyek pengadaan barang dan jasa di Basarnas RI tahun anggaran 2021-2023. Penetapan tersangka kedua Anggota TNI tersebut hasil gelar perkara dari Operasi Tangkap Tangan (OTT) KPK.
"Dalam pelaksanaan tangkap tangan itu ternyata tim menemukan, mengetahui adanya anggota TNI dan kami paham bahwa tim penyelidik kami mungkin ada kekhilafan, kelupaan, bahwasannya, manakala ada keterlibatan TNI harus diserahkan kepada TNI, bukan kita yang tangani," ucap Johanis Tanak di Gedung Merah Putih, Jalan Kuningan Persada, Jakarta Selatan, Jumat (28/7).
Berdasarkan aturan hukum peradilan, jika ada Anggota TNI yang terjerat kasus, maka peradilan militer yang menangani. Hal itu diatur dalam aturan hukum peradilan militer. Oleh karenanya, KPK meminta maaf karena telah menetapkan Marsdya TNI Henri Alfiandi dan Letkol Adm Afri Budi Cahyanto sebagai tersangka
"Di sini ada kekeliruan dari tim kami ada kekhilafan. Oleh karena itu, tadi kami sampaikan atas kekhilafan ini kami mohon dimaafkan," tegas Johanis.
Sebelumnya, KPK menetapkan Kabasarnas RI Marsekal Madya Henri Alfiandi sebagai tersangka. Henri menyandang status tersangka setelah KPK menggelar OTT di Jakarta dan Bekasi, pada Selasa (25/7).
KPK menduga, Henry Alfiandi menerima suap sebesar Rp 88,3 miliar. Suap itu diterima Henry melalui anak buahnya Koorsmin Kabasarnas RI, Afri Budi Cahyanto (ABC) selama periode 2021-2023.
Henri menyandang status tersangka bersama Koorsmin Kabasarnas RI, Letkol Adm Afri Budi Cahyanto (ABC); Komisaris Utama PT. Multi Gtafika Cipta Sejati, Mulsunadi Gunawan (MG); Direktur Utama PT. Intertekno Grafika Sejati, Marilya (MR); Direktur Utama PT. Kindah Abadi Utama, Roni Aidil (RA).
Adapun untuk proses hukum terhadap Henri dan Afri diserahkan ke pihak TNI. Langkah ini dilakukan mengacu ketentuan hukum yang berlaku.
Sementara Mulsunadi Gunawan, Marilya dan Roni Aidil sebagai pihak pemberi disangkakan melanggar Pasal 5 ayat (1) huruf a atau b atau Pasal 13 Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001 tentang Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi Jo Pasal 55 ayat (1) ke 1 KUHP. (jpg/fajar)
Sentimen: negatif (100%)