Sentimen
Informasi Tambahan
Agama: Islam
Event: Pilkada Serentak
Institusi: UIN
Kab/Kota: Palu
Partai Terkait
Tokoh Terkait

Suhajar Diantoro
Hoaks dan Ujaran Kebencian Bakal Ganggu Kualitas Pemilu
Koran-Jakarta.com
Jenis Media: Nasional

PALU - Kualitas Pemilihan Umum (Pemilu) 2024 dinilai bakal sangat terganggu oleh maraknya informasi hoaks dan informasi bernuansa ujaran kebencian yang disebarkan oleh pihak tertentu. Pasalnya, hal itu akan memberi dampak pada kondusifitas daerah dan persatuan serta kesatuan di masyarakat.
"Hoaks dan ujaran kebencian memberikan dampak terganggunya kondusifitas daerah, serta persatuan dan kesatuan masyarakat," ujar Guru Besar Universitas Islam Negeri (UIN) Datokarama Palu, Profesor Sagaf S Pettalongi saat dihubungi dari Palu, Rabu (26/7)
Ditanya terkait pelaksanaan pemilu 2024, Sagaf menyebut perkembangan digital dan informasi yang melahirkan berbagai platform media sosial, harus diakui telah mengubah life style (gaya hidup) masyarakat.
"Tidak bisa dipungkiri, bahwa dewasa ini kehidupan manusia seakan tidak bisa dipisahkan dengan kehadiran media sosial dan sistem informasi digital," kata Prof Sagaf Pettalongi yang juga sebagai Rektor UIN Palu.
Karena itu, Rektor UIN Palu itu mengemukakan, perkembangan yang telah terjadi memberikan dampak positif sekaligus negatif. Salah satu dampak negatif itu ialah, teknologi informasi dan digital digunakan oleh pihak - pihak tertentu untuk menyebarkan informasi hoaks dan ujaran kebencian.
Ia mengimbau kepada masyarakat, agar mengedepankan langkah klarifikasi dan bertanya kepada pihak berwenang, ketika mendapat satu informasi lewat media sosial yang kontennya berisikan tentang ujaran kebencian, SARA, dan provokasi.
Baca Juga :
Golkar Sepakat Tak Calonkan Kader yang Jabat Menteri
Di samping itu, menurut dia, Komisi Pemilihan Umum (KPU) dan Badan Pengawas Pemilihan Umum (Bawaslu) perlu melakukan upaya-upaya menangkal informasi hoaks dan ujaran kebencian dalam konteks kepemiluan.
"Penyelenggara pemilu dapat memanfaatkan kehadiran teknologi digital informasi dan media sosial untuk menangkal hoaks dan ujaran kebencian," sebutnya.
Rektor menyatakan perlu partisipasi masyarakat dan pihak-pihak terkait untuk membantu menangkal hoaks dan ujaran kebencian di medsos. Tanpa bantuan masyarakat, upaya-upaya yang dilakukan KPU tidak akan berjalan sesuai harapan.
"Informasi hoaks dan ujaran kebencian dapat mendelegitimasi jalannya tahapan pemilu dan memecah belah persatuan antar kelompok masyarakat. Maka dari itu keikutsertaan masyarakat sangat dibutuhkan,"ujarnya.
Sikap Profesional
Terpisah, Sekretaris Jenderal (Sekjen) Kementerian Dalam Negeri (Kemendagri) Suhajar Diantoro menilai sikap profesional aparatur sipil negara (ASN) dengan tidak berpihak dalam pesta demokrasi sebagai ciri budaya pemilihan umum di Indonesia.
"Salah satu ciri budaya kita dalam pemilu ini adalah netralitas ASN," kata Suhajar dalam keterangan resminya di Jakarta.
Menurut dia, Kemendagri terus mendukung penyelenggaraan Pemilu dan Pilkada serentak 2024, salah satunya dalam aspek menjaga netralitas ASN.
Upaya itu seperti melalui Surat Edaran Bersama (SEB) Menteri Dalam Negeri (Mendagri), Menteri Pendayagunaan Aparatur Negara (MenPAN RB), Kepala Badan Kepegawaian Negara (BKN), Ketua Komisi Aparatur Sipil Negara (KASN), dan Ketua Badan Pengawas Pemilu (Bawaslu) RI.
Surat itu juga mengatur pedoman, pembinaan, dan pengawasan netralitas pegawai negeri sipil (PNS) dalam penyelenggaraan pemilu. "Pegawai harus netral, saya sudah bilang tadi dari awal, pegawai negeri harus tumbuh secara profesional dan semua kekuatan di negara ini harus mendorong tumbuhnya profesionalitas pegawai negeri," katanya.
Baca Juga :
Cegah Berita Bohong, Ganjar Minta Pendukungnya Tidak Sebarkan Hoaks
Berdasarkan Pasal 2 Undang-Undang (UU) Nomor 5 Tahun 2014 tentang ASN, dijelaskan bahwa setiap pegawai ASN harus patuh pada asas netralitas dengan tidak berpihak dari segala bentuk pengaruh mana pun, dan tidak memihak kepada kepentingan tertentu.
Suhajar mengungkapkan ASN yang tidak netral bakal dicatat oleh KASN dan Kemendagri juga turut mengontrol netralitas ASN seluruh Indonesia.
Ia menilai netralitas ASN dibutuhkan untuk memastikan kualitas pelaksanaan birokrasi dan pelayanan publik kepada masyarakat tetap terjaga, meskipun terjadi pergantian kepemimpinan. "Kewajiban kita semua untuk menjaga pemilu berjalan dengan benar agar kualitas demokrasi Republik Indonesia ini meningkat," pungkas Suhajar.
Redaktur : Sriyono
Penulis : Antara
Sentimen: positif (66.3%)