Sentimen
Negatif (100%)
2 Jul 2023 : 17.46
Informasi Tambahan

Grup Musik: BTS

Kasus: pencurian, korupsi

Pencurian Uang Rakyat Jadi Bukti Indonesia Pura-pura Demokratis, Pancasilais, dan Memuliakan Agama

2 Jul 2023 : 17.46 Views 6

Pikiran-Rakyat.com Pikiran-Rakyat.com Jenis Media: Nasional

Pencurian Uang Rakyat Jadi Bukti Indonesia Pura-pura Demokratis, Pancasilais, dan Memuliakan Agama

PIKIRAN RAKYAT - Dua perkara pencurian uang rakyat yang terungkap belakangan ini membuat kita tercengang. KPK memeriksa Lukas Enembe karena diduga mencuri uang rakyat. Tuduhan terhadap Gubernur Papua tersebut tidak tanggung-tanggung. Dari tahun 2019-2022, dana operasional yang diterima provinsi paling timur itu setiap tahunnya Rp1 triliun.

Hal yang membuat kita terbelalak, sepertiga dari anggaran tersebut diduga disalahgunakan untuk biaya makan dan minum.

Pengadilan Negeri Jakarta Pusat yang menyidangkan perkara Menkominfo Johnny G Plate juga tidak kalah seru. Dia diduga merugikan negara Rp8 triliun dari anggaran penyediaan Base Transceiver Station (BTS) antara tahun 2020-2022. Dia diduga memperkaya diri Rp17,8 miliar.

Eks Menteri Komunikasi dan Informatika Johnny G Plate (tengah) berada dalam mobil tahanan usai menjalani pemeriksaan di Kejaksaan Agung (Kejagung), Jakarta, Rabu (17/5/2023). Kejaksaan Agung menetapkan Menteri Komunikasi dan Informatika Johnny G Plate. Antara/Reno Esnir.

Dalam kedua kasus itu, yang satu melibatkan gubernur dan yang satu lagi menteri. Kita melihat adanya tautan antara kekuasaan dengan godaan kemewahan, sebagai modus korupsi yang sudah sangat sering terjadi di negeri ini.

Anggaran negara yang tujuannya untuk membangun fasilitas publik, dengan berbagai upaya, justru dimanipulasi untuk kepentingan pribadi.

Apa Kabar Undang-Undang Perampasan Aset?

Pejabat di negeri ini memang sangat suka pamer kekuasaan dan pamer kekayaan. Mentalitas feodalnya sangat kental. Merasa memiliki posisi tinggi sehingga mesti dilayani dengan berbagai fasilitas, serta memiliki kesempatan meraih kekayaan sebanyak-banyaknya.

Lantaran kasusnya bisa terjadi di berbagai tingkat kekuasaan, muncul pertanyaan yang sangat sederhana, bagaimana dengan upaya penindakan, pencegahan, serta pengawasannya.

Kita tahu, dalam tataran regulasi, upaya mencegah terjadinya kasus yang merugikan negara sudah lebih dari cukup. Masalahnya, di mana boroknya, sehingga yang terjadi justru penyalahgunaan kekuasaan.

Kita sedang ramai membicarakan rencana undang-undang perampasan aset. Nalarnya, hukuman pidana yang dijatuhkan kepada garong uang rakyat dinilai tidak memberi efek jera. Alternatifnya adalah memiskinkan yang bersangkutan.

Undang-undang seperti itu dipastikan akan membentur berbagai batu sandungan. Kalau besok lusa akan diberlakukan, jangan dulu berbesar hati. Belum tentu pelaksanaannya sejalan dengan yang kita harapkan.

Upaya meminimalisasi pemberantasan korupsi sudah dilakukan berbagai pihak, bahkan terhadap lembaga KPK sekali pun.

Orang-orang Aji Mumpung

Kunci utama agar upaya pemberantasan korupsi benar-benar efektif adalah mentalitas. Namun sebelum sampai ke sana, mesti banyak rambu yang harus dipasang.

Hal yang layak dipertimbangkan adalah keharusan negara memberikan fasilitas kepada siapa saja yang berada dalam lingkaran kekuasaan. Jika fasilitasnya berlebihan, beban negara akan sangat berat.

Hal yang membuat kepala kita pusing, meski telah mendapat berbagai fasilitas dari negara, terbukti korupsi masih banyak terjadi. Artinya fasilitas yang lebih dari cukup tidak menjadi pendorong agar yang bersangkutan benar-benar melaksanakan tugasnya secara profesional, yakni sebagai pelaksana dan penanggung jawab dalam upaya negara menyejahterakan rakyatnya.

Persoalannya terkesan sederhana, kejujuran dan moralitas. Bahwa kedua prasyarat seseorang layak menerima amanat untuk menjadi pemimpin tersebut tidak dipedulikan lagi, sudah menjadi pendapat umum.

Hal yang lebih mengerikan, sudah diakui, ketidakpedulian seperti itu juga berlaku di lembaga negara yang tugas utamanya menegakkan keadilan.

Agar ketidakpedulian seperti itu tidak berkelanjutan, tidak ada pilihan lain. Kita membutuhkan pemimpin yang benar-benar mau bertindak tegas. Tidak boleh lagi segala sesuatu diselesaikan lewat pendekatan kompromistis.

Sudah terlalu lama penyelenggaraan negara dipercayakan kepada orang-orang yang mengamalkan aji mumpung. Prinsip-prinsip negara demokrasi dianggap cukup dengan melihat kemasannya.

Kasus Lukas Enembe dan Johnny G Plate menjadi salah satu pertaruhan. Bangsa ini sebentar lagi akan beralih kepemimpinan baik di tingkat pusat maupun daerah. Apakah pesta demokrasi seperti itu nanti akan mampu melahirkan pemimpin bangsa yang lebih baik, lebih jujur, dan lebih teguh integritasnya?

Sebenarnya kita tidak ingin berburuk sangka, tapi sangat sulit menuju ke arah pemahaman yang sebaliknya. Langkahnya memang sudah tidak terbilang, tetapi demikian pula dengan sandungan yang membuat jalan kita tertatih-tatih. Pengalaman pahit selama kita berbangsa dan bernegara membutuhkan kepemimpinan yang mampu membedakan mana kepentingan bangsa dan mana kebutuhan kelompok atau pribadi.

Bangsa ini sudah cukup lama menghabiskan waktu melakukan berbagai kepura-puraan. Pura-pura demokratis, pura-pura Pancasilais, pura-pura memuliakan nilai-nilai luhur agama, pura-pura mengedepankan moralitas, padahal praktiknya justru menodainya.***

Sentimen: negatif (100%)