Sentimen
Negatif (88%)
24 Jun 2023 : 22.00
Informasi Tambahan

Kab/Kota: bandung, Bogor, Sukabumi, Tegal

Sejarah Lapangan Tegallega, Dulunya Tempat Pacuan Kuda

24 Jun 2023 : 22.00 Views 4

Ayobandung.com Ayobandung.com Jenis Media: Nasional

Sejarah Lapangan Tegallega, Dulunya Tempat Pacuan Kuda

LENGKONG, AYOBANDUNG.COM--Sebagian besar masyarakat Bandung sudah tidak asing lagi dengan Lapangan Tegallega.

Namun, di balik itu semua, tersimpan sejarah Lapangan Tegallega yang belum banyak diketahui banyak masyarakat.

Salah satu budaya kaum Belanda dan Eropa pada era kolonial di Tanah Priangan adalah berpesta dan bersenang-senang di hari Minggu selepas bekerja. Budaya kumpul-kumpul tersebut dilakukan di sejumlah tempat pertemuan seperti Gedung Concordia yang dahulu masih terletak di Jalan Braga.

Baca Juga: Bandung Baheula: Kulinér Roti Légendaris di Bandung

Selain kumpul-kumpul, pesta lainnya yang kerap mereka lakukan adalah pertandingan pacuan kuda. Warga pribumi, yang semula hanya memanfaatkan kuda sebagai hewan transportasi, mulai mengenal kultur baru yang dibawa penduduk Eropa.

Berdasarkan keterangan pengamat sejarah Kota Bandung Her Suganda, sebagaimana dimuat dalam salah satu bukunya Kisah Para Preanger Planters, salah satu juragan perkebunan teh (Preanger Planters) yakni keluarga EJ Kerkhoven diceritakan memiliki puluhan ekor kuda terbaik. Empunya Perkebunan Teh Sinagar ini dikenal sebagai pemilik kuda pacu yang seringkali memenangkan pertandingan.

Pesta pacuan kuda yang dinamai Preanger Wedloop Societet tersebut diadakan di Tegallega Raceterrein atau yang sekarang menjadi Lapangan Tegalega. Dalam Bahasa Sunda, Tegallega berarti tegal yang lega atau lapang yang luas. Lahannya berbentuk segi empat, berbatasan dengan Jalan Ciateul (dulu Ciatulweg), Jalan Moh Toha (Oostweg), dan Jalan Otista (Tegallegawestweg), serta Jalan BKR (Tegallega Zuidweg).

Baca Juga: [Bandung Baheula] Mitos Tentang Terowongan Bawah Tanah Gedung Isola

Warga sekitar kerap menyebut Preanger Wedloop Societet sebagai 'Pesta Raja'. Pasalnya, pacuan kuda yang berlangsung selama tiga hari tersebut diselenggarakan dalam rangka merayakan ulang tahun Ratu Belanda Wilhelmina yang jatuh pada 31 Agustus dan hari lahir Ibu Suri Ratu Emma pada 2 Agustus 1858.

Para peserta pacuan kuda datang dari berbagai daerah di sekitaran Priangan, seperti Bogor (dahulu Buitenzorg), Sukabumi, Batavia, dan kota-kota lainnya. Sejarawan Universitas Padjajaran Sobana Hardjasaputra SS dalam disertasinya 'Perubahan Sosial di Kota Bandung 1810-1906', sebagaimana dituturkan kembali oleh Her Suganda, menyatakan bahwa penyelenggaraan pacuan kuda berlangsung dengan  sangat meriah.

Sebagian besar tamu terdiri dari para pengusaha perkebunan. Sejumlah hotel, terutama Savoy Homann dan Preanger, pun dipenuhi para tamu. Di sepanjang jalan menuju Tegellegea Raceterrein dipasangi umbul-umbul. Kuda-kuda yang akan dipertandingkan terlebih dahulu dipamerkan di area Alun-alun Bandung. Hal tersebut tak jarang menjadi hiburan tersendiri bagi warga.

Baca Juga: [Bandung Baheula] Secuil Sejarah Pahit di De Majestic

Tak hanya sebagai lomba adu cepat kuda, acara tersebut juga kerap menjadi ajang 'lomba' keluarga Eropa yang terlibat untuk saling memamerkan kekayaan mereka. Para wanita diceritakan berlomba-lomba menonjolkan diri.

Oleh karena itulah, dikabarkan banyak rumah tangga keluarga Eropa yang berantakan seusai pacuan kuda terselenggara. Sejarawan Bandung Haryoto Kunto mengungkapkan bahwa setelah acara berakhir, banyak keluarga yang cekcok perihal bangkrut karena kalah judi, istri yang merengek minta dibelikan persiasan lebih, atau masalah perselingkuhan.

Sentimen: negatif (88.9%)