Sentimen
Negatif (98%)
21 Apr 2023 : 03.31
Informasi Tambahan

Kab/Kota: bandung, Menteng, Pandeglang, Serang

Aturan Unik Bakar Petasan Tempo Dulu Saat Puasa dan Lebaran, Ada 'Bom Tanda Buka'

21 Apr 2023 : 03.31 Views 9

Pikiran-Rakyat.com Pikiran-Rakyat.com Jenis Media: Nasional

Aturan Unik Bakar Petasan Tempo Dulu Saat Puasa dan Lebaran, Ada 'Bom Tanda Buka'

PIKIRAN RAKYAT - Bunyi petasan seperti hal yang lazim kita dengar saban puasa dan menjelang Lebaran. Tak kurang dari rumah rumah rusak hingga korban jiwa serta risiko lain muncul akibat ledakan petasan. Namun, aktivitas itu tetap saja ada pada bulan suci. Rupanya, kegiatan tersebut juga telah berlangsung pada masa lalu hingga sempat terbit aturan terkait menyalakan petasan.

Peraturan mengenai petasan saat Ramadan di Bandung muncul dalam warta koran lawas Pemandangan, Jumat, 20 Oktober 1939. Aktivitas menyalakan petasan diatur dalam hari atau tanggal tertentu.

Potongan berita koran Sipatahoenan pada Sabtu 21 September 1940 tentang aturan menyalakan petasan saat bulan puasa.

"Pada tanggal 2,4,6,8,10, dan 11 Nov.39 dari djam 6 sore sampai djam 12 malam. Pada tgl.12 Nov. 39 dari djam 6 sore sampai djam 12 malam, dan seteroesnja pada tgl.13 Nov. 39 dari djam 6 pagi sampai djam 12 siang," tulis Pemandangan.

Baca Juga: Al Jassasah si Peliharaan Dajjal, Binatang Berbulu Lebat yang Ditugasi sebagai Mata-mata

Selain itu, terdapat larangan menyulut petasan di sejumlah tempat, seperti jalan umum, dekat rumah sakit, tempat sembahyang yang sedang dipergunakan, dekat barang-barang yang mudah menyala serta lain-lain tempat yang dilarang polisi. Walau begitu, pengecualian diberikan kepada pemasangan bom tanda buka (ledakan meriam untuk memberitahu masyarakat waktu berbuka puasa).

Peraturan serupa juga muncul dalam pemberitaan koran berbahasa Sunda, Sipatahoenan berjudul, Atoeran njeungeut pepetasan (Aturan Menyulut Petasan) pada Selasa, 27 Desember 1938. Aturan tersebut diperoleh Sipatahoenan dari wawancaranya dengan polisi.

"Tanggal 31 Desember ti poekoel 6 sore nepi ka poekoel 12,30 tengah peuting. Tanggal 1 Djanuari 1939 ti poekoel 11 isoek2 nepi ka poekoel 1 beurang djeung ti poekoel 5 sore nepi ka poekoel 8 peuting (Tanggal 31 Desember dari pukul 06.00 hingga pukul 00.30 tengah malam. Tanggal 1 Januari 1939 dari pukul 11 pagi-pagi hingga pukul 13.00 serta pukul 17.00 hingga 20.00)."

Baca Juga: Penetapan Lebaran 2023 di Berbagai Belahan Dunia: Arab Saudi Cs hingga Amerika Serikat

Sementara larangan tempat-tempat menyalakan petasan sama seperti yang diberitakan Pemandangan. Keterangan lain terkait pengaturan petasan kala Ramadan juga muncul di Sipatahoenan pada Sabtu, 21 September 1940. Pada 1940, muncul larangan untuk menyalakan petasan di bulan puasa. Namun terdapat juga pengecualian, "Tapi noroetkeun bisloeit Leger Commandat tanggal 3 September n.a.k., ari pikeun Bistir noe njeungeut pepetasan (bom) atawa mariem minangka mere njaho ka sarerea iraha mimitina koedoe poeasa (doealag) djeung waktoena Lebaran kawidian."

Pengecualian diberikan untuk menyulut petasan atau meriam sebagai pemberitahuan kapan puasa harus dimulai dan kapan waktu Lebaran. Selain itu, pengeculian bunyi ledakan tersebut berlaku untuk pemberitahuan kapan buka puasa dan penutup sahur. Dan pelanggaran terhadap peraturan tersebut berbuntut hukuman sebagaimana diwartakan Sipatahoenan, Selasa, 5 November 1940.

Koran itu memberitakan delapan orang yang dihukum di Bandung karena melanggar aturan terkait petasan. "Dalapan djelema noe njeungeut pepetasan henteu dina waktoena noe geus ditetepkeun koe nagara geus ditahan koe poelisi sarta dijagragkeun ka Landgerecht (Delapan orang yang menyalakan petasan tidak sesuai aturan waktu yang ditetapkan negara sudah ditahan oleh polisi dan dibawa ke pengadilan)."

Baca Juga: 3 Tips Menjawab Pertanyaan 'Kapan Nikah?' saat Merayakan Lebaran 2023

Pengadilan pun memutus delapan orang itu masing-masing mendapat denda satu ringgit. Musibah akibat ledakan petasan juga beberapa kali terjadi. Lapak pedagang petasan di Kampung Pagantungan, Serang umpamanya ludes terbakar akibat barang dagangnya meledak.

"Asalna mah tjenah boedak keur njeungeutan pepetasan, seueneuna metel kana toempoekan petasan (Penyebababya diduga dari anak yang menyulut petasan dan percikan apinya mengenai tumpukan petasan dagangan tersebut)," tulis Sipatahoenan, Kamis, 2 November 1939.

Di Pandeglang, seorang anak terluka di bagian kepala dan leher akibat menyulut petasan. "Dina kaajaan anoe parna manehna toeloej koe poelisi desa dibawa ka roemah sakit," tulis Sipatahoenan, Selasa, 29 November 1938.

Peristiwa lain terjadi di Jakarta dan menimpa orang Belanda yang tinggal di Menteng weg 19. Ia sengaja menyimpan petasan dan kembang api untuk perayaan tahun baru di belakang rumahnya. Karena hujan sering turun, petasan itu dijemur di belakang rumahnya. Saat petasan tersebut ditinggalkan pukul 14.00, mendadak terdengar bunyi-bunyi ledakan hingga si pemilik meminta bantuan pemerintah kota. Sebagian petasan akhirnya bisa diselamatkan alias tak ikut meledak.

"Bisa djadi ieu teh aja noe njoendoet koe boedak nakal (Bisa jadi kejadian itu karena ada anak nakal yang menyulutnya)," tulis Sipatahoenan, Rabu, 30 November 1938.***

Sentimen: negatif (98.5%)