Sentimen
Positif (98%)
17 Apr 2023 : 20.57
Informasi Tambahan

Grup Musik: APRIL

Kab/Kota: Cimahi

Panduan Mudik Bersama Anak agar Sehat secara Emosional, Mulai dari Persiapan Sampai Tujuan

17 Apr 2023 : 20.57 Views 8

Pikiran-Rakyat.com Pikiran-Rakyat.com Jenis Media: Nasional

Panduan Mudik Bersama Anak agar Sehat secara Emosional, Mulai dari Persiapan Sampai Tujuan

PIKIRAN RAKYAT - Mudik dengan membawa anak memang bisa sangat menantang. Bukan hanya karena mempertimbangkan kondisi fisiknya yang harus dipersiapkan dalam kondisi fit, tapi juga kondisi psikis dan emosionalnya yang juga sejahtera.

Seperti yang diungkapkan Nurmayani (38) mengisahkan cerita mudiknya sebelum pandemi melanda. Saat ia berpikir bahwa kondisi anaknya sudah fit dan siap dalam melakukan perjalanan, malah anaknya sempat sakit dan tantrum di perjalanan.

"Saat membawa anak-anak mudik itu memang challenging banget ya. Tetapi, kan, enggak mungkin enggak dibawa ya? Saat Lebaran 2019, saya sudah persiapkan dengan memberi vitamin ke anak, mempersiapkan obat-obatan untuk perjalanan, tapi saat anak sakit di perjalanan memang jadi cemas. Apalagi, saat sudah sampai kampung halaman juga beberapa kali tantrum, ya mungkin karena kondisi fisik dan emosinya belum stabil akibat kelelahan dalam perjalanan," tuturnya, pada Senin, 17 April 2023.

Baca Juga: Polres Cimahi Bentuk Tim Khusus Pantau Potensi Gangguan Kriminalitas Selama Libur Lebaran 2023

Perjalanan mudik bagi orang dewasa saja cukup melelahkan, apalagi untuk anak-anak. Perjalanan itu menguras energi fisik dan emosional mereka sehingga bisa kehilangan rasa sejahtera, baik secara fisik maupun psikis.

Sementara, orang dewasa mungkin bisa lebih cepat mengatasinya karena merekalah yang secara sadar mengatur perjalanan mudik itu.

"Boleh dikata, mudik adalah urusan dan kepentingan orang dewasa. Orang-orang dewasa ingin berkoneksi kembali dengan orangtua dan kerabat mereka. Menghidupkan kembali masa lalu yang emosional," kata psikolog anak, Dono Baswardono, pada Senin, 17 April 2023.

Karena itu, kata dia, orang tua harus mempersiapkan anaknya bahkan ketika perjalanan belum dilakukan. Dono yang merupakan pendiri Cornerstone itu pun membagikan beberapa panduan untuk orang tua yang membawa anak-anak mudik dalam Lebaran 2023 ini, dalam tahap persiapan, ketika di perjalanan, dan ketika sampai di kampung halaman.

Baca Juga: Mudik Lebaran 2023, Simak Tarif Lengkap Tol Trans Jawa dan Trans Sumatera

Persiapkan mental anak-anak

Dono yang akrab disapa Opa Dono itu mengatakan, salah satu yang paling penting dalam persiapan mudik bersama anak-anak adalah menyiapkan mental mereka. Hal itu bisa dilakukan dengan beberapa panduan berikut:

- Beritahukan kepada anak-anak, apa yang akan mereka hadapi, baik selama perjalanan maupun situasi di kampung halaman yang adalah lingkungan baru bagi mereka. Sampaikan dengan relatif detial, apa saja yang akan anak-anak lihat sepanjang perjalanan, pada pukul berapa akan melewati hutan bernama apa, dan setelah kota apa perjalanan mudik itu akan melewati persawahan atau perkebunan, dll.

- Beritahu pula ke anak anak, berapa kali akan beristirahat di rest area dan apa yang akan keluarga lakukan di sana. Hal itu penting bagi anak-anak yang sedang belajar toilet training.

Baca Juga: Puncak Arus Mudik Lebaran 2023 Diprediksi Terjadi Mulai 18 April, Polisi: Sekarang Masih Landai

- Katakan kepada anak-anak, orangtua meminta dukungan atau bantuan mereka untuk menjaga keamanan perjalanan dan kesegaran ayah atau ibu dalam menyetir, apabila menggunakan kendaraan pribadi. Orangtua menyatakan, apa saja yang boleh mereka lakukan di dalam mobil, seperti duduk manis atau duduk sambil bermain kartu. Orangtua jangan fokus menyatakan larangan-larangan berupa perbuatan yang bisa membahayakan perjalanan, seperti meminta duduk di pangkuan ayah atau ibu yang sedang menyetir, atau melompat dari kursi belakang ke kursi depan. Setelah itu, apresiasi perbuatan positif mereka dengan mengucakan terima kasih.

- Ceritakan pula apa yang kelak mereka temui di kampung halaman dan siapa saja yang akan dijumpai. Bila perlu, orangtua menunjukkan foto atau video kakek, nenek, tante, bude, sepupu, atau siapa pun yang nanti ditemuinya. Semakin detail cerita persiapan ini, anak akan lebih mudah beradaptasi di tempat baru, termasuk di mana mereka akan tidur, akan makan apa, dan buang air di toilet seperti apa.

"Intinya, anak-anak butuh rasa aman. Rasa aman ini dapat terpenuhi jika mereka bisa memperkirakan atau memprediksi apa yang akan terjadi. Karena itu, persiapan mental ini akan membuat mereka merasa aman. Apalagi jika jadwal hidup ketika di rumah dan di kampung halaman tetap sama, misalnya, kapan sarapan, kapan mandi, dst," kata Dono.

Orangtua menjaga rasa sejahtera anak sepanjang perjalanan
Menurut Dono, perjalanan mudik yang cukup panjang dan lama akan terasa cukup berat, bahkan sangat berat, bagi anak-anak. Sepanjang perjalanan itu, kondisi fisik dan inderawi mereka akan sangat menuntut. Berikut panduan sepanjang perjalanan mudik:

- Ketika berada di bandara atau stasiun yang penuh sesak dan bising, anak bisa mengalami meltdown atau kondisi kebanjiran stimuli inderawi. Anak merasa sangat tidak nyaman karena banyak hal yang dilihat, terlalu banyak suara, atau bahkan kerap bersenggolan dengan orang lain. Anak menjadi rewel, yang biasanya sulit ditenangkan karena mereka memang bukan ngantuk atau lelah, tetapi seluruh sensasi inderanya menjadi peka. Dalam keadaan seperti ini, orangtua dapat membawa anak ke pojok atau area yang lebih sepi dan relatif redup, serta tidak banyak yang menyentuhnya. Setelah beberapa lama, anak akan tenang dengan sendirinya.

- Orangtua sebaiknya memakaikan pakaian yang nyaman untuk anak saat dalam perjalanan. Jangan menomorsatukan bagaimana penampilan anak saat tiba di kampung halaman karena itu sama sekali tidak penting.

- Orangtua juga perlu menjaga kesejahteraan fisik anak sepanjang perjalanan yang mempengaruhi kondisi emosional mereka. Bukan saja memberi makan sesuai kebutuhan anak, tetapi juga menjaga otoritas anak dalam menerima makanan. Jangan paksakan anak untuk makan makanan baru yang ia enggan mengasupnya. Lebih baik perkenalkan makanan baru itu bersama-sama dengan makanan yang biasa mereka konsumsi. Bila ada saudara yang memaksakan, orangtua perlu berada di samping anak, membolehkan mereka menolak paksaan itu.

- Orangtua juga harus memahami batasan fisik berupa sentuhan, seperti salam dan pelukan. Sebaiknya sejak di rumah, orangtua sudah melatih anak bagaimana cara menolak jika saudara atau siapa pun yang hendak menyentuh atau memegang tubuhnya tanpa izinnya.

- Dalam bertata krama, orang dewasa tidak perlu memaksa anak-anak. Jangan sampai anak baru sampai di rumah keluarga di kampung halaman tapi sudah langsung dipaksa untuk bersalaman. Beri kesempatan anak-anak untuk mengeksplorasi lingkungan baru tersebut sampai mereka merasa cukup aman. Kalau perlu, orangtua menemani anak terlebih dahulu dalam menjelajah tempat baru tersebut. Pada saat anak sudah merasa aman, tanpa diminta atau disuruh pun, mereka akan mudah bersalaman atau menjalakan adab tata krama lainnya.

Hindari pengabaian emosional di kampung halaman

Dono mengatakan, ketika sudah sampai di kampung halaman sebagai tempat tujuan, keluarga dan kerabat biasanya langsung melepas rasa kangennya. Namun, tidak jarang, orang-orang dewasa ini tanpa disadari sudah mengabaikan anak-anak.

"Karena sibuk bercerita dan pergi ke sana ke mari, bisa saja kebutuhan emosional anak-anak terabaikan. Misalnya, orangtua malah meminta anak-anak untuk berperilaku baik dengan melarang mereka mengekspresikan perasaan marah, sedih, kecewa, atau kesal. Melarang anak-anak berperasaan ini termasuk pengabaian emosional, bahkan abuse, yang dapat memicu trauma di kemudian hari," ucapnya.

Dono pun mengungkapkan beberapa hal supaya tidak terjadi pengabaian emosional ketika sudah sampai di kampung halaman:

- Keterampilan emosional keluarga memang berbeda-beda sehingga bisa juga anak-anak mengalami pelecehan emosional. Contohnya, masih banyak orang yang memberi label tertentu pada anak, alih-alih memahami motivasi di balik perilaku anak. Misalnya, menyebut anak yang mengambil kue tanpa minta izin dulu sebagai "nakal" atau "tidak sopan." Hal-hal itu harus dihindari.

- Ada pula keluarga yang sengaja menamai anak tertentu berdasarkan ukuran tubuhnya alias body shaming. "Kamu kok gendut sih dek," atau "Rambutmu kriwil begitu seperti sayur brokoli." Meski niatnya bercanda, tetapi sikap itu akan melukai hati anak dan berdampak jangka panjang, bahkan menimbulkan trauma yang berhubungan dengan citra jasmaniah anak. Orangtua harus ada bersama anak untuk menghindari hal itu terjadi dan tidak mengabaikan emosi anak.***

Sentimen: positif (98.5%)