Sentimen
Netral (98%)
26 Mar 2023 : 03.13
Informasi Tambahan

Agama: Islam

Institusi: Universitas Indonesia, Universitas Diponegoro

Kab/Kota: Semarang, Cirebon, Demak

Tokoh Terkait

“Berjalan Sampai Ke Batas",  Warisan Sejarah buat Indonesia

26 Mar 2023 : 03.13 Views 7

Krjogja.com Krjogja.com Jenis Media: News

“Berjalan Sampai Ke Batas",  Warisan Sejarah buat Indonesia

JAKARTA - Guru Besar Sejarah dari Universitas Indonesia Prof. Dr. Susanto Zuhdi menyatakan, buku "Berjalan Sampai ke Batas", Kisah Nyata seorang Digulis, yang diasingkan ke Boven Digul, Papua, menarik untuk dibaca. Hal ini karena ditulis oleh seorang masyarakat biasa.

"Kadiroen menulis kisah biografinya dengan kesadaran sendiri, tanpa ada permintaan dari pihak lain. Dengan menulis sendiri kisahnya, selain dia mewariskan nilai-nilai penting kepada keturunannya kelak, juga menyajikan fakta seperti sanggup hidup bertahan di dalam kamp pembuangan di masa lalu," kata Susanto dalam pernyataannya yang diterima di Jakarta, Kamis (23/3/2023).

Ia sebelumnya pada Selasa (21/3/2023) menjadi pembahas dalam serial Bincang Sejarah ke-15 dan bedah buku “Berjalan Sampai ke Batas, Kisah Nyata seorang Digulis, yang diasingkan ke Boven Digul, Papua. Bedah buku ini diadakan oleh Masyarakat Sejarah Indonesia (MSI) bekerjasama dengan keluarga besar Kadiroen Kromodiwirjo, di Departemen Sejarah Fakultas Ilmu Budaya Universitas Indonesia (UI).

Tampil sebagai pembicara utama Duta Besar Triyono Wibowo, serta pembahas Prof. Dr. Singgih Tri Sulistiyono, Guru Besar Sejarah dari Universitas Diponegoro. Dijelaskan, Digul yang hutan belantara dengan masih tinggi kemungkinan terjangkit malaria atau meninggal karena dimakan Binatang buas). "Sehingga di masa kini kisah tersebut diteladani, dengan sebaiknya  tidak mudah berputus asa saat kita menghadapi kondisi yang cukup sulit.” kata Susanto

Buku bertitel “Berjalan Sampai ke Batas” menceritakan perjalanan seorang rakyat Indonesia biasa kelahiran Demak, Jawa Tengah bernama Kadiroen Kromodiwirjo (1898 – 1986). Kadiroen, lulusan Sekolah Angka Satu (Ongko Siji) 1906 – 1911 ini, dimulai dari kisahnya menjadi pegawai di perusahaan kereta api SCS (Semarang Cirebon Stoomtram Maatschappij), lantas aktif di pergerakan Sarekat Islam di Kaliwungu, Semarang.

Ia tumbuh menjadi pribadi yang jujur, ulet, tekun dan bekerja keras, berpendirian teguh dan konsisten dengan prinsip-prinsip yang diyakininya. Kemudian ia menjadi seorang pejuang politik nasionalis yang tanpa kompromi mencita-citakan Indonesia merdeka.  Sampai akhirnya tahun 1926 Pemerintah Hindia Belanda melakukan penangkapan anggota dan aktivis pergerakan nasional, yang kemudian dibuang ke Digul, Irian Barat (1928).

Pada kesempatan ini Susanto maupun Singgih sepakat, nilai-nilai yang diwariskan oleh Kadiroen berada pada tataran di lingkungan mana sejarah tersebut bermakna, pada konteks peristiwa atau zamannya.  Seperti zaman serba mudah di saat ini jika tidak dimanfaatkan, maka tidak akan ada artinya.

Sebagai pembicara utama, Triyono mengemukakan sejarah tidak pernah memiliki kata akhir atau batas waktu. Menurutnya, sejarah akan selalu terbuka terhadap temuan baru dan tafsiran baru yang muncul kemudian. Penangkapan dan pembuangan orang-orang pergerakan nasional menentang  penjajahan Belanda ke Kamp Konsentrasi Boven Digul tidak banyak tampil dalam diskursus sejarah kemerdekaan kita.

"Dia tertulis dalam catatan sejarah kita, namun hanya selintas saja disebut dalam perjalanan panjang perjuangan Bangsa Indonesia meraih kemerdekaannya," tandas Triyono. (Ful)

Sentimen: netral (98.1%)