Sentimen
Informasi Tambahan
Agama: Islam
Event: Ramadhan
Hewan: Sapi, Ayam, Kambing
Kab/Kota: bandung, Tuban, Semarang, Surabaya, Batang, Klaten, Boyolali, Kendal, Rembang, Demak, Jepara, Pati, Kudus, Yogyakarta, Mekah, Banyumas, Salatiga
12 Tradisi Unik di Indonesia dalam Menyambut Bulan Ramadhan, di Tempatmu Sambut Puasa Seperti Apa?
Ayobandung.com
Jenis Media: Nasional

LENGKONG, AYOBANDUNG.COM -- Sebentar lagi masyarakat Indonesia khususnya umat muslim akan menyambut datangnya bulan suci Ramadhan 1444 H tahun 2023.
Berbagai tradisi dilakukan di beberapa daerah di Indonesia demi menyambut datangnya bulan Ramadhan atau bulan puasa.
Perbedaan tradisi tersebut tumbuh di Indonesia karena di negara ini banyak keanekaragaman suku dan kebudayaan.
Baca Juga: Berbukalah dengan yang Manis Saat Puasa Apakah Berlaku Juga bagi Pasien Diabetes? Simak Pendapat Dokter
Sehingga tradisi dalam menyambut bulan Ramadhan pun akan berbeda-beda di setiap daerah di Indonesia yang mayoritas penduduknya adalah umat muslim.
Walaupun cara penyambutan bulan Ramadhan di beberapa daerah di Indonesia berbeda-beda namun semangatnya tetap sama yaitu menyambut bulan puasa.
Tradisi penyambutan bulan suci Ramadhan yang dilakukan di berbagai daerah merupakan suatu bentuk syukur serta kegembiraan umat muslim akan datangnya bulan puasa.
Lantas seperti apa 12 tradisi di Indonesia dalam menyambut bulan suci Ramadhan tahun 2023?
Dilansir AyoBandung dari patikab.go.id berikut adalah 12 tradisi di Indonesia dalam menyambut bulan suci Ramadhan 1444 H tahun 2023.
Baca Juga: Bacaan Niat Puasa Ramadhan 2023, Doa Berbuka Puasa yang Benar Kata Ustadz Khalid Basalamah
1. Munggahan
Munggahan adalah tradisi dalam menyambut bulan suci Ramadhan yang biasa dilakukan oleh orang Sunda yang bisa dilakukan oleh semua golongan masyarakat.
Munggahan merupakan aktivitas saling bermaafan sambil menikmati sajian makanan khas untuk kemudian mempersiapkan diri dalam menghadapi datangnya bulan Ramadhan yang sebentar lagi akan datang.
Tujuan munggahan dalam menyambut bulan Ramadhan yaitu berkumpul bersama sambil menikmati sajian makanan yang disuguhkan.
Masyarakat Sunda sudah melakukan munggahan yang dilakukan secara turun-temurun dan terus dipertahankan hingga kini oleh setiap generasi berikutnya.
Baca Juga: Golongan Orang yang Diperbolehkan Tak Puasa dan Mengganti dengan Fidyah, Lengkap dengan Jumlah dan Takarannya
2. Nyorog
Tradisi berikutnya dalam menyambut bulan Suci Ramadhan yaitu tradisi Nyorog yang berasal dari masyarakat Betawi. Nyorog memiliki makna sebagai tanda saling mengingatkan akan kedatangan bulan suci Ramadhan.
Selain tradisi Nyorog yang memiliki arti sebagai pengikat tali silaturahmi sesama sanak keluarga. Di Betawi tradisi Nyorog dilakukan dengan membagi-bagikan bingkisan makanan kepada anggota keluarga yang lebih tua seperti bapak atau ibu mertua, paman, kakek atau nenek.
Hal tersebut menjadi sebuah kebiasaan yang sejak lama sudah dilakukan setiap akan datangnya menyambut bulan suci Ramadhan.
Baca Juga: Hukum Puasa Ramadhan Bagi Ibu Menyusui dan Mengandung, Begini Dalilnya
Walaupun istilahnya sudah mulai menghilang akan tetapi kebiasaan mengirim bingkisan hingga sekarang masih dipertahankan di dalam masyarakat Betawi.
Beberapa oeang mungkin penasaran apa isi bingkisan yang dibagikan tersebut? Isi bingkisan dalam tradisi Nyorog biasanya terdiri dari daging kerbau, ikan bandeng, kopi, susu, gula, sirup dan lain-lain.
3. Balimau
Tradisi Balimau dilakukan oleh masyarakat Padang, Sumatera Barat. Balimau dilakukan mulai dari matahari terbit hingga terbenam, beberapa hari sebelum bulan Ramadhan.
Tradisi Balimau mirip dengan Padusan. Makna dari tradisi Balimau ini berarti melakukan pembersihan diri secara lahir dan batin. Dengan begitu seseorang siap menjalankan ibadah puasa di bulan Ramadhan.
Baca Juga: Imsakiyah Ramadhan 2023, Lengkap Waktu Buka Puasa hingga Jadwal Sholat Kota Bandung!
Tradisi Balimau atau tradisi yang dilakukan dalam menyambut bulan Ramadhan yakni membersihkan diri dengan cara berendam atau mandi bersama-sama di sungai atau tempat pemandian.
4. Jalur Pacu
Tradisi Jalur Pacu merupakan tradisi di Kabupaten Kuantan Singingi, Riau yang dilakukan oleh masyarakatnya. Mirip dengan lomba dayung.
Tradisi menyambut Ramadhan ini digelar di sungai-sungai di Riau dengan menggunakan perahu tradisional. Seluruh masyarakat tumpah ruah jadi satu memadati dan menyambut acara tersebut.
Tradisi yang hanya digelar setahun sekali ini nantinya ditutup dengan melakukan Balimau Kasai atau bersuci menjelang matahari terbenam hingga malam.
Baca Juga: Utang Puasa Belum Lunas tapi sudah Mau Masuk Ramadhan? Umat Muslim Wajib Lakukan Hal Ini
5. Meugang
Nanggroe Aceh Darussalam pun memiliki tradisi dalam menyambut datangnya bulan suci Ramadhan yaitu dengan menyembelih kambing atau kerbau. Tradisi ini disebut dengan Meugang.
Konon kabarnya tradisi Meugang sudah ada sejak 1400 Masehi atau sejak jaman raja-raja Aceh.
Tradisi yang ada di kota Serambi Mekah ini biasa dilakukan oleh seluruh warga Aceh dengan memakan daging kerbau. Bahkan jika ada warga yang tidak mampu beli daging untuk dimakan maka semua warga akan bergotong-royong membantu.
Dengan kebersamaan tersebut akhirnya semua warga dapat menikmati daging kambing atau kerbau sebelum datangnya bulan suci Ramadhan. Tradisi Meugang tidak hanya menyambut Ramadhan tetapi biasanya juga dilakukan saat hari raya Lebaran dan Hari Raya Haji.
Baca Juga: Tips Puasa Sehat dan Aman Bagi Penderita Maag dan Asam Lambung, Makan Secukupnya saat Buka dan Sahur
6. Padusan
Masyarakat di Klaten, Boyolali, Salatiga dan Yogyakarta memiliki tradisi dalam penyambutan bulan suci Ramadhan yaitu dengan melakukan upacara berendam atau mandi di sumur-sumur atau sumber mata air tempat keramat.
Tradisi tersebut disebut dengan Padusan yang bermakna agar jiwa dan raga seseorang yang akan melakukan ibadah puasa di bulan suci Ramadhan bersih secara lahir dan batin.
Selain itu juga tradisi Padusan dalam menyambut Ramadhan memiliki makna sebagai pembersihan diri. Pembersihan dari segala kesalahan dan perbuatan dosa yang telah dilakukan sebelumnya.
7. Dugderan
Kota Semarang, Jawa Tengah memiliki tradisi dalam menyambut bulan suci Ramadhan yang disebut dengan Dugderan. Kata Dugderan berasal dari dua kata yaitu "Dug" dan "Der".
Baca Juga: Tips Tubuh Sehat dan Bugar saat Jalani Puasa Ramadhan, Wajib Dicoba Nih!
Kata Dug diambil dari suara bedug masjid yang ditabuh berkali-kali, menandakan bahwa datangnya awal bulan suci Ramadhan. Sedangkan kata Der diambil dari suara dentuman meriam yang seolah berbunyi Der, disulut bersamaan dengan tabuhan bedug.
Tradisi yang sudah berumur ratusan tahun ini bertahan di tengah perkembangan jaman hingga saat ini. Dugderan biasa digelar kira-kira 1 atau 2 minggu sebelum puasa dimulai.
Tradisi Dugderan sudah ada sejak lama sehingga tradisi ini pun bisa disebut semacam pesta rakyat.
Untuk mempertahankan tradisi Dugderan yang ada hingga saat ini, suasana seperti pada zamannya dulu tetap dipertahankan seperti dentuman meriam. Kini suara tersebut biasanya diganti dengan suara petasan atau bleduran.
Bleduran terbuat dari bongkahan batang pohon yang dilubangi bagian tengahnya sehingga suara seperti meriam bisa dihasilkan karena batang pohon tersebut diberi karbit yang kemudian disulut dengan api.
Baca Juga: Bulan Puasa Banyak Promo bersama Shopee Big Ramadan Sale 2023
8. Dandangan (Kudus, Jawa Tengah)
Tradisi menyambut bulan suci Ramadhan di kota Kudus dilakukan dengan tradisi Dandangan. Tradisi Dandangan merupakan tradisi pasar malam yang diadakan di sekitar Menara Kudus sepanjang Jalan Sunan Kudus dan meluas ke lokasi-lokasi di sekitarnya.
Berbagai aneka ragam kebutuhan rumah tangga disediakan dalam tradisi Dandangan ini. Mulai dari peralatan rumah tangga, pakaian, sepatu, sandal, hiasan keramik sampai dengan mainan anak-anak. Bahkan hingga makanan dan minuman pun ada di sini.
Tradisi Dandangan sudah ada sejak 450 tahun yang lalu tepatnya pada zaman Syekh Ja'far Shodiq atau Sunan Kudus.
Pada saat itu setiap menjelang bulan puasa ratusan santri Sunan Kudus berkumpul di masjid menara menunggu pengumuman dari Sang Guru tentang awal bulan Ramadhan.
Baca Juga: 7 Rekomendasi Olahraga Saat Puasa Ramadhan Tanpa Perlu Keluar Rumah, Dijamin Badan Tetap Bugar!
Santri datang dari berbagai daerah tidak hanya dari kota Kudus saja melainkan seperti Kendal, Semarang, Demak, Pati, Jepara, Rembang, bahkan Tuban Jawa Timur.
Sejak dulu tradisi Dandangan diartikan sebagai orang berkumpul untuk menunggu pengumuman resmi dari masjid menara tentang awal puasa. Kemudian dimanfaatkan para pedagang untuk berjualan di area lokasi itu.
9. Malamang (Sumatra Barat)
Di Sumatera Barat tidak kalah menariknya mengenai tradisi dalam menyambut bulan suci Ramadhan yaitu dengan berkumpul dan bergotong-royong membuat Nasi Lemang pada ruas-ruas bambu yang telah dipotong-potong.
Tradisi Malamang biasanya dilakukan dua hari menjelang bulan Ramadhan dan Nasi Lembang yang dimasak akan dijadikan hantaran ke rumah mertua sebagai permohonan maaf.
10. Megengan (Surabaya, Jawa Timur)
Tradisi menyambut bulan Ramadhan di Surabaya disebut dengan Megengan. Konon tradisi ini dimulai dari kawasan Ampel di sekitar masjid Ampel Surabaya.
Baca Juga: 15 Resep Membuat Takjil Sederhana dan Enak, Cocok untuk Jadi Menu Buka Puasa Bersama Keluarga!
Tradisi Megangan ditandai dengan makan apem. Di mana apem ini semacam serabi dengan ukuran tebal berdiameter sekitar 15 cm, terbuat dari tepung beras.
Rasa dari makanan apem nyaris tawar seperti kue mangkok yang dipakai warga keturunan Tionghoa untuk sembahyangan menjelang Imlek.
Diduga bahwa nama apem atau apam berasal dari kata afwan di mana kata tersebut jika diartikan dalam bahasa Arab yang berarti maaf.
Tradisi makan apem ini dimaknai sebagai permintaan maaf kepada sesama saudara kerabat dan teman.
Sebetulnya yang terjadi bukanlah sekedar tradisi makan apem saja melainkan melaksanakan selamatan atau tahlilan dengan hidangan apem dan pisang raja untuk mendoakan arwah saudara dan kerabat yang telah meninggal.
Dalam acara tersebut juga permintaan maaf-maafkan dilakukan. Setelah tahlilan, hidangan apem dan pisang akan dibagikan kepada semua keluarga dan tetangga.
Baca Juga: Puasa Ramadhan 2023 Segera Tiba, THR dan Gaji ke 13 PNS Siap Cair, Siapa Saja yang Dapat?
11. Nyadran (Jawa)
Tradisi Nyadran biasa dilakukan setiap hari ke-10 pada bulan Rajab. Acara nyadran diawali dengan doa bersama atau tahlil yang dipimpin oleh sesepuh dusun setempat.
Dalam doa yang dilakukan bersama-sama itu, disebut juga anggota keluarga dalam doa seperti kakek, nenek, bapak, ibu, serta saudara mereka yang telah meninggal.
Usai berdoa semua warga menggelar genduren (kenduri) atau makan bersama di sepanjang jalan yang telah digelar dengan tikar dan daun pisang.
Makanan yang dibawa haruslah makanan tradisional seperti ayam ingkung, sambar goreng ati, mangut, urap, sayuran dengan lauk rempah, perkedel, tempe, tahu bacem dan lain-lain.
Baca Juga: Waspada Gempa Sesar Lembang dan Sesar Cimandiri, Berikut Doa saat Terjadi Goncangan Dahsyat
Nyadran atau Sadranan berasal dari kata sodrun yang memiliki arti yaitu gila atau tidak waras. Pada masa sebelum datangnya Wali Songo masyarakat pulau Jawa banyak yang masih menyembah pohon, batu bahkan binatang dan hal tersebut dianggap tidak waras.
Pada saat itu mereka menyembah sambil membawa sesaji berupa makanan dan membaca mantra-mantra kemudian setelah itu datanglah para Wali Songo.
Usai Kedatangan para Wali Songo berdoa dengan menyembah benda mati tersebut kemudian diluruskan. Bahwa ajaran yang dilakukannya itu adalah salah karena yang wajib disembah hanyalah Allah SWT.
Lantas mantra-mantra yang dibaca tersebut pun diganti dengan doa-doa yang sesuai menurut ajaran Islam. Sedangkan yang sebelummya berupa sesaji kemudian diganti berupa makanan yang bisa dimakan oleh warga.
12. Perlon Unggahan (Banyumas, Jawa Tengah)
Masyarakat Banyumas tak kalah dengan tradisi yang dimilikinya dalam menyambut bulan Ramadhan yaitu mengadakan syukuran besar-besaran yang disebut dengan Perlon Unggahan.
Dalam acara tradisi ini disajikan makanan tradisional diantaranya daging serundeng sapi dan sayuran berkuah yang wajib dihidangkan.
Ada yang unik dalam penyajian menu makanan tersebut karena para pria dewasalah yang harus menyajikannya. Jumlah yang menyajikannya pun haruslah 12 orang atau jumlahnya bisa disesuaikan dengan jumlah kambing atau sapi yang dikorbankan.***
Sentimen: positif (100%)