Sentimen
Negatif (99%)
24 Jan 2023 : 20.40
Informasi Tambahan

Agama: Islam

Kab/Kota: Kepanjen

Kasus: HAM

Tokoh Terkait
Brigadir Yosua Hutabarat

Brigadir Yosua Hutabarat

Rasmus Paludan

Rasmus Paludan

Laporan Kasus Kanjuruhan Belum Bisa Naik Status karena Kurang Bukti, Pengacara Korban: Kerja Polisi Amatiran

24 Jan 2023 : 20.40 Views 25

Pikiran-Rakyat.com Pikiran-Rakyat.com Jenis Media: Nasional

Laporan Kasus Kanjuruhan Belum Bisa Naik Status karena Kurang Bukti, Pengacara Korban: Kerja Polisi Amatiran

PIKIRAN RAKYAT - Devi Athok Yulfitri masih mencari keadilan untuk dua putrinya yang tewas karena tragedi Kanjuruhan. Devi menghubungi Perhimpunan Advokat Indonesia (Peradi) Kepanjen untuk mencari penasihat hukum.

Imam Hidayat, penasihat hukum Devi menolak laporan model A yang dibuat oleh petugas yang terimbas tragedi Kanjuruhan karena menurutnya penuh rekayasa. Oleh karena itu, ia mengajukan laporan B yang dibuat oleh keluarga korban Kanjuruhan, salah satunya Devi.

Namun pada pekan lalu, Reskrim Polsek Kepanjen menyatakan laporan tidak bisa naik status dari penyelidikan dan penyidikan karena masalah alat bukti.

Baca Juga: Biografi Rasmus Paludan, Pembakar Al-Qur'an dan Pendiri Partai Anti-Islam Stram Kurs

“Kalau menunggu bukti proses model B ini naik ke penyidikan, bukti apa lagi? Yang mati sudah jelas 135, saksi banyak, kemudian jejak digital luar biasa, ratusan mungkin ya. Artinya saya melihat bahwa kerja-kerja polisi ini amatiran,” ujar Imam.

Dia menjelaskan, yang dimaksud amatiran adalah tidak serius menangani perkara dan tidak mencerminkan pro justitia. Menurutnya, penanganan kasus ini hanya menyesuaikan dengan selera polisi.

Imam menjelaskan, Devi menerima tekanan dan intimidasi saat mengajukan autopsi. Akhirnya, pengajuan autopsi dibatalkan.

“Pada saat pembatalan, lucunya itu ada mantan komisioner Komnas HAM ikut jadi aktor bagaimana kemudian Mas Devi ini membatalkan permohonan autopsi. Ketuanya, Si Anam (Mohammad Choirul Anam). Kemudian, karena dia membatalkan akhirnya kita mengajukan perlindungan melekat ke LPSK,” ucap Imam.

Beruntung, Lembaga Perlindungan Saksi dan Korban (LPSK) mampu melindungi dengan baik sehingga Devi kembali berani dan mau mengajukan autopsi kembali. Saat ekshumasi pada 5 November 2022, keluarga, penasihat hukum, dan LPSK dilarang masuk karena dikhawatirkan mengganggu prosesnya.

Baca Juga: Rasmus Paludan Usai Bakar Al-Qur'an di Swedia: Banyak Orang Mengancam Akan Membunuh Saya

Imam membandingkan perkara ini dengan kasus Brigadir J. Dalam kasus Brigadir J, perwakilan keluarga diperbolehkan menyaksikan proses autopsi kedua.

“Pada saat itulah kita sudah memperkirakan bahwa ekshumasi ini tidak akan berjalan secara objektif dan transparan. Saya sudah punya anggapan seperti itu,” tutur Imam di kanal YouTube Novel Baswedan.

Menurut keterangannya, ekshumasi dilakukan oleh Perhimpunan Dokter Forensik Indonesia (PDFI) Jawa Timur. Salah satu petugas yang melakukan ekshumasi tersebut adalah dr. Nabil Bahasuan. Setelah ekshumasi selesai, Imam menghubungi dr. Nabil untuk menanyakan hasilnya.

Namun, dr. Nabil tidak mau memberikan karena yang berhak membuka adalah penyidik Polda Jawa Timur. Imam pun dapat mengerti tindakan dr. Nabil.

“Tetapi tiga hari kemudian dr. Nabil ini preskon di depan media menyatakan bahwa sebab kematiannya dua putri Mas Devi Athok ini karena pukulan benda tumpul,” kata Imam.

Saat itu, dr. Nabil mengaku mendapatkan izin dari Polda Jatim untuk melakukan konferensi pers.***

Sentimen: negatif (99.2%)