Sentimen
Negatif (97%)
24 Jan 2023 : 06.49
Informasi Tambahan

Institusi: UNESA, Universitas Negeri Surabaya

Kab/Kota: Surabaya, Magetan, Pacitan, Ponorogo, Sampang, Trenggalek, Ngawi

Kasus: Tipikor, korupsi

Tokoh Terkait
Sahat Tua Simanjuntak

Sahat Tua Simanjuntak

Sistem Pemanfaatan Dana Hibah DPRD Jatim Rawan Dimanipulasi

24 Jan 2023 : 06.49 Views 12

Beritajatim.com Beritajatim.com Jenis Media: Politik

Sistem Pemanfaatan Dana Hibah DPRD Jatim Rawan Dimanipulasi

Surabaya (beritajatim.com) – Kasus korupsi dana hibah kerap menjerat anggota DPRD Jawa Timur (Jatim). Setidaknya, dua kasus besar penyelewengan dana hibah pernah bocor ke publik.

Dua kasus tersebut adalah hibah P2SEM yang menjerat Ketua DPRD Jatim Fathorrasjid pada 2009 dan kasus dana hibah kelompok masyarakat (Pokmas) Kabupaten Sampang yang diduga dilakukan oleh Wakil Ketua DPRD Jatim, Sahat Tua Simanjuntak.

Akibat korupsi tersebut, Sahat terjaring Operasi Tangkap Tangan (OTT) oleh Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) pada Rabu, 14 Desember 2022 kemarin.

Melihat fenomena ini, pengamat politik Universitas Negeri Surabaya (Unesa), Mubarok Muharam mengungkapkan, sistem pemanfaatan dana hibah dirasa tidak tepat. Sebab, pihak legislatif bertindak sebagai pengawas sekaligus punya kewenangan dalam penyalurannya.

Sistem tersebut berpotensi membuka kecurangan. Salah satunya, memanipulasi sistem sehingga terjadi tindak pidana korupsi dengan kesepakatan.

“Mestinya itu dana hibah didistribusikan Pemprov melalui dinas terkait. Misalnya masalah kesehatan, itu kan nanti siapa yg dapat biar Dinas Kesehatan yang menentukan,” katanya.

Mubarok juga menjelaskan jika semakin banyak dana hibah yang diberikan kepada anggota DPR maka tidak semakin efektif untuk masyarakat. Malah, tingkat kerawanan untuk korupsi semakin tinggi karena masyarakat tidak dilibatkan dalam pengawasan dana hibah tersebut.

“Katakanlah ada pemberian dana sekian di sebuah desa, maka informasi itu harus disebarkan sedemikian rupa melalui kantor kelurahan dan kecamatan supaya masyarakat juga tahu,” imbuh Mubarok.

Berdasarkan data dari KPK, APBD Tahun Anggaran 2020 dan 2021 Pemerintah Provinsi Jawa Timur merealisasikan dana hibah senilai Rp7,8 triliun kepada badan, lembaga, dan organisasi masyarakat. Dana ini kemudian diusulkan dari para anggota DPRD Jatim kepada Dinas terkait untuk dihibahkan kepada masyarakat.

Mubarok lantas memberikan contoh kesalahan sistem pembagian dana hibah jika legislatif diberikan wewenang membagikan dana. Dalam kasus korupsi yang menjerat Sahat, yang bersangkutan menawarkan bantuan kepada pokmas Kabupaten Sampang untuk memperlancar pengusulan dana hibah dengan kesepakatan pemberian sejumlah uang sebagai uang muka.

Oknum kepala desa yang bersedia menerima tawaran tersebut adalah Abdul Hamid Kepala Desa Jelgung, Kecamatan Robatal, Kabupaten Sampang sekaligus Koordinator Kelompok Masyarakat.

Supaya alokasi dana hibah untuk tahun 2023 dan tahun 2024 bisa kembali didapat kelompok masyarakat, Abdul Hamid kembali menghubungi Sahat Simanjuntak, dan sepakat menyerahkan uang muka Rp2 miliar.

Padahal, menurut Mubarok, Sahat seharusnya memberikan dana hibah kepada masyarakat di dapil 9 Jatim yakni Ngawi, Magetan, Ponorogo, Pacitan, dan Trenggalek yang menjadi wilayah suaranya.

“Nah itu nggak ada yang bisa mengawasi DPR kalau DPR mendapat kewenangan, mestinya DPR hanya mengawasi pelaksanaan implementasinya biar eksekutif tang membagi, Itu baru ada check and balancing secara formal. Mestinya aturannya seperti itu,” katanya.

Sementara itu, anggota Komisi E DPRD Jatim Mathur Husyairi mengakui, banyak celah yang bisa dimanfaatkan oleh anggota dewan dalam pemberian anggaran hibah. Karena selama ini tidak ada transparansi dalam penyaluran, monitoring, dan evaluasi terhadap dana hibah di Pemprov Jatim.

“Tujuan dana hibah ini adalah untuk pengembangan suatu wilayah, namun karena ada celah, Saya mendesak supaya dana hibah harus dibuka data penerimanya, lalu diumumkan saja di website, masyarakat bisa akses, mereka bisa tahu desa saya dapat dari Pemprov Jatim untuk pembangunan ini, masyarakat bisa berpartisipasi,” pungkasnya. [ang/beq]

Sentimen: negatif (97%)