Sentimen
Negatif (98%)
19 Jan 2023 : 18.50
Informasi Tambahan

Kab/Kota: Bogor, Brebes

Kasus: kekerasan seksual, pelecehan seksual

Tak Profesional Sejak Awal, Mahfud MD Minta Polisi yang Tangani Kasus Pelecehan Pegawai Kemenkop UKM Ditindak

19 Jan 2023 : 18.50 Views 10

Pikiran-Rakyat.com Pikiran-Rakyat.com Jenis Media: Nasional

Tak Profesional Sejak Awal, Mahfud MD Minta Polisi yang Tangani Kasus Pelecehan Pegawai Kemenkop UKM Ditindak

PIKIRAN RAKYAT – Menko Polhukam Mahfud MD meminta Divisi Profesi dan Pengamanan (Propam) Polri memeriksa personel polisi di Polresta Bogor yang menangani kasus kekerasan seksual yang dialami salah seorang pegawai perempuan berisinial ND di lingkungan Kementerian Koperasi, Usaha Kecil, dan Menengah (Kemenkop UKM). Mahfud menilai sejak awal penyidik tersebut tidak profesional dalam menangani kasus.

Permintaan itu diungkap Mahfud berdasar hasil Rapat Koordinasi yang dilakukan Kemenkopohukam setelah pihaknya menerima kabar bahwa hakim PN Bogor menggugurkan status tersangka terhadap tiga pelaku kekerasan seksual.

“Rakor tadi meminta Divisi Propam Polri untuk melakukan pemeriksaan terhadap penyidik Polresta Bogor yang menangani perkara ini yang sejak awal sangat tidak profesional,” ucap Mahfud dalam keterangan pers yang dirilis Rabu malam.

Menurut dia, setidaknya ada dua alasan mengapa hasil rakor di kementeriannya meminta penyidik Polresta Bogor harus diperiksa. Pertama, karena penyidik telah mengeluarkan surat penghentian penyidikan perkara (SP3) yang dinilai cacat hukum.

Baca Juga: Keluarga Pelaku Pemerkosa Gadis 15 Tahun di Brebes Laporkan LSM BPPI Atas Dugaan Pemerasan

"Yang pertama surat pemberitahuan SP3 kepada jaksa menyatakan perkara di-SP3 karena restorative justice, tetapi surat pemberitahuan kepada korban menyatakan SP3 dikeluarkan karena tidak cukup bukti. Satu kasus yang sama diberi alasan yang berbeda kepada pihak yang berbeda," tuturnya.

Padahal, Mahfud menjelaskan bahwa penyataan restorative justice telah dilaksanakan sekalipun sudah menyalahi aturan yang berlaku saat kasus terjadi, yakni Peraturan Kapolri Nomor 6 Tahun 2019. Dalam Pasal 12 peraturan tersebut disebutkan bahwa kasus-kasus yang bisa diberi restorative justice adalah kasus yang jika telah diputuskan, tidak menimbulkan kehebohan, tidak meresahkan di tengah-tengah masyarakat, dan tidak mendapat penolakan dari masyarakat. Akan tetapi, syarat-syarat tersebut tidak terpenuhi, kata Mahfud.

Baca Juga: Gibran Cari Penghina Jokowi yang Dipecat, Ingin Carikan Pekerjaan: Kasihan, Gak Baik Tutup Rezeki Orang

Selanjutnya, alasan kedua adalah karena yang bersangkutan memberikan penjelasan yang oleh hakim praperadilan di Pengadilan Negeri (PN) Kota Bogor dijadikan dasar bahwa pencabutan SP3 hanya berdasarkan hasil rakor di Kemenko Polhukam.

"Sebab dalam faktanya rakor di Kemenko Polhukam itu hanya menyamakan persepsi bahwa penanganannya salah, sedangkan projustitia-nya dibicarakan melalui gelar perkara internal di Polresta Bogor itu dilakukan," kata Mahfud, dikutip Pikiran-Rakyat.com dari Antara.

Sementara Mahfud mengaku bahwa pihaknya mendapatkan informasi proses di internal Polresta Bogor untuk melaksanakan keputusan rakor tersebut sudah dilakukan. Sehingga pencabutan SP3 itu tidak langsung karena ada keputusan rakor di Kemenkopolhukam melainkan hasil rakor itu sudah dituangkan di dalam proses-proses yang formal di internal Polresta Bogor.

Mahfud sebelumnya menyatakan pihaknya menghormati putusan Hakim PN Kota Bogor yang mengabulkan gugatan tiga dari empat tersangka dalam kasus pelecehan seksual pegawai Kemenkop UMK tersebut. Akan tetapi, kata dia, Kemenkopolhukam meminta agar perkara yang disangkakan dengan pasal 286 KUHP itu tetap dilanjutkan karena asas “Ne Bis In Idem” tidak bisa dianggap berlaku lantaran pokok perkara utama belum mendapat putusan.***

Sentimen: negatif (98.4%)