Sentimen
Informasi Tambahan
Institusi: Universitas Indonesia
Kab/Kota: Semarang
Tokoh Terkait

Yenti Garnasih
Pemerintah Diminta Gencarkan Sosialisasi KUHP Baru untuk Hindari Kesalahan Persepsi
iNews.id
Jenis Media: Nasional

JAKARTA, iNews.id - Indonesia akhirnya berhasil merampungkan penyusunan Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP) baru yang menggantikan KUHP peninggalan pemerintah kolonial Belanda. KUHP baru ini disusun oleh anak bangsa dengan paradigma hukum pidana negara berdaulat yang modern.
KUHP ini diundangkan 2 Januari 2023 sebagai UU No 1/2023 tentang KUHP. Guru Besar Universitas Negeri Semarang (Unnes) R Benny Riyanto menegaskan KUHP yang baru patut disambut baik dan harus benar-benar disosialisasikan ke tengah masyarakat.
"KUHP nasional ini akan mulai berlaku efektif tiga tahun terhitung sejak diundangkan. Selama masa transisi itu, kita akan terus menyosialisasikan substansi KUHP ini kepada seluruh masyarakat serta aparat penegak hukum agar tidak terjadi salah penafsiran serta meminimalisasi penyalahgunaan kewenangan. Sejalan dengan itu, pemerintah juga akan mempersiapkan berbagai peraturan pelaksanaan,” kata Benny, Rabu (11/1/2023).
Benny bahkan mengusulkan perlunya training of trainers agar para akademisi, praktisi, dan penegak hukum betul-betul menguasai norma, semangat serta nilai-nilai yang dikandung KUHP baru.
"Ini merupakan sarana pemahaman kepada para stakeholder yang terlibat, terutama penegak hukum. Karena ini kan merupakan suatu modernisasi sistem hukum Indonesia. Tidak hanya penegak hukum saja, tetapi para akademisi juga. Ke depannya perlu kita melakukan training of trainers (ToT) kepada para seluruh stakeholder yang ada," ujarnya.
Hal yang sama juga dikatakan Guru Besar Universitas Indonesia, Harkristuti Harkrisnowo. Menurutnya, kesalahan persepsi yang sempat muncul antara lain terkait diakuinya hukum adat (living law) dalam KUHP baru. Hal ini seharusnya diapresiasi sebagai bentuk pengakuan dan penghormatan negara kepada masyarakat hukum adat, sebagaimana juga diakui dalam UUD 1945.
“Akan tetapi sementara ini memang ada kekeliruan persepsi di sebagian masyarakat yang mengatakan bahwa dengan adanya pengakuan terhadap living law, maka terjadilah penyimpangan atas asas legalitas. Ini yang perlu diluruskan," ucapnya.
"Karena baru bisa disebut living law bila memang merupakan suatu ketentuan yang masih hidup di masyarakat dan ini ditemukan secara ilmiah oleh para peneliti. Jadi tidak boleh nanti DPRD atau pemerintah meletakkan ketentuan dalam perda tanpa adanya bukti ilmiah bahwa ketentuan tersebut masih hidup dalam masyarakat,” ujar Prof Harkristuti.
Ketua Umum MAHUPIKI, Yenti Garnasih berpandangan wajar bila dalam proses penyusunan KUHP nasional ini banyak ditemukan pro dan kontra. Hal ini tak lepas dari kebinekaan Indonesia yang memiliki beragam etnis, agama dan kultur. Namun KUHP baru yang berhasil diundangkan ini dinilai cukup berhasil mempertemukan semua kepentingan tersebut.
"KUHP nasional ini sudah semaksimal mungkin berupaya mencari titik keseimbangan antara kepentingan individu, masyarakat, dan negara. Khususnya dalam pasal-pasal yang berkaitan dengan ruang privat masyarakat dan kebebasan ekspresi," ujar Yenti Garnasih.
Editor : Rizal Bomantama
Follow Berita iNews di Google News
Bagikan Artikel:
Sentimen: positif (66.3%)