Bisnis.com, JAKARTA — Perang dagang Amerika Serikat dan China belakangan kian meruncing ke salah satu sektor kritis yang menjadi tarik-menarik sejumlah negara maju. Perang teknologi yang melibatkan pembatasan semikonduktor atau chip, tak hanya menjadi pergumulan AS dan China, tetapi kini melibatkan Jepang dan Belanda.

Keberlangsungan dan rantai pasok semikonduktor menjadi sangat krusial bagi manufaktur dunia. China dengan kekuatannya berambisi untuk menjadi pemimpin di industri teknologi. AS yang menyadari hal tersebut berupaya membatasi pasokan teknologi pentingnya ke China.

Pada Oktober 2022, Gedung Putih di bawah Presiden Joe Bideng melakukan pembaruan besar-besaran pada kontrol ekspornya untuk menjegal kemampuan Beijing memperoleh pasokan peralatan teknologi, termasuk chip, dari AS. Biden bahkan melarang warganya untuk bekerja di perusahaan tertentu.

Namun, AS tak mungkin sendirian dalam melancarkan inisiasi tersebut. Sejumlah sekutunya, termasuk Jepang dan Belanda adalah mitra bisnis China dalam hal semikonduktor.

Bloomberg melaporkan bahwa Jepang dan Belanda pada prinsipnya telah sepakat untuk bergabung dengan AS dalam memperketat kontrol atas ekspor mesin pembuat chip canggih ke China.

Menteri Ekonomi dan Perdagangan Jepang Yautoshi Nishimura, dalam kunjungannya ke Washington mempertebal komitmen tersebut. Jepang adalah kepala bergilir demokrasi industri G7 tahun ini dan akan menjadi tuan rumah KTT kelompok tersebut.