Sentimen
Netral (47%)
6 Jan 2023 : 03.10
Informasi Tambahan

Kasus: PHK

Tokoh Terkait

Partai Buruh Soroti Aturan Upah Minimum di Perppu Cipta Kerja

6 Jan 2023 : 03.10 Views 21

Mediaindonesia.com Mediaindonesia.com Jenis Media: Nasional

Partai Buruh Soroti Aturan Upah Minimum di Perppu Cipta Kerja

PARTAI Buruh menyoroti isu upah minimum yang diatur dalam Peraturan Pemerintah Pengganti Undang Undang (Perppu) 2/2022 tentang Cipta Kerja. Itu menjadi salah satu dari sembilan isu di klaster ketenagakerjaan yang dianggap tak berpihak pada kepentingan pekerja maupun buruh.

Presiden Partai Buruh Said Iqbal melihat ada 4 persoalan. Pertama, di dalam UU Cipta Kerja terdapat pasal yang menyebutkan bahwa Gubernur dapat menetapkan kenaikan Upah Minimum Kabupaten/Kota (UMK). Sementara di dalam Perppu pasal ini tidak diubah, artinya masih sama dengan sebelumnya.

Baca juga: DPR RI Minta Pemerintah Siapkan Transisi Menuju Endemi

"Dengan menggunakan kata 'dapat', maka artinya UMK bisa ditetapkan dan bisa juga tidak. Kami meminta kata 'dapat' dihapuskan, sehingga bunyinya di dalam Perppu menjadi: Gubernur menetapkan upah minimum kabupaten/kota," kata Said melalui siaran pers, Rabu (4/1).

Kedua ialah menyoal pasal yang mengatur formula kenaikan upah minimum. Jika di dalam UU 13/2003 pasal mengenai kenaikan upah minimum berdasarkan survey kebutuhan hidup layak dan kemudian diubah dalam aturan turunan UU 13/2003 yaitu PP 78/2015 formula kenaikannya menjadi inflansi dan pertumbuhan ekonomi. Di mana, kata "dan" berarti akumulasi dari keduanya.

"Tetapi dalam UU Cipta Kerja menjadi tidak jelas, karena menggunakan formula inflansi atau pertumbuhan ekonomi. Kata atau, berarti opsional. Hanya dipilih salah satu," jelas Said.

Di dalam Perppu, menurut Said, formula kenaikan upah minimum menjadi semakin tidak jelas. Karena kenaikan upah minimum berdasarkan inflansi, pertumbuhan ekonomi, dan variable indeks tertentu. Said mengatakan, indeks tertentu ini tidak jelas. Seharusnya cukup berbunyi, kenaikan upah minimum didasarkan pada inflansi dan pertumbuhan ekonomi.

Permasalahan ketiga adalah adanya pasal baru yang mengatur dalam keadaan ekonomi dan keadaan ketenagakerjaan tertentu, formula kenaikan upah minimum bisa berubah.

"Pasal ini semakin membingungkan, karena bertentangan dengan pasal sebelumnya yang mengatur fomula kenaikan upah minimum berdasarkan inflasi, pertumbuhan ekonomi, dan indeks tertentu," kata Said.

Menurut dia, formula penghitungan tak perlu diubah. Pemerintah dinilai dapat membuat kebijakan khusus bagi perusahaan yang benar-benar tidak mampu memberikan kenaikan upah kepada pekerjanya. Itu dapat ditempuh dengan persyaratan seperti bukti tertulis kondisi perusahaan yang merugi dalam dua tahun terakhir.

Sedangkan poin keempat dalam upah minimum adalah dihapusnya upah minimum sektoral. Partai Buruh tidak setuju upah minimum sektoral dihapus dan meminta agar tetap diberlakukan.

Adapun delapan isu lain yang disorot oleh Partai Buruh diantaranya, yakni, outsourcing, buruh kontrak, Pemutusan Hubungan Kerja (PHK), pesangon, waktu kerja, istirahat atau cuti, sanksi, hingga Tenaga Kerja Asing (TKA)

Sementara itu, terkait dengan outsourcing atau alih daya yang dibebaskan di semua jenis pekerjaan. Di dalam Perppu 2/2022, kata Said, tampak pemerintah ingin mengubah ketentuan tersebut, tetapi menjadi semakin membingungkan.

"Di sana dikatakan, perusahaan dapat menyerahkan sebagian pelaksaaan pekerjaan kepada perusahaan alih daya. Artinya outsourcing tetap diperbolehkan dalam Perppu. Di mana penyerahan sebagian pelaksanaan pekerjaaan alih daya akan ditetukan oleh Pemerintah, tetapi tidak jelas pembatasannya berapa jenis pekerjaan," ujarnya.

"Partai Buruh menilai pasal outsourcing harus kembali kepada UU No 13 Tahun 2003. Ada kegiatan pokok dan penunjang, di mana yang boleh menggunakan outsourcing hanya di pekerjaan penunjang. Itu pun hanya dibatasi untuk 5 jenis pekerjaan. Katering, security, driver, cleaning service, dan penunjang perminyakan," pungkas Said. (OL-6)

Sentimen: netral (47.1%)