BPOM Pertanyakan Legalitas TPF BPKN Dalam Kasus Gagal Ginjal Akut
Akurat.co
Jenis Media: News

AKURAT.CO Badan Pengawas Obat dan Makanan (BPOM) buka suara terkait temuan Tim Pencari Fakta (TPF) Badan Perlindungan Konsumen Nasional (BPKN) dalam penanganan kasus gagal ginjal akut.
Kepala BPOM, Penny K. Lukito, menilai bahwa tahapan pemeriksaan yang dijalankan oleh BPKN seharusnya dilakukan secara transparan.
"Dalam tahapan pemeriksaan sama juga dengan pemeriksaan. Seperti institusi pemeriksa seperti BPK dan Ombudsman itu ada tahapan yang tentunya berproses, di mana pemeriksa dan terperiksa juga ada transparansi dan proses respons, ada tahapan, ada tanya jawab terhadap hasil pemeriksaan," jelasnya dalam konferensi pers daring yang diikuti dari Jakarta, Senin (26/12/2022).
baca juga:
Selain itu, menurut Penny, diperlukan proses tanya jawab yang dilakukan pihak pemeriksa dengan terperiksa. Barulah pihak pemeriksa dapat memutuskan suatu kesimpulan dan memberikan rekomendasi kepada terperiksa.
"Ada proses pemeriksaan, kita menjawab. Lalu ada hasil pemeriksaan yang diminta direspons oleh kita sebelum memutuskan kesimpulan. Itu namanya pemeriksaan yang berimbang dan fair," katanya.
Untuk itu, Penny mempertanyakan legalitas tim pencari fakta apakah memang menjadi tupoksi BPKN untuk melakukan pemeriksaan.
"Yang biasa proses entitas yang melakukan pemeriksaan yang jelas dan mempunyai langkah-langkah SOP pemeriksaan yang benar itu adalah BPK dan Ombudsman. Jadi ada proses mencari solusi bersama," tandasnya.
Sebelumnya, Ketua BPKN, Rizal E Halim, menyampaikan rekomendasi terkait kasus gagal ginjal akut yang menyebabkan ratusan anak di Indonesia meninggal dunia.
Empat rekomendasi itu berdasarkan hasil investigasi TPF BPKN. Ada, delapan temuan soal gagal ginjal akut yang ditemukan TPF BPKN yang kemudian disampaikan kepada Presiden Joko Widodo untuk ditindaklanjuti.
"Dari delapan poin itu, kami dari BPKN memberi empat rekomendasi kepada Presiden Jokowi," ujar Rizal dalam jumpa pers di Kantor BPKN, Jakarta, Rabu (14/12/2022).
Rekomendasi pertama adalah sebagai bentuk empati dan simpati terhadap korban gagal ginjal akut, pemerintah dan industri farmasi harus memberi santunan dan kompensasi bagi korban. Pasalnya, ada korban yang telah meninggal dunia dan ada juga korban yang masih mendapat perawatan meski sudah diperbolehkan pulang dari rumah sakit.
"Dua, BPKN meminta pemerintah menugaskan Badan Pemeriksa Keuangan dan Pembangunan atau BPKP untuk melakukan audit secara menyeluruh dari terkait pengawasan dan peredaran produk obat-obatan. Termasuk penggunaan bahan baku pada obat di sektor farmasi," jelas Rizal.
Rekomendasi ketiga, BPKN meminta pemerintah melalui kepolisian menindak tegas seluruh pihak yang bertanggung jawab dan terlibat terkait kasus gagal ginjal akut ini. Bahkan, polisi harus melakukan pengembangan kasus, sehingga publik bisa tahu kasus gagal ginjal akut secara terang benderang.
Keempat, karena persoalan kesehatan ini menyangkut keselamatan publik yang sangat luas, untuk menjadi pemenuhan hak publik secara umum diperlukan penguatan lembaga yang melindungi konsumen secara mandiri.
Berikut temuan TPF BPKN dalam kasus gagal ginjal akut:
1. Ketidakharmonisan komunikasi dan koordinasi antar-instansi di sektor kesehatan dan farmasi dalam penanganan lonjakan kasus Gangguan Ginjal Akut Progresif Atipikal (GGAPA)
2. Ada kelalaian otoritas sektor kefarmasian dalam pengawasan bahan baku obat dan peredaran obat. BPKN menyimpulkan ada kelalaian instansi dalam pengawasan bahan baku obat dan peredaran produk obat 3. Penindakan oleh penegak hukum yang dilakukan kepada industri farmasi tidak transparan
4. Tidak ada protokoler khusus penanganan krisis terkait persoalan darurat di sektor kesehatan seperti lonjakan kasus GGAPA
5. Belum ada kompensasi yang diberikan kepada keluarga korban GGAPA dari pihak pemerintah
6. Belum ada pemberian ganti rugi kepada korban GGAPA dari pihak industri farmasi. BPKN menyebut pihak industri farmasi belum ada tanda-tanda memberikan ganti rugi terhadap korban GGAPA
7. Bahan kimia EG dan DEG merupakan termasuk kategori berbahaya bagi kesehatan
8. Belum dilibatkan instansi lembaga perlindungan konsumen dalam permasalahan sektor kesehatan karena korbannya konsumen.
Sentimen: negatif (80%)