Sentimen
Informasi Tambahan
Event: Ramadhan
Tokoh Terkait
Polisi Sebut ACT Coba Pindahkan Dokumen Saat Kantor Digeledah
CNNindonesia.com
Jenis Media: Nasional

Jakarta, CNN Indonesia --
Bareskrim Polri menyebut ada sejumlah dokumen yang sempat dipindahkan sebelum kantor yayasan Aksi Cepat Tanggap (ACT) digeledah pada pekan lalu.
Dirtipideksus Bareskrim Polri Brigjen Whisnu Hermawan mengatakan pemindahan dokumen itu yang membuat penyidik memutuskan menahan keempat tersangka kasus penyelewengan dana donasi ACT.
"Karena terbukti minggu lalu kami melaksanakan geledah di kantornya ACT, ada beberapa dokumen yang sudah dipindahkan dari kantor tersebut," ujarnya kepada wartawan, Jumat (29/7).
-
-
Whisnu mengaku tim penyidik khawatir akan kejadian serupa akan apabila tidak dilakukan penahanan terhadap para tersangka itu.
"Penyidik memutuskan untuk melakukan proses penahanan terhadap empat tersangka itu karena dikhawatirkan adanya barang bukti yang dihilangkan," jelasnya.
Selanjutnya, Whisnu mengatakan pihaknya akan menggelar konferensi pers terkait kasus ini. Nantinya, juga akan ditampilkan barang bukti.
"Untuk lebih jelasnya nanti akan dilaksanakan press rilis pekan depan dengan barang bukti dan akan disampaikan juga barang bukti dokumen yang benda tidak bergerak dan bergerak," katanya.
Sunat Rp450 M untuk Operasional
Dalam kesempatan itu, Bareskrim turut merinci total donasi yang dikelola ACT sejak 2005 sampai 2020 mencapai Rp2 triliun. Dari total dana donasi itu, Rp450 miliar di antaranya digunakan untuk operasional yayasan.
Karo Penmas Humas Polri Brigjen Ahmad Ramadhan mengatakan total dana yang berhasil dihimpun tersebut murni berasal dari donasi yang diberikan oleh masyarakat kepada yayasan filantropi itu.
"Berdasarkan hasil penyelidikan ditemukan fakta bahwa total donasi yang masuk ke yayasan ACT dari tahun 2005 sampai tahun 2020 sekitar Rp2 triliun," ujarnya dalam konferensi, Jumat (29/7).
Ramadhan mengatakan dengan alasan dana operasional, pihak pengurus yayasan ACT kemudian mulai melakukan pemotongan terhadap dana donasi yang masuk.
Ia menjelaskan pemotongan dana donasi tersebut pertama kali dilakukan ketika ACT dipimpin oleh Ahyudin pada 2015.
Ramadhan menuturkan hal tersebut dilakukan melalui penerbitan Surat Keputusan Bersama (SKB) yang isinya memperbolehkan pemotongan dana donasi sekitar 20-30 persen untuk operasional yayasan.
"Pada tahun 2015 sampai 2019 dasar yang dipakai oleh yayasan untuk memotong adalah surat keputusan dari pengawas dan pembina ACT dengan pemotong berkisar 20-30 persen," ujarnya.
Sementara pada tahun 2020, yayasan ACT kembali membuat kebijakan pemotongan dana donasi baru sebesar 30 persen untuk operasional. Sehingga, kata Ramadhan, total ada penyelewengan dana donasi sebesar Rp450 miliar yang dilakukan oleh para petinggi ACT untuk sumber operasional.
"Atas dana donasi sebesar Rp2 triliun itu dilakukan pemotongan senilai Rp450 miliar atau sekitar 25 persen dari seluruh total yang dikumpulkan," pungkasnya.
Bareskrim Polri telah menetapkan pendiri sekaligus mantan Presiden ACT Ahyudin, Presiden ACT saat ini Ibnu Khajar, serta dua petinggi ACT Hariyana Hermain dan Novariandi Imam Akbari sebagai tersangka dalam kasus dugaan penggelapan dana donasi ACT. Atas perbuatannya, keempat tersangka dijerat dengan Pasal 372 KUHP, Pasal 374 KUHP, Pasal 45a Ayat 1 juncto Pasal 28 Ayat 1 UU Nomor 19 Tahun 2012 Tentang ITE.
Selain itu mereka juga dikenakan Pasal 70 Ayat 1 dan 2 juncto Pasal 5 UU Nomor 16 Tahun 2001 sebagaimana diubah UU Nomor 28 Tahun 2004 Tentang Yayasan, Pasal 3,4 dan 6 UU Nomor 8 Tahun 2010 Tentang Pencucian Uang, dan Pasal 55 KUHP juncto Pasal 56 KUHP. Ahyudin dan Ibnu Khajar serta dua tersangka lainnya terancam hukuman 20 tahun penjara akibat Tindak Pidana Pencucian Uang (TPPU) tersebut.
(tfq/ain)
[-]
Sentimen: negatif (100%)